CARITAU JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Oemar Sharif Hiariej menanggapi penetapan vonis hukuman mati terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Diketahui pasca penetapan vonis mati terhadap Sambo oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, publik menyoroti aturan pidana hukuman mati yang termaktub dalam UU No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyebutkan vonis hukuman mati akan mendapat masa percobaan selama 10 tahun.
Baca Juga: Lantik Notaris Baru, Kanwilkumham DKI Ingatkan Jangan Salahgunakan Wewenang
Pasalnya, vonis hukuman mati yang ditetapkan oleh PN Jaksel Senin (13/2/2023) itu disinyalir dapat berubah jika nanti Ferdy Sambo tercatat memiliki kelakuan baik selama menjalani masa tahanannya. Selain itu sejumlah pihak juga turut menilai dan menduga bahwa pasal itu sengaja dipersiapkan untuk Ferdy Sambo agar lolos dari hukuman mati.
Menanggapi hal itu, Edward mengatakan, bahwa KUHP baru sejatinya tidak bisa diterapkan dalam kasus vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Hal itu lantaran KUHP yang diputuskan melalui UU No 1 Tahun 2023 tersebut akan efektif diberlakukan pada tanggal 02 Januari 2026 atau tiga tahun setelah diundangkan.
"KUHP baru ini akan berlaku efektif pada Januari 2026. Artinya vonis Sambo ini telah dijatuhkan berdasarkan pasal 10 KUHP lama yang memang masih berlaku. Sementara KUHP nasional ini baru akan berlaku pada Januari 2026," kata Edward, Kamis (16/2/2023).
Kendati demikian, ia mengungkapkan, bahwa yang harus dipahami terhadap vonis mati Sambo tersebut yakni terkait keputusan incraht yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan soal hukum pidana.
Pada aturan itu, keputusan dari PN Jaksel yang memvonis Sambo dengan hukuman mati itu belum bisa dikatakan incraht apabila pihaknya menyatakan akan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi.
"Jadi yang harus dipahami oleh masyarakat itu supaya tidak tersesat oleh komentar komentar yang tidak paham akan azas teori dan dasar hukum yang jelas yakni, bahwa keputusan dari pengadilan inikan belum berkekuatan hukum tetap. Ada banding, ada kasasi, bahkan setelah kasasi dia (Sambo) bisa mengajukan peninjauan
kembali (PK)," jelasnya.
Edward menjelaskan, hal yang paling penting pada keputusan hukuman mati terhadap Sambo itu yakni kapan keputusan incrah itu ditetapkan. Sebab, berdasarkan keputusan yang ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Ferdy Sambo bisa saja memakai kesempatan banding dengan Peninjauan Kembali yang ketentuannya dapat diajukan lebih dari satu kali alias berkali-kali.
"Bahkan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi itu menyebutkan Peninjauan kembali itu dapat dilakukan lebih dari satu kali, jadi tidak ada batasan mengenai berapa kali mengajukan PK," ungkap Edward.
Edward menuturkan, kesempatan untuk ajukan peninjauan kembali acapkali dipakai terpidana mati sebagai salah satu siasat untuk menunda-nunda eksekusi. Bahkan, lanjut, Edward, cara tersebut acapkali dilakukan para terpidana mati dengan masa waktu berkali-kali yang bertujuan dalam rangka untuk menunda waktu eksekusi hukuman matinya.
Berdasarkan hal itu, Edward mengungkapkan, bahwa jika nantinya Ferdy Sambo akan ajukan banding hingga ketingkat kasasi bahkan sampai tingkat peninjauan kembali hingga putusanya sampai pada tahun 2026, maka hukuman yang akan diberlakukan adalah hukuman KUHP baru atau KUHP nasional.
"Jadi kalau seandainya waktunya eksekusinya itu sampe KUHP itu berlaku, maka berdasarkan pasal 3 KUHP nasional, soal terperiksa, terlapor, tersangka, terdakwa, terpidana harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan," ungkap Edward.
Edward menambahkan, apabila nanti eksekusi terhadap Ferdy Sambo terus tertunda sampai tahun 2026, maka bukan tidak mungkin dirinya akan mendapatkan kesempatan untuk memakai masa percobaan 10 tahun dengan ketentuan jika selama masa penahanannya berkelakuan baik maka hukuman vonis mati bisa berubah jadi 20 tahun penjara atau seumur hidup.
"Artinya kalau ini (eksekusi Sambo) ini terus ditunda sampe tahun 2026 maka itu yang akan diberlakukannya adalah KUHP Nasional, yakni masa percobaan 10 tahun. Nah masa percobaan ini nanti dilihat kalau dia berkelakuan baik maka bisa diruba menjadi pidana seumur hidup atau 10 tahun. Tapi kalau dia tidak berkelakuan baik maka eksekusi akan dilakukan," terang dia.
Dalam keteranganya, Edward menepis kabar soal KUHP baru atau KUHP nasional itu diperuntukan untuk Sambo agar lolos dari jeratan hukuman mati. Edwar menjelaskan, percobaan hukuman 10 tahun itu kepada terpidana mati seyogyanya sudah dipersiapkan lebih dari 10 tahun lalu.
Edward menuturkan, aturan mengenai hukuman mati itu sejak 10 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2006 telah dilakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan uji materi itu, keputusanya yakni, lima orang hakim setuju mempertahankan hukuman mati, sedangkan empat hakim lainnya setuju aturan mengenai pidana mati dihapuskan.
Edward mengatakan, putusan MK tersebut bersifat harus dipatuhi dan bersifat mengikat atau Ragil decidendi dengan keputusan yang telah menetapkan bahwa terpidana mati patut dipikirkan agar dapat diberikan masa percobaan hukuman selama 10 tahun.
Selain itu, Edward menambahkan, bahwa dalam pertimbangan itu disebutkan apabila terpidana mati berkelakuan baik, maka bisa diubah dari dari pidana mati itu menjadi pidana seumur hidup atau pidana sementara waktu.
"Jadi ini sesuai dengan visi dari KUHP nasional yang disahkan pada 6 Desember 2022. Kemudian diundangkan pada 2 Januari 2023, yakni dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023," tandas Edward. (GIB)
Baca Juga: Divonis 13 Tahun Penjara, Ricky Rizal: Saya Tak Pernah Punya Niat Bunuh Yoshua
vonis mati ferdy sambo belum incraht kemenkumham wamen pembunuhan brigadir j
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...