CARITAU JAKARTA - “Seni bukan hanya cermin realitas, tetapi juga cahaya yang mengubahnya,” ujar Denny JA saat mengumumkan hibah dana abadi untuk mendukung Festival Tahunan Puisi Esai. Dengan dana ini, festival tersebut dirancang untuk bertahan hingga 50 tahun mendatang, bahkan lebih.

Menurut Denny, sastra adalah paradoks: di satu sisi, ia meningkatkan empati dan kepedulian terhadap isu-isu sosial, tetapi di sisi lain, keberlanjutannya tidak dapat sepenuhnya bergantung pada hukum pasar. Oleh karena itu, seni membutuhkan subsidi dan dukungan filantropi agar tetap hidup.

Denny terinspirasi oleh tokoh-tokoh sejarah seperti Andrew Carnegie, Alfred Nobel, dan Ruth Lilly yang mendukung seni dan sastra melalui hibah dana besar. Ia menekankan pentingnya puisi esai sebagai genre yang menggabungkan estetika dan fakta untuk menyuarakan isu-isu sosial seperti hak asasi manusia, ketidakadilan, dan identitas minoritas.

Festival Puisi Esai Jakarta, yang digagas melalui dana abadi ini, bukan sekadar perayaan seni. Festival ini menjadi ruang pertemuan penulis, edukasi publik, dan medium untuk membahas isu-isu masyarakat melalui puisi. Dengan adanya catatan kaki sebagai elemen khas puisi esai, setiap karya tak hanya menjadi seni, tetapi juga dokumen sosial.

Dana abadi ini berasal dari saham perusahaan milik Denny JA yang kini dialihkan ke Denny JA Foundation. Sebagian keuntungan dari saham tersebut akan digunakan untuk mendanai festival ini setiap tahun.

“Ini adalah investasi bagi generasi mendatang, memastikan bahwa panggung sastra terus ada, memberi suara bagi yang terpinggirkan,” ujar Denny.

Dengan langkah ini, Festival Puisi Esai diharapkan menjadi tradisi tahunan yang memadukan seni dan kepedulian sosial untuk menciptakan perubahan nyata di masyarakat. (CARITAU - MUN)