CARITAU JAKARTA - Direktur Eksekutif Komisi Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I), Tomu Pasaribu menyoroti rencana pengembangan Rempang Eco City. Dimana belakangan ini pengembangan terganjal oleh konflik agraria yang timbul karena masyarakat di sana menolak untuk direlokasi.
Dalam kasus kisruh di Rempang, dirinya turut mempertanyakan kehadiran negara dalam membela rakyatnya.
Baca Juga: Partai Ummat Beri Jaminan untuk Pembebasan Tahanan Rempang
"Jangan atas nama investasi pemerintah justru mengorbankan rakyatnya sendiri. Terlebih, warga di Rempang saat ini leluhurnya sudah menempati lahannya sejak sebelum Indonesia merdeka," kata Tomu, Rabu (20/9/2023).
Pria yang akrab disapa Tompas ini menegaskan, mengacu pada Undang Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 Ayat 3 menyatakan, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Rakyat ini harus kita maknai adalah rakyat kecil, terutama yang belum sejahtera. Bukan pengusaha yang sudah bergelimang harta apalagi investor asing," terangnya.
Menurutnya, pemerintah juga harus melakukan kajian lebih dalam terkait Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah dipegang investor atau perusahaan tapi sudah puluhan tahun didiamkan.
"Kenapa setelah kurang lebih 20 tahun ujug-ujug pengembang atau pengusaha ini seperti kalap ingin memindahkan warga Rempang. Apa negara justru membantu investor asing mengusir rakyat dari tanah kelahirannya?," ungkapnya.
Tom menjelaskan, pemerintah juga harus teliti dan mewaspadai Geopolitik dan Geostrategi yang dilakukan oleh negara lain, termasuk yang berkedok investasi tapi ujung-ujung menguasai tanah-tanah rakyat atau tanah-tanah negara
"Tidak hanya faktor ekonomi yang perlu kita selalu dengungkan. Penjajahan di era modern juga harus kita waspadai. Kalau saya boleh menggunakan kiasan, kalau pun terpaksa menjadi pencuri sekalipun jadilah pencuri yang beradab," bebernya.
Bukan tidak mungkin, lanjut Tompas, kasus Rempang akan membangkitkan soliditas dan solidaritas dari rumpun Melayu di tanah air. Bahkan, dari seantero negeri.
Ada sebuah pepatah atau gurindam dari tanah Melayu yang harus diteladani pejabat pemerintah Indonesia, "Jikalau berteduh di pohon yang rindang, hendaklah ingat siapa yang menanam."
"Negara ini terbentuk juga dari kerelaan kerajaan-kerajaan pada masanya untuk mendukung dan bergabung dalam bingkai NKRI. Jangan sampai terjadi mereka mengajukan referendum karena hak-haknya sebagai warga negara tidak terlindungi," tandasnya. (DID)
Baca Juga: Tolak Relokasi Pulau Rempang
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024