CARITAU JAKARTA - Praktisi hukum Sunarno Edy Wibowo meminta Kejati Jatim tidak tebang pilih saat melakukan program Restorative Justice pada perkara narkotika meski hanya pada pengguna dan telah dilakukan profiling lengkap.
"Artinya, harus melakukan RJ pada seluruh pengguna. Sekarang begini, kalau di RJ, RJ semua lah, jangan tebang pilih lah," kata Bowo saat ditemui di PN Surabaya. Kamis (4/8/2022).
Pernyataan Bowo, panggilan akrab Sunarno Edy Wibowo menanggapi Restoratif Justice (RJ) yang diberikan Kejati Jatim kepada PE Bin G, tersangka kasus narkotika dan direhabilitasi di Pusat Therapy dan Rehabilitasi NAPZA Mitra Adhyaksa Pemprov Jatim di RS Jiwa Menur, Surabaya pada Kamis (4/8/2022).
Dosen salah satu perguruan tinggi swasta itu menjelaskan, di dalam etika satu profesi hukum ada 4, yakni advokat, polisi, jaksa, dan hakim. Menurutnya, masing-masing instansi memiliki kewenangan sesuai tupoksinya.
"Punya kewenangan sendiri-sendiri, ketika ada hubungannya RJ, itu gak bisa dipenggal-penggal begitu saja, karena di dalam Undang-Undang no 35 tahun 2009, Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika harus masuk dalam proses persidangan, karena ini sudah diundangkan," ujarnya.
Apabila tidak ada proses persidangan, nantinya jaksa harus sama di mata hukum sebagaimana yang tersirat dalam Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945 yang berbunyi 'Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum' atau tentang konstitusi.
"Kalau begitu, nggak usah tebang pilih. Jadi, semua (di RJ) kalau itu memang berhak," tuturnya.
Ia khawatir, RJ pada perkara narkotika itu justru memantik polemik baru. Bahkan, menimbulkan kegaduhan pada khalayak.
"Kalau terbang pilih, ini nanti ada sesuatu yang kecurigaan, sesuatu yang nantinya masyarakat akan menilai. Pemakai, menyimpan, mengedarkan, menggunakan, dan sebagainya tanpa hak itu 4 tahun (penjara), sesuai pasal 112 Narkotika. Kecuali, memang sudah ada pengaturan dari pihak penyidik," katanya.
Selain itu, Bowo juga menyoroti kewenangan aparat penegak hukum yang seolah diambil oleh pihak tertentu.
"Kewenangan jaksa, hakim, atau polisi jangan sampai diambil oleh seorang advokat, sama-sama ya punya undang-undang. Kalau advokat, punya undang-undang tahun 18 tahun 2003, kalau jaksa punya undang-undang 14 tahun 2006, hakim dan kepolisian juga demikian," katanya.(HAP)
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024