CARITAU JAKARTA - Lembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengungkap hasil investigasi perihal masalah sengketa lahan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam. Sengketa itu berimbas memunculkan gelombang penolakan besar dari masyarakat setempat.
Adapun konflik sengketa lahan itu berawal dari pihak swasta yang diwakili Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) mencoba mencaplok lahan yang sudah ratusan tahun ditempati oleh masyarakat.
Adapun saat ini BP Batam hanya mengantongi Surat Keputusan Pemberian Hak Pengelolaan Untuk Area Penggunaan Lain (APL) yang tertulis telah diterbitkan 31 Maret dan akan berakhir pada 30 September 2023.
Diketahui hanya berbekal surat itu, kemudian BP Batam cukup massif melakukan relokasi dengan menerjunkan aparatur kepolisian. Padahal, surat itu tak cukup kuat untuk memaksakan kehendak melakukan relokasi masyarakat. Adapun hingga saat ini BP Batam juga tidak mengantongi izin surat Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Berkaitan dengan hal itu, Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro mengatakan, bahwa masyarakat Pulau Rempang, tetap tegas untuk menolak relokasi yang dilakukan oleh BP Batam dengan alasan secara turun menurun mendiami pulang Rempang.
Dirinya mengungkapkan, alasan lain penolakan relokasi itu juga lantaran masyarakat merasa bahwa tak ada jaminan untuk mencari pekerjaan atau mata pencaharian ekonomi jika berpindah dari lahan mereka.
"Hasil dari investigasi Ombudsman, warga tetap menolak relokasi yang dilakukan oleh BP Batam. Warga sudah turun temurun berada di Pulau Rempang, selain itu juga tidak adanya jaminan terhadap mata pencaharian warga," terang Johanes dalam keterangan tertulis yang dikutip caritau.com, Rabu ( 27/9/2023).
Dirinya menuturkan, adapun temuan lain atas alasan penolakan warga terhadap relokasi lahan itu yakni belum adanya dasar hukum yang dapat menjamin terkait ketersediaan anggaran dalam rangka pemberian kompensasi program secara keseluruhan.
Hal itu menurutnya, dapat memicu konflik masalah baru, lantaran kegiatan relokasi apabila tetap dipaksakan maka berimbas ketidakpastian hukum kepada masyarakat dalam mendapatkan hak-hak kehidupan dan juga ekonomi yang layak sesuai aturan Undang-Undang Dasar 1945.
Johanes menambahkan, berdasarkan hasil dari investigasi sementara juga telah menemukan bahwa pihak Pemkot Batam belum menetapkan batas-batas wilayah seluruh perkampungan tua di daerah tersebut.
"Berdasarkan keterangan dari BP Batam, terkait dengan pemberian kompensasi berupa rumah pengganti maupun uang tunggu dan hunian sementara bagi warga terdampak, memerlukan dasar hukum agar program berjalan,” tandas Johanes. (GIB/DID)
ombudsman ri hasil investigasi kasus rempang bp batam sengketa lahan
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...