CARITAU JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) resmi menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo selaku terdakwa dari kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang dieksekusi di rumah dinas miliknya yang berlokasi di komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Juli 2022 lalu.
Vonis terhadap Ferdy Sambo itu, disebut-sebut sebagai salah satu momentum sejarah bagi PN Jaksel karena kali pertama telah memutuskan vonis hukuman mati terhadap seorang terdakwa. Dalam perkara tersebut, Ferdy Sambo didakwa terbukti menjadi otak pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Baca Juga: Majelis Hakim PN Jaksel Tolak Gugatan Praperadilan Firli Bahuri
"Mengadili, menyatakan Terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," kata Hakim Ketua Wahyu Imam Santoso di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
Sementara itu, narasi mengenai vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo sebagai sejarah kali pertama putusan PN Jaksel itu sempat diucap oleh Pakar Hukum Pidana yang juga memiliki pengalaman sebagai Hakim, yakni, Asep Iwan Iriawan.
Dalam keteranganya, Asep mengungkapkan, bahwa putusan vonis hukuman mati biasanya sering diputuskan oleh Pengadilan Negeri Kota Tanggerang, Banten. Ia menegaskan, bahwa pengadilan Tanggerang Banten itu sangat dikenal dengan sebutan pasukan mati.
“Kalau perkara pembunuhan, perkara narkotika, perkara-perkara berat itu kiblatnya Tangerang. Tangerang itu dikenal dengan pasukan berani matinya,” ujar Asep.
“Beberapa hakim Tangerang itu memang dikenal sampai sekarang, dimana pun bertempat, kalau ini (Ferdy Sambo) masuk (Pengadilan Tangerang) pasti kena (hukuman mati)," sambungnya.
Dalam keteranganya, Asep menyebut biasanya pada kasus-kasus yang ditangani di PN Jaksel biasanya bukan perkara kasus yang ancaman hukumanya tinggi. Salah satunya, kata Asep, mengenai kasus korups BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
Menurut keterangan Asep, dalam jenis perkara kasus korupsi yang ditangani Pengadilan di Jakarta, biasanya kiblat untuk hukuman berat atau maksimal diputuskan lelh PN Jakarta Pusat.
Salah satunya, lanjut Asep, yakni PN Jakpus pernah resmi menjatuhkan hukuman maksimal terhadap kasus BLBI tersebut. Namun saat itu di PN Jaksel kasus serupa dinyatakan bebas.
“Kalau kiblatnya selatan, dari dulu, kalau perkara korupsi, kami di Pusat, BLBI ya, saya hajar seumur hidup konglomerat hingga Gubernur BI-nya, tapi selatan (PN Jakarta Selatan) bebas,” kata Asep.
Tidak hanya itu, Asep mengatakan bahwa ada juga salah satu contoh kasus pembunuhan yang melibatkan penegak hukum namun putusan vonis hukumannya hanya diputuskan beberapa tahun.
“Sama juga ketika perkara pembunuhan melibatkan penegak hukum, di selatan itu hukumannya tahunan, kalau Tangerang, pasti kalau enggak hukuman mati ya seumur hidup,” tandas Asep.
Diketahui sebelumnya, PN Jaksel telah resmi menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa otak pembunuhan berencana, Ferdy Sambo. Keputusan vonis mati itu disampaikan langsung oleh pimpinan sidang Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso di ruang sidang utama Prof Oemar Seno Adji, PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
Dalam keteranganya, Hakim menilai, Ferdy Sambo telah terbukti bersalah denga melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di rumah dinas milik miliknya di komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Ferdy Sambo berupa pidana hukuman mati dan Pidana tambahan, (terdakwa) dipecat dari dinas Kepolisian Republik Indonesia (Polri)," kata Hakim saat membacakan putusan vonis di ruang sidang utama Prof Oemar Seno Adji, PN Jaksel.
Dalam putusan sidang tersebut, Ferdy Sambo dinilai terbukti bersalah lantaran telah terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Untuk itu Hakim juga memerintahkan agar terdakwa Ferdy Sambo tetap ditahan.
Dalam persidangan sebelumnya, Ferdy Sambo mengklaim bahwa pertama kali dia terpikirkan skenario tembak-menembak setelah Bharada Richard Eliezer menembak Brigadir Yosua hingga Yosua tergeletak bersimbah darah di rumah dinasnya pada 8 Juli 2022 lalu.
Dalam keteranganya, Ferdy Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Divisi Propam (Kadiv Propam) Polri mengklaim, bahwa tragedi tembak menembak antara Richard Eliezer dan Brigadir J dengan dibuat untuk melindungi Bharada E dari jeratan hukum.
Kendati demikian, vonis hukuman mati yang telah disampaikan Hakim Wahyu terhadap Ferdy Sambo itu diketahui lebih berat dari tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelum nya mendakwa Sambo dengan tuntutan penjara seumur hidup.
Sementara dalam perkara kasus perintangan penyidikan skasus tim JPU dalam tuntutannya mendakwa Sambo melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (GIB)
vonis mati ferdy sambo sidang vonis pembunuhan brigadir j pn jaksel ukir sejarah penetapan hukuman
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...