CARITAU JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merayakan hari jadi (Dies Natalis) yang ke 16 tahun pada 9 April 2024. Perayaan hari jadi terbentuknya lembaga pengawas pemilu itu mengusung tema '16 Tahun Mengawasi Untuk Indonesia'.
Dalam keterangan tertulis yang dikutip caritau.com, Bawaslu menyatakan bakal terus berupaya secara konsisten dalam mengawal proses demokrasi di Indonesia.
Hal itu dilakukan, dalam rangka untuk mewujudkan dan merawat sistem demokrasi di Indonesia untuk bisa berjalan sesuai dengan tujuan para pemimpin bangsa.
“Mari bersama tetap mengawal proses demokrasi di Indonesia,” katanya dalam keterangan resminya, Selasa, (9/04/2024).
Sementara itu Bawaslu juga turut berkomitmen untuk mendorong penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) profesional, berkualitas dan juga berintegritas.
“Dari satu pemilu ke pemilu berikutnya, Bawaslu terus mengawasi dengan cermat setiap tahapannya demi mewujudkan pemilu berintegritas,” katanya.
Diketahui, sejarah Bawaslu dalam mengawal proses demokrasi telah berawal dari pertama kali Pemilu diselenggarakan di Indonesia yaitu pada tahun 1955-1977.
Adapun penyelenggaraan Pemilu pertama kali di Indonesia saat itu belum dikenal istilah pengawasan Pemilu. Diketahui pada Pemilu era tersebut terbangun trust di seluruh peserta Pemilu dan warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu dalam membentuk konstituante (lembaga parlemen) saat itu.
Adapun dalam penyelenggaraan Pemilu saat itu, ditenggarai masih minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan. Kalaupun bilamana terdapat gesekan, itupun terjadi di luar wilayah pelaksanaan Pemilu.
Gesekan yang muncul merupakan konsekuensi logis hasil bentuk pertarungan ideologi pada saat ini.
Pelaksanaan pesta demokrasi tersebut digelar sebanyak tiga kali, yaitu tahun 1955, tahun 1967, serta tahapan tahun 1977.
Aksi protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan juga menipulasi penghitungan suara dilakukan oleh para petugas Pemilu mulai muncul pada Pemilu 1971.
Pelanggaran dan kecurangan jauh lebih masif terjadi pada Pemilu 1977. Karena pelanggaran dan kecurangan Pemilu yang terjadi pada Pemilui 1977 sangat masif, protes-protes dari masyarakat lantas direspon pemerintah dan DPR.
Ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980 yang mengamanatkan pembentukan kelembagaan resmi pengawas Pemilu adhoc dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu).
Munculnya undang-undang ini tidak lepas dari pelaksanaan Pemilu 1977 yang ditenggarai banyak kecurangan.
Mengawasi Pemilu 1982
Pengawasan Pemilu tahun 1982 dilakukan oleh lembaga adhoc yaitu Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu Pusat (Panwaslakpus) di tingak pusat, Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu Tingkat I (Panwaslak I) di tingkat provinsi.
Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu Tingkat II (Panwaslak II) di tingkat kabupaten/kota, dan Panitia Pengawas Pelaksanaan Tingkat Kecamatan (Panwaslakcam).
Pada tingkat pusat, Panwaslakpus teridir dari seorang ketua yang dijabat Jaksa Agung, wakil ketua, serta anggota yang terdiri atas unsur-unsur pemerintah, unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), unsur peserta Pemilu yang terdiri atas Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Pengawasan Pemilu 1999
Diketahui pada Pemilu pertama era Reformasi tersebut kegiatan pengawasan Pemilu dilakukan dengan membentuk organisasi mandiri yakni bernama Panitia Pengawas Pemilu yang bersifat adhoc dan independen.
Adapun dalam organisasi tersebut keanggotaannya terdiri dari pihak pihak individu akademisi, tokoh masyarakat, serta organsasi non pemerintah/masyarakat sipil yang konsen terhadap penyelenggaraan pemilu.
Panitia Pengawas Pemilu bekerja berdampingan dengan pihak KPU. Adapun pengawas pada tingkat pusat dibentuk dan bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung.
Pada tingkat provinsi dibentuk dan bertanggung jawab kepada Ketua Pengadilan Tinggi. Pengawas tingkat kabupaten/kota hingga kecamatan dibentuk dan juga bertanggung jawab kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Transformasi Badan Pengawas Pemilu
Pada tahun 2003, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum mengubah struktur organisasi lembaga pengawas secara mendasar. Tidak ada lagi unsur KPU, pemerintah, hingga partai politik dalam anggota Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu).
Pada tahun 2004, Indonesia memasuki era demokrasi langsung, peran pemngawasn Pemilu semakin dibutuhkan.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahu 2003, Panwaslu tingkat pusat hingga kecematan dibentuk dan keanggotaannya terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, pers, dan tokoh masyarakat. Lembaga pengawas ini masih bersifat adhoc.
Pada tahun 2007, lembaga pengawas Pemilu kian kukuh melalui UU Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Institusi ini bertransformasi dari yang sebelumnya adhoc menjadi bersifat tetap dengan naa Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Lembaga pengawas tertinggi hingga terendah adalah Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwascam hingga Pengawas Pemilu Lapangan (PPL).
Selain itu di tingkat pusat yang telah bersifat permanen, bentuk kelembagaan pengawas Pemilu di tingkat lainnya masih bersifat adhoc. (GIB/DID)
bawaslu program bawaslu ri 2024 pengawas pemilu dies natalis
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...