CARITAU BANDUNG - Aksi unjuk rasa yang dilakukan warga Dago Elos dan diikuti ratusan orang berujung tindakan represif dari aparat keamanan yang masuk ke perkampungan warga hingga dini hari.
Sebelumnya, pada siang harinya, warga Dago Elos menggelar aksi unjuk rasa di Depan Polrestabes Bandung Jalan Merdeka Kota Bandung, Senin (14/8/2023),.
Adapun tujuan dari demonstrasi tersebut dalam rangka pembuatan Laporan Polisi terkait Pemalsuan Ahli Waris dari Warga Dago Elos yang sedang bersengketa dengan Keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha.
Dilansir dari keterangan tertulis warga Dago, mereka ingin memperjuangan hak-hak mereka dan melawan segala bentuk perampasan terhadap ruang hidup, hak atas tempat tinggal dan sumber penghidupan, dan melawan penggusuran dan segala kebijakan yang menindas dan merugikan warga.
Warga pun berdatangan dengan menggunakan spanduk bertuliskan ‘Kita Belum Merdeka’, ‘Dago Melawan’, dan ‘Tanah untuk Rakyat’.
Sayangnya, hingga malam hari Satreskrim Polrestabes Bandung belum bisa membuatkan Laporan Polisi, lantaran pihak warga Dago dianggap belum memenuhi syarat laporan yang dibutuhkan berupa sertifikat.
Dikutip dari akun x.com(twitter) @YLBHI, menuliskan, jika ada anggota Polrestabes melakukan tindakan-tindakan yang kasar, tidak pantas, dan tidak profesional. Akun resmi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia tersebut juga menyebutkan jika polisi tidak bersedia menempuh pro-justicia dalam menerima laporan tindak pidana;
Selain itu, saat pelaporan, salah seorang polisi berkata kasar pada salah seorang warga berupa makian, pendamping hukum juga mendapat perlakuan kasar ditarik dan didorong.
Ketika pendamping hukum masuk ke kantor polisi untuk menjemput warga, beberapa anggota polisi terlibat aksi dorong mendorong dengan anggota tim pendamping hukum. Kecewa dengan perlakuan polisi, usai dari Polrestabes Bandung, warga bergeser ke pemukiman mereka di Dago Elos, Bandung.
Kerusuhan Pecah oleh Gas Air Mata
Kemudian sekitar pukul 20.30 WIB, warga Dago Elos memblokade jalan dan membakar ban serta kayu di tengah jalan. Warga juga sempat berorasi dan membentangkan spanduk tentang sengketa tanah.
Aksi tersebut membuat membuat kemacetan dan mengharuskan polisi menutup jalan dari sebelum SPBU Dago dan meminta kendaraan menuju Dago Atas putar balik. Petugas dari Polrestabes Bandung dan Polda Jabar sempat bernegosiasi dengan warga. Negosiasi sempat berhasil. Namun, tiba-tiba terdengar tiga kali suara tembakan gas air mata ke udara di tengah negosiasi. Sontak hal itu memicu kerusuhan. Warga kemudian melempari petugas dengan batu karena tak terima ditembaki gas air mata. "Mundur-mundur, batu bahaya," kata salah satu petugas yang membubarkan masyarakat yang sedang menonton aksi pemblokiran jalan.
Usai kerusuhan yang pecah di tengah jalan, berdasarkan banyak video yang beredar di linimasa, polisi juga merangsek masuk ke pemukiman warga. Beberapa polisi masuk ke rumah- rumah untuk menyisir warga. Setelah itu polisi membuat barikade di jalan utama arah masuk ke pemukiman.
Dari kejadian tersebut, Ketua PBHI Jabar, 5 Warga Dago Elos, serta 6 Warga solidaritas yang sempat ditangkap sudah dibebaskan pagi ini.
Awal Mula Sengketa
Sengketa lahan di Dago Elos Kecamatan Coblong, Kota Bandung, itu bermula pada November 2016 lalu. Warga dengan tiba-tiba digugat generasi ke empat keluarga Muller yang mengaku ahli waris lahan seluas 6,3 hektare melingkup permukiman Dago Elos-Cirapuhan.
Saat itu, warga digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung oleh empat pihak atas nama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, Pipin Sandepi Muller, dan PT Dago Inti Graha.
Mereka mengklaim memiliki Eigendom Verponding, sejenis sertifikat bukti kepemilikan lahan di era Hindia Belanda, diwariskan kakek mereka, George Henrik Muller. Haknya lalu dioper kepada PT Dago Inti Graha, 1 Agustus 2016, lewat direktur utama Orie August Chandra.
Baca Juga: Awal Sengketa Lahan Dago Elos, Gugatan Keluarga Muller dan Peninjauan Kembali MA
Setahun kemudian , pada 24 Agustus 2017, majelis hakim PN Bandung, memenangkan gugatan keluarga Muller. Sejumlah bukti dari warga dimentahkan, dianggap tak cukup kuat untuk jadi alas hak.
“Para Penggugat telah berhasil membuktikan riwayat asal usul kepemilikan tanah objek gugatan a quo menurut hukum pertanahan, Para Penggugat berhak untuk mengajukan permohonan hak kepada Kantor Pertanahan Nasional,” dikutip dari salinan putusan Nomor 454/PDT.G/2016/PN.Bdg.
Bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, warga naik banding ke Pengadilan Tinggi Bandung. Majelis hakim saat itu, terdiri dari hakim ketua Arwan Byrin, hakim anggota Achmad Sobari dan Ridwan Ramli, pun merilis putusannya pada 5 Februari 2018. Hasilnya, warga tetap kalah.
Selepas itu, warga mengajukan Kasasi ke MA. Warga memohon agar pengadilan bisa membatalkan dua putusan awal dari PN Bandung dan Pengadilan Tinggi Bandung.
29 Oktober 2019, jadi titik sejarah bagi warga Elos. Majelis hakim MA saat itu, terdiri dari hakim ketua Yakup Ginting, serta hakim anggota Ibrahim dan Yunus Wahab mengabulkan permohonan warga. Dua putusan sebelumnya digugurkan. Warga Elos bernapas lega dan merasakan kemenangan, meski untuk sesaat.
Sengketa tanah di Dago Elos menemukan babak baru usai putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang terbit tahun ini ternyata menguntungkan keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha. Mereka diprioritaskan memperoleh hak milik tanah, sedangkan warga Elos terancam digusur. (IRN)
Baca Juga: Polisi Tangkap Penipu yang Bawa Kabur Uang Study Tour SMA di Bandung
dago elos dago elos melawan kerusuhan polrestabes bandung sengketa tanah penggusuran gas air mata
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...