CARITAU JAKARTA – Negara Islam Indonesia (NII) didirikan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosewirjo beberapa tahun setelah Indonesia merdeka dengan organisasi bernama Darul Islam (DI).
Kartosoewirjo dan pengikutnya melakukan pemberontakan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia berdasarkan hukum syariah hingga pada akhirnya tahun 1962, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Baca Juga: Sidang Tuntutan Panji Gumilang
Perjuangan NII setelah kematian Kartosoewirjo masih berlanjut sampai saat ini, di mana sel-sel organisasi dan pengikut NII disinyalir malah semakin meluas dan bertambah hingga jutaan orang di seluruh Indonesia.
Meski setelah kematian Kartosoewirjo, NII pecah menjadi dua kelompok, yaitu NII Fillah yang setuju menghentikan kegiatan separatisme dan dekat dengan Orde Baru, serta NII Sabilillah yang meneruskan perjuangan Kartosoewirjo dengan melakukan perang fisik.
NII Fillah kemudian menjalin hubungan dekat dengan pemerintah setelah dirangkul oleh Ali Moertopo - tokoh intelijen zaman Soeharto.
"NII dipakai Ali Moertopo untuk memenangkan Golkar sejak tahun 1977. Hingga sekarang ada tiga faksi yang setidaknya dipakai pemerintah untuk melancarkan program politik," kata Al Chaidar, pengamat terorisme yang juga mantan anggota NII.
Sementara itu, NII Sabilillah berkembang dengan sembilan faksi Komandemen Wilayah (KW) dari Priangan Utara, Priangan Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Aceh, Lampung dan Jakarta Raya.
Beberapa nama besar di dunia terorisme seperti Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir adalah kader NII dari Jawa Tengah. Mereka kemudian membuat organisasi baru dengan mendirikan Jamaah Islamiyah (JI) yang kemudian menjadi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) - pelaku teror Bom Bali I, Bom Bali II, Bom JW Marriot, Kedubes Australia, dan aksi lainnya.
Pada 2008, MMI terpecah dan terbentuk jaringan-jaringan teroris seperti Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Mujahidin Indonesia Barat (MIB), Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ISIS, serta Jamaah Ansharut Khilafah (JAK).
Jaringan-jaringan ini yang melakukan beberapa aksi teror dalam beberapa dekade terakhir.
Kembali soal NII, dari beberapa Komandemen Wilayah (KW) yang terbentuk, KW 9 (wilayah Jakarta dan sekitarnya) yang dipimpin oleh Abu Toto atau dikenal sebagai Panji Gumilang yang paling mencuat.
“Mereka tumbuh pesat dan mencapai sukses besar dalam perekrutan Jemaah dan pengumpulan dana,” kata Ken Setiawan, pemimpin NII Crisis Center yang juga mantan anggota NII KW-9 seperti dikutip dari bbc.com.
"KW 9 itu kan dianggap bagus karena ketika dipegang oleh Panji Gumilang sukses dalam hal pendanaan dan pengrekrutan jamaah baru," imbuhnya.
Dari sukses pengumpulan dana inilah, lanjut Ken, Panji Gumilang membangun komplek pondok pesantren Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, yang besar (bahkan jadi pesantren terbesar se-Asia Tenggara) dan berfasilitas bagus.
Oleh Abu Toto, Pesantren Al-Zaytun kemudian dinobatkan menjadi ‘ibu kota’ NII KW-9.
Sebagai informasi, Panji Gumilang adalah seseorang yang menjadi pimpinan dan pendiri pondok pesantren Al-Zaytun. Belakangan ini, pondok pesantren itu menjadi sorotan publik disebabkan karena banyaknya kontroversi.
Kabar soal kemegahan Pesantren Al Zaytun sudah banyak diliput media. Banyak orang dibuat kagum dengan kemegahan dan kemewahan pesantren yang terletak di Indramayu, Jawa Barat ini.
Sayang, kemegahan itu sengaja disembunyikan. Abu Toto dengan membuat pagar tembok setinggi 2,5 meter sepanjang kurang lebih 2 kilometer membentang membatasi Al Zaytun dengan dunia luar. Tembok pagar tersebut diberi nama Abu Nawas dengan lubang-lubang di tengahnya mirip pagar rumah di Timur Tengah.
Dilansir dari facebook NII Crisis Center, digambarkan bahwa setelah melewati gerbang Abu Nawas dan melalui jalan berlubang dan berdebu, terhamparlah gedung-gedung megah yang dihiasi oleh berbagai jenis pohon, tumbuh subur di antara gedung-gedung megah tersebut.
Pohon Jati Emas, Tien, Zaytun dan buah-buahan lain tumbuh subur di Al-Zaytun. Di sepanjang jalan, ditanami pohon Sawo kecik pada sisi kiri dan kanan jalan sebagai peneduh jalan. Buah-buahnya mengguntai, menggoda untuk dipetik.
Anda tidak akan menemukan sedikitpun polusi di kawasan Al Zaytun. Seluruh pergerakan orang dilakukan dengan sepeda, jika tidak harus berjalan kaki. Begitu juga rokok, seluruh santri dan semua penghuni di tempat ini dilarang merokok.
Pembangunan Al-Zaytun dimulai pada 13 Agustus 1996, yang dibentuk oleh Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) pimpinan Panji Gumilang. YPI sendiri mulai dibentuk 1 Juni 1993. Pembukaan kampus dilakukan 1 Juli 1999 dan diresmikan pada 27 Agustus 1999 oleh Presiden RI kala itu, BJ Habibie.
Al Zaytun punya enam gedung sebagai tempat belajar mengajar. Gedung tersebut yakni gedung Abu Bakar Al-Shiddiq, Gedung Umar Ibnu Khaththab, Gedung Utsman Ibnu Affan, Gedung Ali bin Abi Thalib yang nama sahabat Nabi. Sedangkan dua gedung lagi diambil dari mantan Presiden pertama dan kedua RI, Soekarno dan HM Soeharto.
Sedangkan untuk tempat santri istirahat, ada gedung asrama Al-Mushthofa, Gedung Al-Fajr, Gedung Al-Nur, Gedung Al-Madani, Gedung Persahabatan dan Gedung Syarifah Hidayatullah.
Bangunan gedung di Al-Zaytun juga bergaya Timur Tengah dengan adanya bulatan setengah lingkaran seperti pada pintu masjid. Warna putih dan coklat mendominasi setiap bangunan.
Selain gedung sekolah dan gedung asrama, Al-Zaytun juga memiliki fasilitas pendukung lainnya seperti gedung Perkuliahan Serba Guna yang diberi nama Gedung Tan Sri Dato Ismail Hussein. Terdapat juga sarana olahraga seluas 26 hektar. Sarana olahraga dilengkapi dengan lapangan sepak bola lengkap dengan track atletik dengan standar internasional yang diberi nama Lapangan Sepak Bola Palagan Agung.
Salah satu bangunan yang menjadi ikon dari Al-Zaytun adalah Masjid Rahmatan Lil Alamin yang diperkirakan mampu menampung 150 ribu jamaah. Pembangunan masjid megah dengan tinggi sekitar 40 meter itu tak rampung akibat kekurangan dana.
Lalu dari manakah dana pembangunan pesantren megah ini berasal? Sejumlah mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII) KW 9 menyatakan dana pembangunan Al Zaytun merupakan uang yang dikumpulkan oleh anggota NII dengan menghalalkan segala cara. Saat ini NII KW 9 menjadi kelompok yang meresahkan terkait perekrutan anggota dengan metode cuci otak.
Selain itu Al-Zaytun mendapat tudingan lain yang lebih seram: pengembang megaproyek untuk menggodok kader-kader militan Negara Islam Indonesia. Kecurigaan ini dikemukakan aktivis Islam, Al Chaidar. Penulis sejarah DI/TII Kartosoewirjo ini mengaku sempat jadi bagian NII pimpinan Panji Gumilang yang dikenal sebagai NII Komandemen Wilayah (KW) 9.
Al Chaidar mulai bergabung dengan NII wilayah IX pada 1991. Saat itu, ia masih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Ia dipercaya jadi komandan di Bekasi Barat. Tugasnya, selain merekrut anggota sebanyak mungkin, juga mengumpulkan dana.
Al Chaidar, seperti dikutip dari gatra.com, selama lima tahun mengaku berhasil menggaet sekitar 2.000 anggota dan mengumpulkan uang Rp 2 miliar. Duit itu untuk membangun Ma’had Al-Zaytun. Namun, modus penggalangan dana ini menghalalkan berbagai cara, seperti mencuri atau menipu orang.
Dalam doktrin NII, menurut Al Chaidar, semua yang berada di luar kelompoknya dianggap kafir. Halal darah dan hartanya. Untuk jadi anggota NII harus menyatakan diri ‘hijrah' –pindah kewarganegaraan. Sebagai buktinya, mereka harus memberikan sedekah Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta.
Masih versi Al Chaidar, berjubelnya pungutan jadi ciri khas NII Wilayah 9. Dosa besar seperti zina bisa ditebus dengan duit. Makin besar setorannya, makin terhapus dosanya. Zakat fitrah dan kurban juga bisa diganti dalam bentuk uang. Jumlahnya tak dibatasi. Sebab, menurut Al-Zaytun, zakat yang ditakar tak mungkin bisa membersihkan dosa setahun. Pemanfaatan dana dari setoran zakat dan kurban pun bukan untuk fakir miskin, melainkan pembangunan pesantren.
Selain itu, semua anggota tak terikat dengan kewajiban syariat Islam, seperti salat dan puasa. Alasannya, sebelum negara Islam ditegakkan, ibadah itu belum diwajibkan. Yang diutamakan adalah aktivitas merekrut anggota dan mengumpulkan dana.
Cerita ini persis dengan yang ditemukan Tim Investigasi Aliran Sesat (TIAS), bentukan FUUI. Karena itu, forum ini mengeluarkan fatwa sesat terhadap Al-Zaytun, 16 Februari tahun silam. Sejak itu pula, menurut Athian Ali Dai, pengaduan para orangtua korban NII KW IX bertambah banyak. (DIM)
Baca Juga:
GP Ansor Dharmasraya: Jangan Cepat Puas dengan Cabut Baiat NII
Ketua DPRD Dharmasraya: Mereka yang Sudah Cabut Baiat NII Jangan Dikucilkan
Pengakuan Perempuan Peserta Cabut Baiat NII: Tak Tahu di Mana Suami Saya Sekarang
Anggota Negara Islam Indonesia (NII) Terbesar di Sumbar dan Cabut Baiat 391 Warga Dharmasraya
Mantan Anggota NII: NII Tidak Mewakili Agama Manapun karena Mengajak Memberontak
Ketua LKAAM Dharmasraya: NII Mengincar Mereka yang Ekonominya Morat-Marit
Al Chaidar: NII Palsu Terus Dilibatkan dalam Proses Politik di Negeri Ini
Baca Juga: Panji Gumilang Tersangka, Aktivis Yahudi Sayangkan Sikap Polisi
nii pasca kartosoewirjo kw-9 dan ma’had al zaytun simbol puncak kejayaan terorisme khilafah negara islam indonesia panji gumilang
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024