CARITAU JAKARTA – Mungkin belum banyak yang tahu bahwa di Desa Cisayong, di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat adalah tempat berdirinya Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949 silam. NII sebelumnya dikenal dengan nama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang didirikan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Pasukan NII atau DI/TII mulanya dibentuk untuk membantu kedaulatan negara Republik Indonesia melawan penjajahan Belanda. Namun di tengah jalan, Kartosoewirjo bersama NII membelot dan mampu mengambil alih kekuasaan di tatar Pasundan.
Baca Juga: Ikrar Setia Mantan Kelompok NII Pada NKRI
"Kartosoewirjo sebagai pimpinan DI/TII sekaligus Imam dan juga presiden Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan, mempunyai karisma yang cukup kuat. Dia memiliki ideologi politik Islam yang antipenjajahan dengan menjadikan Islam sebagai satu–satunya jalan ke depan" tulis Miftakhur Ridlo dalam artikel berjudul ‘Negara Islam dan Kartosuwirjo' (Konsepsi Gerakan Politik, Militer dan Agama) melansir garuda.ristekdikti.go.id, Senin (9/5/2022).
Keputusan Kartosoewirjo melakukan pemberontakan di tatar Sunda tak terlepas dari ketidakpuasan dirinya terhadap ketidaktegasan negara Indonesia dalam melawan pemerintahan penjajah. Tokoh kelahiran Cepu, Jawa Tengah 7 Februari 1905 dan wafat pada September 1962 itu berupaya membawa ideologi Islam dalam setiap perjuangannya.
Perjuangannya membawa panji Islam dimulai saat ia mengikuti organisasi Pemuda Jawa alias Jong Java, kemudian ia beralih ke organisasi Pemuda Islam hingga beralih ke Partai Sarekat Islam (PSI) di tahun 1930. Di PSI yang kemudian berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), ia merasakan perbedaan ideologi.
Kejadian itu terus berulang, hingga ia pindah ke Malangbong di perbatasan Tasikmalaya dan Garut saat ditugaskan menjadi ketua cabang Jawa Barat.
"Pokok pertentangan adalah sikap terhadap pemerintah kolonial, apakah PSII harus bekerjasama dengan rezim kolonial atau tidak." tulis Miftakhur.
Perjuangan Kartosoewirjo mendirikan NII di tanah Pasundan tidak bertepuk sebelah tangan. Di awal tahun 1948, kelompok Kartosoewirjo kian besar dan dipercaya rakyat Pasundan. Terlebih rakyat tak puas dengan hasil perjanjian Renville yang dianggap tak adil bagi masyarakat pribumi.
Atas dasar itu, Kartosoewirjo bersama pemerintahannya melakukan operasi militer di wilayah Jawa di bawah kendali Pasukan Hizbullah dan Sabilillah untuk mengusir tantara Belanda yang menguasai tanah Sunda. Dalam operasi militer itu, Kartosoewirjo memerintahkan kepada seluruh penduduk di Jawa Barat untuk mengungsi agar tak timbul banyak korban.
Sepak terjang Kartosoewirjo di tanah Jawa Barat membuatnya dicap sebagai pemberontak karena mendirikan negara di atas negara. Namun posisi NII di Tasikmalaya terus menguat dan kian berdaulat, terlebih usai operasi penguasaan seluruh sudut Jawa Barat hingga Banten yang saat itu dikuasai Tentara Republik dan pasukan sekutu.
Selama kurang lebih 13 tahun, NII berdiri dan bergerilya di hutan dan pegunungan untuk mempertahankan tatar Pasundan dari perjanjian Renville.
"Pengaruh Negara Islam Indonesia kuat di daerah Priangan tenggara, Kabupaten Garut, Tasikmalaya dan Ciamis." tambahnya
Sebagai tokoh yang antibarat, tentu Kartosoewirjo menginginkan negara yang berdaulat tanpa ada campur tangan penjajah. Keinginannya itu semakin kuat, saat di masa Vacuum of Power ketika Pemerintah Jepang kian terjebak dan mulai mengakui kekalahan dari sekutu sekitar awal Agustus 1945.
Sebelumnya ia telah menahan diri untuk memproklamirkan NII, terlebih saat ditunjuk Soekarno untuk menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi.
Di saat itu, keinginannya mendaulatkan Indonesia sebagai negara Islam yang merdeka semakin kuat. Ia pun berupaya mengajak sejumlah tokoh Islam lainnya untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dengan ideologi politik Islam.
Kartosoewirjo menahan diri untuk secara terang-terangan menolak dan menentang kekuasaan Republik antara Februari 1948 – Agustus 1949.
Selanjutnya Kartosoewirjo menyempurnakan struktur politik organisasinya dengan membentuk Dewan Kabinet atau Dewan Imamah, Dewan Penasehat atau Dewan Fatwa dan menetapkan dirinya sebagai Presiden, sementara Kamran dan Raden Oni sebagai menteri dan wakil menteri pertahanan.
Adapun konsep yang dibawa lewat NII adalah hijrah dan jihad. Pada dasarnya sikap ini bertujuan untuk landasan berpolitik PSII, yang bersumber kepada Al Quran dan Sunnah.
Setelah menguasai tanah Pasundan selama 13 tahun, pemerintah akhirnya berhasil mengakhiri sepak terjang pemberontakan NII di bawah kepemimpinan Kartosoewirjo.
Pada September 1962, Kartosoewirjo akhirnya dihukum mati berdasarkan keputusan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper) karena dianggap memberontak dengan membentuk Negara Islam Indonesia melalui DI/TII. Ia diketahui dieksekusi di pulau terpencil di kawasan Teluk Jakarta. (DIM)
Baca Juga:
GP Ansor Dharmasraya: Jangan Cepat Puas dengan Cabut Baiat NII
Ketua DPRD Dharmasraya: Mereka yang Sudah Cabut Baiat NII Jangan Dikucilkan
Pengakuan Perempuan Peserta Cabut Baiat NII: Tak Tahu di Mana Suami Saya Sekarang
Anggota Negara Islam Indonesia (NII) Terbesar di Sumbar dan Cabut Baiat 391 Warga Dharmasraya
Ketua LKAAM Dharmasraya: NII Mengincar Mereka yang Ekonominya Morat-Marit
Mantan Anggota NII: NII Tidak Mewakili Agama Manapun karena Mengajak Memberontak
NII Setelah Kartosoewirjo, KW-9 dan Ma’had Al Zaytun Simbol Puncak Kejayaan
Al Chaidar: NII Palsu Terus Dilibatkan dalam Proses Politik di Negeri Ini
Baca Juga: Pendidikan Ponpes Al-Zaytun
negara islam indonesia nii kartosuwiryo kartosoewirjo pemberontakan di/tii
Minta bantuan nya"kpd admin"apakah gerakan Nii/Di/Tii diakui secara de facto dan de jure mksh.wassallam.
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024