CARITAU BANJARMASIN – Pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan pada tahun 2011 ternyata memunculkan aroma tak sedap tindak pidana korupsi, setelah mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo ditetapkan sebagai tersangka suap atau gratifikasi oleh Kejaksaan Agung pada 2021 dan kini menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Pada Senin (23/5/2022), persidangan terhadap Dwidjono yang didakwa menerima suap Rp27,6 miliar telah memasuki persidangan ke-15 dengan agenda sidang keterangan dua saksi ahli dan kesaksian terakhir dari terdakwa Dwidjono.
Baca Juga: Vonis Banding Mardani Maming Lebih Berat, MAKI: Semoga Jadi Pembenahan di Sektor Tambang
Pada Senin depan atau 30 Mei 2022, agenda sidang sudah memasuki tahapan tuntutan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum.
“Sidang kita lanjutkan pada Senin depan ya, agendanya tuntutan dari jaksa penuntut umum,” kata Ketua Majelis Hakim Yusriansyah sebelum mengetok palu mengakhiri sidang yang berlangsung sejak pukul 14.45 hingga 22.00 WITA.
Dwidjono didakwa menerima suap Rp27,6 miliar dari Henri Soetio yang tak lain Dirut PT PCN atau Prolindo Cipta Nusantara, yang diduga diuntungkan akibat adanya pengalihan IUP yang sebelumnya dimiliki PT Bangun Karya Pratama Lestari (BPKL).
Tudingan suap semakin mengental mengingat pengalihan IUP ternyata sudah dilarang oleh UU Minerba nomor 4 tahun 2009 atau dua tahun sebelum lahir SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang ‘Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN)’.
Lalu bagaimana sebenarnya aturan-aturan tentang pengalihan IUP sehingga kemudian muncul masalah di Kabupaten Tanah Bumbu?
Aturan tentang pengalihan atau pelimpahan IUP di Tanah Bumbu sudah diatur pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 10 tahun 2007 tentang Usaha Pertambangan Umum Daerah yang ditandatangani Bupati Zairullah Azhar dan ditetapkan pada 21 Mei 2007.
Pada Perda Nomor 10 tahun 2007 itu, IUP masih boleh dialihkan atau dilimpahkan atau dipindahtangankan seperti tercantum pada Pasal 12 yang berbunyi: ‘Izin pertambangan dapat dikerjasamakan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain setelah mendapat persetujuan Bupati atau pejabat yang diberi kewenangan sesuai dengan keputusan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.’
Pada tahun 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara (Minerba) pada 12 Januari 2009.
Berdasarkan UU Minerba inilah, maka pengalihan IUP secara tegas dilarang, yakni diatur pada Pasal 93 ayat (1) yang berbunyi: Pemegang IUP dan lUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
Keluarnya UU Minerba sebagai aturan tertinggi negara, tentu saja secara otomatis menggugurkan Perda Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 10 Tahun 2007 maupun Perda-Perda sejenis di berbagai kabupaten.
Pada tahun 2011, terbitlah SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 tentang ‘Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN)’ yang ditandatangani Bupati Mardani H Maming.
Pada tahun 2012 atau setahun setelah terbit SK Nomor 296 tentang pengalihan IUP, lahir Perda Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pertambangan Umum yang ditetapkan Bupati Mardani H Maming pada 28 Desember 2012.
Perda Nomor 11 Tahun 2012 ini mengikuti aturan UU Minerba yang melarang pengalihan IUP, seperti ditegaskan Pasal 40 ayat 1 yang berbunyi: Pemegang IUP tidak boleh memindahkan IUP nya kepada pihak lain.
Lalu bagaimana nasib IUP yang sudah dimiliki PT PCN dari PT BKPL berdasarkan SK Bupati tahun 2011 setelah keluar Perda Nomor 11 tahun 2012?
Menurut terdakwa Dwidjono saat bersaksi pada persidangan Senin (23/5/2022), PT PCN justru baru berproduksi pada tahun 2013 setelah sekitar dua tahun, antara 2011 hingga 2013, masih melengkapi persyaratan seperti amdal atau pernyataan finansial agar bisa melakukan produksi.
Sementara menurut Margarito Kamis, pakar hukum adminstrasi tata negara saat menjadi saksi ahli yang diajukan kuasa hukum terdakwa pada persidangan Senin (23/5/2022), setelah SK pengalihan IUP itu terbit maka secara hukum administrasi PT PCN sah memiliki IUP tersebut hingga ada revisi atau pencabutan atas SK yang telah terbit tersebut.
Dan pihak yang berwenang untuk merevisi atau mencabut SK tak lain Bupati Tanah Bumbu selaku penerbit SK, meski pencabutan SK juga bisa dilakukan melalui proses persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara.(HAN)
Baca juga:
Jadi Saksi Ahli Dugaan Suap IUP Tanah Bumbu, Margarito Sebut Bupati Harus Tanggung Jawab
Terdakwa Suap IUP Tanah Bumbu: Saya Sudah Tidak Mau Proses Tapi Dipaksa
Baca Juga: KPK Pertimbangkan Hadirkan Mardani H Maming Di PN Banjarmasin, Sesuai Situasi Persidangan
pengalihan izin usaha pertambangan iup tanah bumbu kalimantan selatan tindak pidana korupsi pengadilan tipikor mardani h maming raden dwiidjono putrohadi sutopo
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...