CARITAU JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pekan ini baru saja mengesahkan Rencana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) untuk diundangkan. Pengesahan itu disepakati di parlemen dalam rapat paripurna yang diselenggarakan pada Selasa (6/12/2022) silam.
Namun sebelum disahkan dalam sidang Paripurna, publik menyoroti dan mengkritisi puluhan pasal yang dinilai sangat kontroversial. Salah satunya mengenai pasal hukuman mati. Dalam pasal tersebut, Hakim menjatuhkan hukuman mati dengan masa percobaan selama sepuluh tahun.
Artinya, jika terpidana mati yang telah mendapat keputusan tetap (inkracht), dan dinilai berkelakuan baik selama masa percobaan maka hukumannya bisa turun menjadi hukuman seumur hidup.
Baca Juga: IPW Harap Bharada E Bisa Bertugas Kembali di Kepolisian
Sejumlah pihak pun mengaitkan pasal tersebut dengan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo, beserta Putri Candrawahit dan tiga mantan ajudanya.
Terlebih kelimanya didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan dakwaan pasal pembunuhan berencana 340 subsider 338 KUHP Jo pasal 55 ayat 1 dan 56 ayat 1 dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Pengamat hukum pidana Abdul Fikar Hajar mengungkapkan, berdasarkan aturan, Ferdy Sambo beserta istri dan tiga ajudan tidak bisa diberlakukan ancaman hukuman dengan aturan yang termaktub di dalam KUHP baru.
Pasalnya, lanjut Fikar, KUHP yang disahkan lewat Paripurna DPR tersebut baru akan berlaku tiga tahun kedepan.
"Pada kasus Ferdy Sambo tidak bisa pakai KUHP baru, karena peristiwanya terjadi sebelum KUHP baru disahkan," terang Fikar kepada wartawan, Kamis (8/12/2022).
Selain itu, Fikar mengatakan, bahwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, di rumah dinas milik Ferdy Sambo yang berlokasi di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan itu terjadi sebelum KUHP disahkan.
"Lagi pula KUHP baru baru akan berlaku tiga tahun kedepan," jelas Fikar.
Kendati demikian, Fikar menilai selain aturan tentang hukuman mati yang dikaitkan dengan kasus Sambo dan telah menghebohkan publik, terdapat pasal lain yang juga masih bermasalah.
Fikar menambahkan, pasal bermasalah itu, yakni mengenai pasal yang termaktub dalam KUHP baru yakni mengenai pasal tentang penghinaan presiden dan pejabat umum.
"Pasal ini berlebihan karena Presiden dan pejabat umum itu kan institusi yang memang dibentuk dan diangkat untuk melayani rakyat, jadi klo menerima kritik, pendapat bahkan penghinaan adalah sebagai sebuah konsekwensi yang harus diterima dari jabatan," tandas Fikar. (GIBS)
Baca Juga: Tak Terima Suaminya Dituntut Satu Tahun Penjara, Istri Arif Rachman Salahkan Sambo
kuhp baru pasal hukuman mati jerat dakwaan sambo pembunuhan brigadir j
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024