CARITAU BANDUNG - Aksi unjuk rasa yang dilakukan warga Dago Elos dan diikuti ratusan orang pada Senin (14/8/2023) berujung tindakan represif dari aparat keamanan yang masuk ke perkampungan warga hingga dini hari.
Adapun tujuan dari demonstrasi tersebut dalam rangka pembuatan Laporan Polisi terkait Pemalsuan Ahli Waris dari Warga Dago Elos yang sedang bersengketa dengan Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Disebutkan, di atas lahan tersebut berpuluh tahun sebelumnya berdiri Pabrik NV Cement Tegel Fabriek dan Materialen Handel Simoengan atau PT Tegel Semen Handeel Simoengan, tambang pasir, dan kebun-kebun kecil.
Berpuluh tahun kemudian, kondisinya telah berbeda jauh. Di atas lahan tersebut kini ada kantor pos, Terminal Dago, dan didominasi oleh rumah-rumah warga RT 01 dan 02 dari RW 02 Dago Elos. Namun, tidak seluruh warga RW 02 menempati lahan 6,3 ha yang diklaim keluarga Muller.
Sengketa lahan di Dago Elos Kecamatan Coblong, Kota Bandung, itu bermula pada November 2016 lalu. Warga tiba-tiba digugat generasi ke empat keluarga Muller yang mengaku ahli waris lahan seluas 6,3 hektare melingkup permukiman Dago Elos-Cirapuhan.
Saat itu, warga digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung oleh empat pihak atas nama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, Pipin Sandepi Muller, dan PT Dago Inti Graha.
Mereka mengklaim memiliki Eigendom Verponding, sejenis sertifikat bukti kepemilikan lahan di era Hindia Belanda, diwariskan kakek mereka, George Henrik Muller. Haknya lalu dioper kepada PT Dago Inti Graha, 1 Agustus 2016, lewat direktur utama Orie August Chandra.
Setahun kemudian, pada 24 Agustus 2017, majelis hakim PN Bandung, memenangkan gugatan keluarga Muller. Sejumlah bukti dari warga ditolak karena dianggap tak cukup kuat untuk jadi alas hak.
“Para Penggugat telah berhasil membuktikan riwayat asal usul kepemilikan tanah objek gugatan a quo menurut hukum pertanahan, Para Penggugat berhak untuk mengajukan permohonan hak kepada Kantor Pertanahan Nasional,” dikutip dari salinan putusan Nomor 454/PDT.G/2016/PN.Bdg.
Baca Juga: Sidang Sengketa Tanah, Saksi Ungkap Polisi Sewa Lahan Kepada M Zen untuk Barak
Bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, warga naik banding ke Pengadilan Tinggi Bandung. Majelis hakim saat itu, terdiri dari hakim ketua Arwan Byrin, hakim anggota Achmad Sobari dan Ridwan Ramli, pun merilis putusannya pada 5 Februari 2018. Hasilnya, warga tetap kalah.
Setelahnya, warga kemudian mengajukan Kasasi ke MA. Warga memohon agar pengadilan bisa membatalkan dua putusan awal dari PN Bandung dan Pengadilan Tinggi Bandung. 29 Oktober 2019, jadi titik sejarah bagi warga Elos.
Majelis hakim MA saat itu, terdiri dari hakim ketua Yakup Ginting, serta hakim anggota Ibrahim dan Yunus Wahab mengabulkan permohonan warga. Dua putusan sebelumnya digugurkan.
Dilansir dari laman resmi LBH Bandung, menanggapi pasca dari putusan Kasasi, warga segera untuk mengupayakan tindakan pendaftaran tanah kepada Badan Pertanahan Negara Kota Bandung, terhitung sejak 21 Januari 2021 Warga Kampung Dago Elos Kecamatan Coblong Kota Bandung mengajukan permohonan sertifikasi pendaftaran tanah kepada Kantor Agraria dan Pertanahan (ATR/BPN) Kota Bandung namun hingga sampai saat ini belum ditanggapi oleh kantor BPN Kota Bandung.
Namun sayangnya, sengketa tanah di Dago Elos menemukan babak baru usai putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang terbit tahun ini ternyata menguntungkan keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha. Mereka diprioritaskan memperoleh hak milik tanah, sedangkan warga Elos terancam digusur. (IRN)
Baca Juga: Kronologi Kerusuhan di Dago Elos, Blokir Jalan hingga Ditembak Gas Air Mata
dago elos dago elos melawan sengketa tanah PT Dago Inti Graha Keluarga Muller kasasi
Viral! Video Oknum Relawan Paslon Kotabaru 02 H Fa...
Cara Upgrade Skill Gaming dengan Samsung Galaxy A1...
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...