CARITAU JAKARTA – Memperpanjang masa jabatan presiden bisa menimbulkan tragedi politik dan kemanusiaan, sehingga para politisi atau partai politik yang mendorong penundaan Pemilu harus berkaca pada sejarah Pemilu saat Indonesia pernah mengalami empat kali pemunduran atau penundaan Pemilu.
"Memperpanjang masa jabatan presiden akan dapat menimbulkan tragedi-tragedi politik dan kemanusiaan," ungkap Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, saat diskusi daring bertajuk ‘Telaah Kritis Usul Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden’ yang dilaksanakan Rabu (9/3/2022).
Baca Juga: Suara Anies Bakal Jeblok Jika Gandeng Airlangga, Upaya 'Penjegalan' Tak Berhubungan dengan KPP
Oleh sebab itu, menurut Ray, para politisi atau partai politik yang mendorong penundaan Pemilu harus berkaca pada sejarah Pemilu tempo dulu, saat Indonesia pernah mengalami empat kali pemunduran atau penundaan Pemilu.
"Praktek ketatanegaraan kita pernah mengalami empat kali pemaksaan pemunduran Pemilu, yakni tahun 1946 ke 1955, 1955 ke 1968, 1968 ke 1971 dan pemilu 1971 ke 1977," tutur Ray Rangkuti.
Dari empat kali pemunduran atau penundaan Pemilu itu, hampir selalu terjadi tragedi-tragedi politik.
Menurut Ray, Indonesia yang menyandang predikat sebagai negara demokratis, maka seharusnya partai politik menjunjung tinggi nilai-nilai konstitusi.
"Tidak boleh bermain-main dengan masa jabatan (presiden) kita. Di negara demokratik, masa jabatan presiden tidak boleh lebih dari 10 tahun," kata Ray Rangkuti.
Saat ini wacana tentang perpanjangan masa jabatan Presiden dan penundaan Pemilu memang semakin kencang berhembus dalam ruang konstelasi politik nasional.
Wacana mencuat setelah sejumlah tokoh Parpol nasional menyatakan dukungan untuk penundaan pemilu.
Tokoh politik yang mendukung berasal dari beberapa partai, mulai dari Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartanto dan Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan.
Sebaliknya, beragam komentar penolakan juga terus mengalir dari sejumlah elemen masyarakat. Beberapa pakar poitik menilai bila wacana itu terealisasi, maka akan menimbulkan reaksi penolakan dari masyarakat yang prodemokrasi dan dapat menimbulkan kemunduran sistem politik tanah air.
Pernyataan penundaan Pemilu pertama kali digaungkan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada awal Januari 2022.
Saat diskusi Survei Indikator Politik, Bahlil mengatakan, rata-rata pelaku usaha meminta agar penyelengara negara mempertimbangkan opsi menunda jadwal Pemilu 2024 dengan alasan perekonomian nasional sedang dalam masa pemulihan.
"Kalau kita mengecek dunia usaha, rata-rata mereka berpikir bagaimana proses demokrasi dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan, itu jauh lebih baik," ujar Bahlil pada Senin (10/1/2022).
Pernyataan yang sontak ramai menjadi perbincangan. Bahlil pun segera menglarifikasi bahwa ide perpanjangan masa kepemimpinan Jokowi yang disampaikannya bukanlah murni pendapatnya.
"Ini ide diskusi, bukan pikiran saya. Ini diskusi saya dengan pengusaha. Jangan orang menganggap ini adalah mutlak pikira saya. Ada kekhawatiran, ini (ekonomi) baru mau rebound, kemudia tahun politik masuk. Ini mereka takutkan melahirkan ketidakpastian. Kemudian untuk naik lagi berat," elak Bahlil.
Kita tunggu saja perguliran wacara penundaan Pemilu 2024.(GIBS)
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024