CARITAU MAKASSAR – Jaksa Agung melalu Jaksa Agung Muda Tindak Pidanan Umum (Jampidum) menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice di Kejaksaan Negeri (Kejari) Takalar, Sulawesi Selatan.
Berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif atas nama terdakwa Ilyas Dg Rewa (37) yang merupakan pelaut.
Baca Juga: Banyak Pasal Multitafsir di UU Pemilu, Begini Pandangan Bawaslu dan Kejaksaan
Ekspose perkara restorative justice dilakukan virtual pada Rabu (17/5/2022), dihadiri oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Kordinator pada Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel Febrytrianto dan pemohon restorative justice yaitu Kepala Kejaksaan Negeri Takalar.
Kasi Penkum Kejati Sulsel Soetarmi mengatakan, alasan penghentian kasus tersebut melalui restorative justice dikarenakan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan tindak pidananya hanya diancam pidana penjara tidak lebih dari lima tahun.
"Tindak pidana yang dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp 2,5 juta," kata Soetarmi seusai ekspose perkara, di Makassar, Rabu (17/5/2022).
Selain itu tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan masalah ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, serta tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
"Telah dilaksanakan proses perdamaian, di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. Pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif," jelasnya.
Rusak Dinding Pakai Palu
Kasus pidana yang dilakukan Ilyas terjadi pada Jumat 20 Agustus 2021 sekitar 11.00 Wita, bertempat di SMA Negeri 05 Takalar yang beralamat di Lingkungan Mangadu, Kelurahan Mangadu, Kecamatan Mangarabombang
.
Soetarmi menceritakan, kasus Ilyas bermula saat orang tua tersangka memberikan izin kepada Hj Rosmiati untuk tinggal di dalam lokasi tanah 5x10 meter milik orang tua tersangka yakni Becce Dg Siang.
Kemudian pada 2006 sampai dengan tahun 2007, Hj Rosmiati membangun rumah di atas tanah tersebut, akan tetapi bangunan yang dibangun melewati batas tanah yang telah diberikan oleh orang tua tersangka.
"Mengetahui hal tersebut, tersangka meminta kepada Hj Rosmiati agar mengembalikan kelebihan tanah kepada tersangka, namun Hj Rosmiati tetap meminta untuk membeli tanah tersebut," bebernya.
Tersangka juga telah melibatkan pihak pemerintah setempat untuk memfasilitasi dan memediasi permasalahan yang terjadi antara tersangka dan Hj Rosmiati, namun Hj Rosmiati tidak pernah datang dalam proses mediasi.
"Sehingga mengakibatkan tersangka marah dan tersangka langsung mengambil palu dan melakukan pengeruskaan pada dinding rumah milik korban pada Agsutus 2021. Akibatnya dinding rumah milik korban pada bagian belakang dan pada bagian samping hancur berlubang," jelasnya.
Atas kejadian tersebut, Hj Rosmiati mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp3 juta. Tersangka pun dikenakan Pasal 406 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak Rp4.500.(KEK)
Baca Juga: Jampidum: Lebih 823 Perkara Tindak Pidana Umum Diselesaikan Melalui Restoratif Justice
jampidum penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative justice kejaksaan negeri takalar
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024