CARITAU JAKARTA – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) telah melakukan serangkaian persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Sejauh ini, proses persidangan telah memasuki pekan ketiga, dan jalannya persidangan diyakini masih panjang. Teranyar, PN Jaksel telah menggelar prosesi sidang di tahap pemeriksaan saksi.
Baca Juga: Hakim Tegaskan Tidak Ada Bukti Valid Putri Candrawathi Alami Pelecehan Seksual dari Brigadir J
Sebagai informasi, Brigadir Yosua tewas ditembak di rumah dinas Sambo, Jumat (8/7/2022) sore. Kejadian itu awalnya disebut tembak-menembak yang diawali pelecehan yang dilakukan Yosua terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.
Namun, setelah diadakan penyelidikan lebih lanjut hingga sekarang sudah masuk agenda persidangan, kasus tersebut akhirnya terungkap. Di mana semua cerita awal hanyalah karangan Ferdy Sambo belaka. Polisi pun menetapkan 11 orang sebagai tersangka.
Lima di antaranya didakwa kasus pembunuhan berencana, yaitu Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal (RR), Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf dan Bharada E.
“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2022).
Atas peristiwa itu, kelima tersangka tersebut didakwa dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam dakwaan itu disebutkan kelimanya akan terancam hukuman pidana maksimal hukuman mati serta hukuman minimal pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Sedangkan untuk kasus obstruction of justice, atau perintangan penyidikan pembunuhan berencana Brigadir J, Polisi mendakwa Ferdy Sambo, beserta enam tersangka lainnya yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKP Irfan Widyanto, Kompol Chuck Putranto, AKBP Arif Rahman Arifin dan Kompol Baiquni Wibowo.
Mereka didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 233 KUHP dan Pasal 221 ayat 1 ke-2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Terdapat sejumlah momen kunci, serta diyakini menjadi kepingan benang merah dalam mengungkap kasus ini. Adapun, berikut sejumlah fakta menarik selama persidangan.
Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu, alias Bharada E di depan Majelis Hakim dan keluarga Yosua, mengaku siap pasang badan dan berkata jujur atas kasus tewasnya Brigadir J selama proses persidangan yang akan dijalaninya.
Bharada E mengatakan, dirinya siap membela Brigadir J dan memberikan keterangan sesuai fakta yang terjadi atas pembunuhan Brigadir J di rumah dinas milik mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Terima kasih hakim ketua, saya menyampaikan, saya akan berkata jujur, saya akan membela Abang saya, abang Yos untuk terakhir kali," kata Bharada E.
Selain itu, dalam keteranganya, Bharada E mengaku bahwa dirinya tidak percaya terkait narasi pelecehan seksual yang ditudingkan dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi.
"Saya tidak percaya bahwa Bang Yos setega itu melakukan pelecehan," tegas Bharada E
Pada persidangan Obstruction of Justice atau perintangan penyidikan yang dijalani Brigjen Hendra dan kawan-kawan, semua terdakwa terkesan 'menyelematkan dirinya masing-masing'.
Kuasa hukum terdakwa mantan Karopaminal Mabes Polri Brigjen Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat membenarkan pernyataan kliennya perihal pengakuan mengikuti perintah Ferdy Sambo untuk menghilangkan barang bukti DVR CCTV komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Selain menjadi kuasa hukum Brigjen Hendra, Henry juga merupakan kuasa Kombes Agus Nurpatria dan AKP Irfan Widyanto.
Henry mengungkapkan, pada kasus perintangan penyidikan (Obstruction of Justice), masing-masing kliennya kala itu disebut tidak berani membantah perintah Sambo lantaran Sambo menduduki kekuasaan jabatan sebagai polisinya polisi.
"Siapa yang berani membantah perintah Sambo gitu loh. Kadiv Propam loh, Kadiv Propam itu polisinya polisi," kata Henry di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).
Atas dasar itu, Henry menyebut seluruh kliennya tidak kuasa untuk menolak apalagi membantah apa yang diperintahkan oleh Ferdy Sambo.
Hal yang persis sama juga dilakukan AKBP Arif Rachman, maupun terdakwa lainnya.
Kuasa Hukum Arif Rachman, Junaedi Saibih menyebut bahwa tidak adil jika kliennya jadi tersangka.
Pasalnya, Junaedi mengklaim Arif sama sekali tidak mengetahui rentetan kejadian yang sebenarnya.
"Sehingga sangat tidak adil bagi beliau bila didakwa memiliki kesamaan niat dengan Ferdy Sambo untuk menyembunyikan kebenaran terkait dugaan pembunuhan korban Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata Junaedi (28/10/2022).
Dalam agenda pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendatangkan puluhan saksi. Mereka yang diperiksa mulai dari Keluarga Brigadir J, orang kepercayaan keluarga Ferdy Sambo hingga pihak kepolisian yang ada kaitannya dengan kasus ini.
Keluarga Brigadir J telah tiga kali menjadi saksi di ruang sidang. Adapun, mereka kompak menyayangkan pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo dkk terhadap Yosua.
Keluarga merasa, bahwa Brigadir J tidak pantas dibunuh karena sosoknya yang baik. Hal ini diungkapkan oleh Ibu kandung Yosua, Rosti Simajuntak. Ia menerangkan, Brigadir J yang adalah sosok yang baik dan akrab dengan siapapun, namun entah mengapa harus meninggal secara tragis.
"Karena dari kecil anak ini (Yosua - red) selalu patuh dan tanggung jawab dengan tugasnya, di manapun ia berada. Apapun itu, apakah pekerjaan, maupun orang di sekitarnya," kata dia di PN Jaksel, Selasa (25/10/2022).
Rosti merasakan kehilangan yang amat mendalam dengan wafatnya Brigadir J. Sebab, anaknya itu dikenal perhatian dengan keluarganya, maupun orang-orang yang kenal dengannya.
"Saya rasa tidak ada perilaku yang tidak baik dari anak ini (Brigadir J - red). Orangnya ramah, gemar bercerita. Baik itu menceritakan si Sambo, ataupun itu PC. Bahkan, anak saya menceritakan kedua orang itu kerap memotivasinya, agar bisa bertugas lebih baik lagi, menggapai cita-cita dan karirnya," lanjut Rosti sambil tersedu-sedu.
Dalam persidangan Bharada E, JPU menghadirkan Asisten Rumah Tangga (ART) Ferdy Sambo, Susi. Namun, kehadirannya di ruang persidangan menimbulkan sejumlah polemik.
Pernyataan Susi di persidangan disebu-sebut sangat bertolak belakang dengan kejadian sebenarnya. Sehingga, dirinya mendapatkan teguran keras dari majelis hakim.
Dalam satu kesempatan, Wahyu mencecar Susi karena kerap menjawab tidak tahu saat ditanya oleh Hakim.
“Apakah Anda disuruh bilang tidak tahu terus?” kata Wahyu kepada Susi.
“Tidak,” jawab Susi.
Selain itu, Susi juga ditegur oleh Wahyu lantaran beberapa kali mengubah keterangannya. Ia memperingatkan Susi bisa dipidana apabila memberikan keterangan bohong.
Diketahui, dalam sidang pemeriksaan saksi kali ini, Susi beberapa kali langsung menjawab tidak tahu secara cepat begitu selesai ditanya.
“Kalau keterangan saudara berbeda dengan yang lain, saudara bisa dipidanakan loh. Pikirkan dulu, jangan jawab cepat-cepat. Saya tidak minta langsung jawab,” tegur Wahyu.
Selain itu, ketika Hakim Ketua menanyakan apakah Ferdy Sambo sering ke rumah Saguling, Susi awalnya menjawab ‘tidak juga’. Namun ketika dipertegas hakim, Susi mengubah keterangannya dan menjawab Ferdy Sambo sering ke rumah Saguling.
“Saudara itu terjebak oleh kebohongan saudara sendiri,” tegas Hakim Ketua.
Anak bungsu Ferdy Sambo kembali disorot publik, setelah majelis hakim mempertanyakan di persidangan.
Diketahui, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mencecar Susi, asisten rumah tangga (ART) keluarga mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo, yang dinilai keterangannya berubah-ubah.
Salah satu yang ditanyakan hakim adalah perihal anak bungsu Ferdy Sambo. Ketua Majelis Hakim memberi pertanyaan soal anak keempat yang dimiliki oleh Putri Candrawathi.
Majelis hakim bertanya kepada Susi berapa jumlah anak yang dimiliki oleh Putri Chandrawathi (PC) dan Ferdy Sambo (FS). Susi menjelaskan PC memiliki empat anak.
"Pertama Trisa Sambo, kedua Tribrata Sambo, ketiga Datya Sambo, keempat Arka," Jawab Susi.
"Umur Arka Berapa," tanya Wahyu.
"1,5 tahun," ucap Susi.
"Sejak kapan bergabung ke rumah Saguling," tanya Wahyu lagi.
Semakin dicecar dengan pertanyaan, Susi nampak semakin ragu. Hakim pun bertanya lagi, siapa yang melahirkan Arka, atau ibu kandungnya.
"Siapa yang melahirkan Arka, siapa sosok ibu yang melahirkan," tanya hakim.
"Ibu Putri Candrawathi," jawab Susi.
Majelis Hakim pun kembali menegaskan bahwa para saksi sebelumnya sudah disumpah, sehingga Susi perlu jujur di persidangan. Jika berbohong, ia bisa dipidana. Hakim menilai keterangan dari Susi berbeda dengan BAP yang ada.
Hakim kembali bertanya dengan tegas siapa orang yang yang melahirkan Arka, tapi Susi hanya diam cukup lama, hingga kemudian hakim menyebutnya berbohong.
Selain kepada Susi, hakim juga bertanya mengenai anak bungsu Ferdy Sambo ke ajudan FS, Daden Miftahul Haq. Daden mengungkap, Arka adalah anak adopsi.
Hakim bertanya pada Daden apakah terdakwa Putri Candrawathi sempat hamil pada 2019 hingga saat ini.
"Setahu saya tidak, Yang Mulia," kata Daden.
Hakim kembali bertanya pada Daden perihal Arka yang sebelumnya disebutkan Susi merupakan anak kandung PC dan dilahirkan PC.
Daden sempat tak menjawab iya atau tidak, karena ia menyinggung masa depan balita yang masih berusia 1,5 tahun tersebut.
"Lho, ini menyangkut kasus, bukan untuk merusak masa depan," tegas hakim.
"Siap, Yang Mulia, untuk anak Ibu PC dan Bapak yang paling kecil itu, Arka, itu anak adopsi, Yang Mulia. Untuk prosesnya kami tidak tahu, Yang Mulia," ungkap Daden.
Setelah di pekan sebelumnya, Bharada E berlutut dan meminta maaf kepada Ibu Kandung Brigadir J. Bharada E tampak bersimpuh, sekaligus tampak mengucap dari hati ke hati di hadapan Ibunda dan Ayah Yosua.
Kemudian pada Selasa (1/11/2022), FS dan PC juga mengikuti langkah serupa. Dalam kesempatan yang sama, mereka mengucapkan penyesalan sekaligus permintaan maaf secara langsung ke keluarga Brigadir Yosua.
"Bapak dan Ibu Yosua, saya sangat memahami perasaan Bapak dan Ibu. Saya mohon maaf atas apa yang terjadi, saya sangat menyesal, saat itu saya tidak mampu mengontrol emosi," ucap Ferdy Sambo.
"Saya juga sudah minta ampun pada tuhan," sambung dia.
Lebih lanjut, mantan Kadiv Propam Polri itu Sambo kembali menyampaikan alasan nya soal penyebab dirinya tega menghabisi nyawa ajudan pribadinya.
"Waktu itu saya tidak mampu mengontrol emosi dan tidak mampu berfikir jernih," tutup Sambo.
Kemudian, langkah itu langsung dituruti oleh tersangka lainnya, Putri Candrawathi. Putri pun mengawalinya dengan ungkapan belasungkawa kepada keluarga Brigadir J.
"Saya ingin menyampaikan sesuatu kepada Ibu. Mohon izin yang mulia, mohon izin penuntut umum. Izinkan saya atas nama keluarga menyampaikan turut berdukacita kepada Ibu dan Bapak Samuel beserta keluarga atas berpulangnya ananda Brigadir Yosua. Semoga almarhum diberikan tempat terbaik oleh Tuhan Yang Maha Esa," kata Putri,
Selanjutnya, Putri menyebut sejatinya dia tidak ingin kejadian sebelumnya harus berakhir dengan terbunuhnya Yoshua. Ia mengaku, sebagai seorang ibu, dirinya bisa merasakan duka yang ditanggung oleh Ibunda Yosua, Rosti Simajuntak.
"Saya sebagai seorang ibu bisa merasakan bagaimana duka yang dialami keluarga Ibu. Untuk itu dari lubuk hati yang dalam, saya mohon maaf untuk Ibunda Yosua beserta keluarga. Semoga Tuhan membuka dan menguatkan hati Ibu dan Bapak beserta keluarga. Tuhan Yesus bisa memberkati ibu dan Bapak Samuel beserta sekeluarga," ujarnya.
Dengan permintaan maaf tersebut, dirinya bersedia untuk bertanggung jawab dan siap mengungkap seluruh fakta sebenarnya dalam persidangan.
"Saya siap menjalankan sidang ini dengan ikhlas dan ketulusan hati saya, agar seluruh peristiwa dapat terungkap," pungkasnya.
Namun, ada fakta menarik dari pernyataan maaf tersebut. Di mana ada sikap berbeda yang ditunjukkan keluarga Brigadir J.
Ketika Bharada E meminta maaf, Ayah Brigadir J, Samuel nampak mengusap-usap kepala Bharada E. Sementara Rosti terlihat mengangguk-anggukan saat Bharada E bersimpuh di kedua kaki mereka. Setelah itu, Bharada E terlihat kembali ke kursi terdakwa.
Namun ketika Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo menyampaikan permohonan maaf secara langsung, Rosti Simanjuntak nampak buang muka saat mereka berdua berbicara di depan mereka.
Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, kembali mengklaim bahwa peristiwa tewasnya almarhum akibat kemarahanya atas perbuatan dugaan pelecehan kepada istirnya Putri Candrawathi (PC).
Hal itu disampaikan Sambo dihadapan kedua orang tua Brigadir J, Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak dalam sidang lanjutan meminta keterangan saksi di ruang sidang utama Prof Oemar Seno Adji, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022).
"Saya ingin menyampaikan bahwa peristiwa yang terjadi adalah akibat dari kemarahan saya atas perbuatan anak bapak dan ibu kepada istri saya," kata Sambo.
Dalam keteranganya, Sambo menuding Brigadir J telah melakukan perbuatan dugaan pelecehan seksual terhadap istrinya hingga menyulut emosinya sehingga melakukan pembunuhan dirumah dinas pribadinya, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Itu yang harus saya sampaikan," terang Sambo.
Sambo mengklaim, pihaknya yakin perbuatan dugaan pelecehan Brigadir J terhadap istrinya akan dibuktikan dalam proses persidangan.
"Itu yang harus saya sampaikan dan nanti akan dibuktikan di persidangan," ujar Sambo.
Kendati demikian, di depan Majelis Hakim dan para peserta sidang, Sambo tetap mengaku salah dan menyesal atas perbuatannya yang berakibat hilangnya nyawa Brigadir J secara sadis.
"Saya sangat menyesal, saat itu saya tidak mampu mengkontrol emosi dan tidak jernih," ucap Sambo.
Kuasa Hukum Keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak kembali menyinggung isu konsorsium 303 yang diduga menjerat Ferdy Sambo. Namun, Majelis hakim sempat meminta Kamaruddin berhenti berbicara terkait hal tersebut.
"Saat saya investigasi ini ada informasi besar lainnya ada judi online dan lain-lain," tutur Kamaruddin saat menjadi saksi dalam persidangan.
Kamaruddin meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusut judi online ini. Pusat Pelaporan Analisisi dan Transaksi Keuangan (PPATK) juga didesak untuk bertindak.
"Oleh karena itu, saya meminta Presiden Jokowi supaya diusut PPATK. Kemudian kami dapat informasi," tandasnya.
Namun Hakim langsung meminta Kamaruddin berhenti berbicara. Hakim meminta Kamaruddin fokus pada kasus tindak pidana pembunuhannya.
Hakim pun mewanti-wanti akan menghentikan keterangan saksi bila keluar dari konteks pembunuhan.
Kata hakim, Kamaruddin harus fokus memberi kesaksian terkait pembunuhan Yosua.
"Ini setop, ini perkara 338, 340. Saudara bicara lain, saya akan hentikan," tegas hakim
Disinggung soal itu, Sambo kemudian mencoba meminta waktu untuk turut meluruskan liarnya isu soal konsorsium judi 303 yang menyeret satgas yang diketuainya.
"Saya selaku Kasatgas, Satgas ini dianggap bahwa terlibat narkoba, judi online, itu tidak ada yang benar. Justru kami memberantas," tandas Sambo.
Namun pengakuannya ini lagi-lagi ditegur oleh hakim ketua Wahyu Iman Santoso, "Biarkan itu kami yang menilai."
Sambo kembali memastikan tidak pernah melibatkan institusi dalam peristiwa berdarah di rumah dinasnya. Apa yang terjadi, ditekankan Sambo, adalah urusan pribadi berdasarkan apa yang terjadi terhadap istrinya.
"Saya tidak pernah melibatkan institusi dalam kejadian ini, tapi pribadi saya, karena sudah terjadi pada istri saya," tuturnya. (RMA)
persidangan ferdy sambo putri candrawathi pembunuhan brigadir j samuel hutabarat rosti simanjuntak keluarga brigadir j
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024