CARITAU JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengeluhkan anggaran dana operasional tahun 2023 yang belum turun dari pemerintah pusat. Hal tersebut berdampak pada tersendatnya penanganan sidang terkait perkara-perkara etik kepemiluan.
Ketua DKPP, Heddy Lugito mengungkapkan jika pihaknya sudah melaporkan perihal mangkraknya dana tersebut ke pemerintah, dengan harapan segera diberikan atensi dan ditindaklanjuti terkait pencairan dana tersebut.
"Sejauh ini DKPP sudah kehabisan anggaran untuk sidang. Pak Mendagri sudah mengajukan ke Menteri Keuangan. Sekarang sedang diproses Menteri keuangan," kata Heddy kepada awak media, Rabu (29/03/2023).
Namun, hingga saat ini, Heddy menuturkan belum mendapatkan kepastian soal waktu kapan dana operasional itu dikucurkan oleh pemerintah. Kondisi tersebut menurutnya berimplikasi pada kegiatan agenda sidang diluar kota karena tidak memiliki biaya untuk operasionalnya.
"(Cairnya) Belum jelas," ujar Heddy.
Ada pun besaran anggaran operasional yang diajukan kepada pemerintah melalui Kemendagri adalah sebesar Rp92 miliar. Anggaran tersebut akan digunakan untuk mengawal sidang-sidang yang digelar di luar kota mengenai perkara dugaan etik kepemiluan.
"Mintanya sekitar Rp92 miliar. Karena anggaran untuk yang sidang luar kota sudah habis kita. Jadi ini enggak bisa sidang luar kota lagi," ucap Heddy.
Atas kondisi ini, untuk menyiasati keadaan, Heddy mengungkapkan, terpaksa untuk melakukan sidang tidak bertatap muka melalui virtual atau zoom meeting. Hal itu dilakukan agar proses pergelaran sidang akan tetap berlangsung meski harus mengalami kendala anggaran.
"Virtual itu untuk menyiasati keadaan pandemi. Tapi setelah pandemi mestinya tidak ada dasar hukum yang begitu. Yang ada cuma sidang di pusat dan daerah," ungkap Heddy.
Dengan kondisi hari ini, menurut Heddy, semestinya DKPP menggelar sidang secara tatap muka langsung agar dapat lebih kondusif. Selain itu, sidang virtual sebetulnya tidak ada aturannya mengingat kondisi hari ini tidak lagi dalam keadaan pandemic.
"Aturan yang sebenarnya, kalau yang melanggar KPU Kabupaten/Kota itu kita sidangnya di Provinsi, kalau yang melanggar KPU atau Bawaslu Provinsi kita sidang di Jakarta," tutur Heddy.
"Aturan sidang virtual itu karena menyiasati keadaan pandemi, begitu. Kalau enggak ada pandemi ya belum ada aturannya," imbuh Heddy.
Saat hendak dikonfirmasi terkait perbedaan soal sidang tatap muka dan tidak gagal muka atau secara virtual, Heddy menjelaskan bahwa hal itu sebetulnya tidak berdampak secara signifikan.
Meski begitu, Heddy menambahkan, bahwa jika berdasarkan aturan yang tertera status pandemic telah dicabut maka seharusnya DKPP melaksanakan sidang sesuai dengan perkara di daerah masing-masing.
"Sebenarnya enggak ada ya. Karena pandemi orang boleh melakukan sesuatu. Tapi kalau sudah dicabut status pandemi itu harus di masing-masing daerah (sidangnya)," tandas Heddy. (GIB/IRN)
dkpp pemilu pengawas pemilu keucurangan pemilu fungsi dkpp anggaran dkpp
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...