CARITAU JAKARTA - Kongres Pemuda Indonesia (KPI) melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) perihal amar keputusanya yang telah meminta dan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pemilu 2024 buntut gugatan yang diajukan oleh Partai Prima beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, Majelis Hakim PN Jakpus dilaporkan oleh KPI ke Komisi Yudisial. Laporan itu dilayangkan KPI lantaran Majelis Hakim PN Jakpus diduga dalam putusanya melanggar kode etik hakim. Sementara laporan itu teregister atas nomor pendaftaran 0405/III/2023/P.
Baca Juga: Melalui Program Kampung Minapolitam, KPI Berkontribusi Ciptakan Lapangan Kerja Baru
Kuasa Hukum Pelapor, Pitra Romadoni Nasution menyebut, laporan yang dilayangkan ke KY itu dilakukan lantaran putusan Majelis Hakim PN Jakpus yang meminta KPU RI untuk menunda Pemilu 2024.
Pitra menilai, keputusan untuk melayangkan laporan ke KY itu dilakukan lantaran pihaknya sudah lebih dahulu mempelajari keputusan PN Jakpus soal tunda Pemilu tersebut. Atas dasar itulah, lanjut Pitra, ia meyakini terdapat dugaan pelanggaran etik atas keputusan PN Jakpus itu.
"Pada hari ini kita melaporkan resmi majelis hakim yang memutus mengadili dan memeriksa perkara nomor 757 Pengadilan Negeri Jakpus, karena kami menilai di dalam amar putusan tersebut yang telah kami peroleh dari SIPP," kata Pitra Romadoni Nasution di Gedung KY, Senen, Jakarta pusat, Senin (6/3/2023).
Dalam keteranganya, Pitra menilai, bahwa PN Jakpus dalam mengadili dan memutuskan soal perkara gugatan Partai Prima, telah melampaui kewenangannya. Hal itu lantaran, harusnya PN Jakpus tidak memiliki wewenang mengenai hal putusanya untuk menunda pemilu.
Menurut Pitra, dalam perkara itu, seharusnya yang memiliki wewenang kompetensi absolut dalam membahas perkara tersebut adalah PTUN dan Bawaslu RI. Hal itu lantaran, PN Jakpus pada kasus ini hanya bisa memutuskan soal masalah perdatanya bukan perihal hukum ketatanegarannya.
"Saya kira masyatakat Indonesia mengerti terkait aturan hukum dan prosedur, bagian-bagian mengenai terkait dengan permasalahan parpol, mana ada kaitan PN Jakpus mengadili persoalan parpol, itu adalah kewenangannya administrasi negara, yaitu kewenangan PTUN," ujar dia.
Disisi lain, Pitra menilai, putusan PN Jakpus itu juga telah melanggar amanah pada konstitusi yang diatur didalam Pasal 25 E Undang-Undang (UUD) 1945. Selain itu, Putra juga menyoroti soal dugaan kejahatan ham dalam amar putusan yang ditetapkan PN Jakpus.
Hal itu lantaran, menurut Pitra, bahwa dalam proses rangkaian persidangan yang dijalankan di PN Jakpus itu ada dugaan ketidakselarasan antara nama penggugat yang tercatat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus dengan amar putusannya.
Pitra mengungkapkan, hal itu terungkap karena didalam SIPP PN Jakpus nama penggugat yang tercatat adalah nama perseorangan sementara didalam amar putusan soal perintah penundaan pemilu kepada KPU, nama penggugat tertulis atas nama partai politik (parpol).
"Anehnya diamar putusan di poin dua yang bersangkutan menyatakan penggugat adalah parpol. Sedangkan di SIPP penggugat adalah partai politik," ucap Pitra.
"Ini aneh, gak nyambung, lain cerita kalau dia menyaatakan penggugat adalah pengurus parpol, ketua atau sekertearis itu masih logika, kalau dia perorangan diakatakan parpol gak nyambung logika hukumnya," lanjut dia.
Selain itu, Pitra juga turut menyoroti ikhwal amar putusan petitum nomor 5 yang berisi tentang perintah menghukum pihak tergugat yakni KPU RI untuk tidak melaksanakan sisa dari proses tahapan pemilu 2024 yang menyebutkan bahwa sejak putusan diucapkan KPU diperintah untuk menunda pemilu hingga tahun 2025.
"Sedangkan agenda pemilu yg diatur dalam UUD 1945 dan PKPU, itu pemilihan dilaksanakan pada 14 Februari 2024, kalau PN memutuskan tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan diucapkan, artinya dia meminta agar melaksanakan tahapan pemilu itu lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. Berarti kan Pasal 22E UUD 1945 telah ditabrak dan menurut saya putusan ini inkonstitusional," tutur Pitra.
Diketahui sebelumnya, Parta Rakyat Adil Makmur (Partai Prima) telah mengklarifikasi perihal aksi gugatanya ke PN Jakpus. Dalam petitumnya soal alasan melayangkan gugatan kepada PN Jakpus itu Partai yang dikomandoi mantan aktivis 98 itu yakni dalam rangka mendorong agar tahapan pemilu 2024 diulang kembali.
Ketua Umum Partai Prima, Agus Jabo Priyono, mengatakan mereka sengaja mengupayakan hal tersebut agar partainya bisa ikut serta dalam kontestasi pemilu. Sebab menurut pria yang akrab disapa Jabo itu, jika tahapan pemilu saat ini terus berlanjut, maka partainya dipastikan tidak dapat ikut pemilu 2024. Hal itu, lanjut Jabo, lantaran Partai Prima telah dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh KPU RI.
“Kalau tahapan pemilu tetap dilanjutkan, otomatis Prima, yang dalam proses verifikasi dicurangi, tidak ikut,” ujar Jabo kepada awak media di Kantor DPP Prima, Jakarta Pusat, Jumat (3/3/2023).
Jabo mengungkapkan, sebelumnya Partai Prima melakukan berbagai upaya untuk mencari jalan keadilan dalam perkara keputusan KPU perihal status TMS sebelum memutuskan melayangkan gugatan ke PN Jakpus.
Jabo menambahkan, bahkan Prima sendiri juga sempat melayangkan gugatan sengketa pemilu soal verifikasi partai politik tersebut ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, terkait status Prima yang dinyatakan TMS oleh KPU namun telah ditolak atau tidak ditindaklanjuti.
"Maka kemudian, atas nama hak asasi manusia sebagai warga negara yang punya hak politik, kami mengajukan permohonan gugatan ke pengadilan negeri,” tandas Jabo. (GIB/DID)
Baca Juga: Kasus Korupsi BTS Kominfo, Jaksa Sebut Plate Difasilitasi Main Golf dan Perjalanan ke Luar Negeri
kpi laporkan majelis hakim pn jakpus komisi yudisial putusan pn jakpus tunda pemilu
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...