CARITAU JAKARTA – Jaksa Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Fadhil Zumhana menyebut lebih dari 823 perkara tindak pidana umum telah diselesaikan melalui penerapan keadilan restoratif atau restorative justice.
"Lebih dari 823 perkara tindak pidana umum telah diselesaikan oleh kejaksaan melalui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” ujar Fadil saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Fadhil mengungkapkan, jumlah tersebut terhitung sejak diterbitkannya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang ‘Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif’.
Dia mengakui jumlah tersebut memang tidak sebanding dengan banyaknya perkara, sebab proses penghentian penuntutan perkara secara keadilan restoratif dilakukan dengan sangat selektif oleh kejaksaan.
"Proses penghentian penuntutan kasus secara keadilan restoratif dilakukan dengan sangat selektif oleh Kejaksaan dengan dilakukan gelar perkara dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum setiap hari, setiap pagi,” katanya.
Menurutnya, proses penghentian penuntutan perkara dengan keadilan restoratif ternyata sangat mendapat respon positif dari masyarakat, terbukti dengan banyaknya permintaan publik yang berperkara agar permintaan penghentian penuntutan perkaranya dapat diproses berdasarkan keadilan restoratif.
Bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui informasi lebih jelas, Jampidum telah mengeluarkan sejumlah Petunjuk Teknis (Juknis) dalam pelaksanaan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Juknis termuat dalam Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum nomor 01/02/2022 tentang ‘Pelaksanaan Penghentian Berdasarkan Keadilan Restoratif’.
"Pedoman ini memperluas jumlah nilai kerugian tidak terbatas Rp2,5 juta, karena kami melihat potensi kerugian dalam satu tindak pidana dapat melebih Rp2,5 juta. Namun dapat diselesai dengan melalui mekanisme perdamaian dan kata maaf dari korban," tambah Fadil.
Fadhil mengatakan, saat ini jaksa memiliki tugas dan kewajiban baru sebagai mediator penal sehingga penyelesaian penanganan perkara dengan pendekatan keadlan restoratif dapat difungsikan.
Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Aturan tersebut menyebut, penuntut umum saat ini berfungsi sebagai mediator penal, ditunjang dengan aturan main tentang restorative justice. Fungsi mediator penal sebagai penilai teknik mediasi dan penyelesaian yang adil bagi para pihak yang sedang berperkara, serta merupakan amanat dalam basic principle on use restorative justice in criminal matters.
"Administrasi standar kompetensi peraturan etika tentang keadilan restoratif, komunikasi interpersonal menggali aktif pelaku korban dan atau masyarakat. Dalam penyelesaian masalah yang timbul dari kejahatan," pungkasnya.(GIBS)
Baca Juga: Korban Cabut Laporan, Polres Metro Jakarta Barat Bebaskan Selebgram 'Ajudan Pribadi'
Pj Teguh Instruksikan Perangkat Daerah Bersinergi...
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...