CARITAU JAKARTA – Politik identitas, terutama praktik politisasi agama, merupakan bahaya laten yang perlu diwaspadai bersama menjelang momentum politik Pilpres 2024, karena bisa menjadi akselerator bagi rontoknya konstruksi sosial yang melahirkan konflik horisontal berkepanjangan.
Hal itu disampaikan Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) H Imam Pituduh SH MM.
"Politik yang dibungkus agama selalu menjadi komoditas favorit untuk diperdagangkan di masyarakat yang mayoritas religius. Dalil-dalil agama selalu dijadikan justifikasi untuk mengambil langkah-langkah politik oleh mereka yang menjajakan politik identitas dan menggoreng agama sebagai komoditas," kata Imam Pituduh yang mantan Wakil Sekjen PBNU, di Jakarta, Jumat (17/6/2022).
Baca Juga: Soal Wacana 'Rangkulan' Gibran, Ganjar Pranowo: Kita Ini Berteman Semua
Menjelang perhelatan poilitik seperti Pemilu 2024, politisasi agama seakan-akan hal lumrah sehingga juga dipergunakan oleh para oknum yang berkepentingan untuk kekuasaan sebagai komoditas yang menjanjikan.
“Bahaya laten politisasi agama perlu kita waspadai bersama-sama. Karena politik identitas dan agama yang dipolitisir adalah formula yang sangat mudah untuk melakukan radikalisasi dan penyesatan masyarakat," katanya.
Diperparah Media Sosial
Tidak hanya itu, lanjutnya, praktik politik identitas kian diperparah pasca perubahan kehidupan sosial masyarakat yang lekat dengan media sosial, serangan dan bombardir isu politisasi agama dan ideologisasi radikal juga bergerak masif melalui jalur online.
"Para buzzer dan robot kelompok radikal, selalu berusaha bergerak secara masif menguasai jalur digital. Mereka menggunakan neuroscience untuk membidik dan mempengaruhi anak muda dan para pemilih mayoritas, agar dapat dipengaruhi, diinfiltrasi dan dikendalikan alam bawah sadar dan lifestyle masyarakat," jelasnya.
Guna mewaspadai dan mempersiapkan masyarakat dari maraknya isu politik identitas jelang Pemilu 2024, dirinya menilai perlu digelolarakan pemahaman terhadap isu politisisasi agama dan wawasan kebangsaan, agar masyarakat memiliki imunitas dan daya dobrak untuk melawan segala bentuk ideologisasi radikal dan politisasi agama yang seiring sejalan.
"Masyarakat sebagai garda depan perlawanan harus diperkuat dalam kesatuan komando dan dilapisi dengan imunitas wawasan kebangsaan yang kuat. Juga dipersenjatai dengan pemahaman keagamaan yang moderat, ramah damai dan toleran karena perlawanan ini tidak bisa sendiri sendiri," papar Imam Pituduh.
Menurutnya seperti dirilis Antara, juga diperlukan militansi masyarakat yang solid untuk mampu memfilter isu, opini dan segala narasi negatif dari kelompok oknum berkepentingan sehingga tidak ada lagi terdengar noice di sosial media tentang politisasi agama dan ideologisasi radikal.
"Oleh karenanya filterisasi isu, opini, berita dan segala narasi perlu dilakukan oleh semua fihak terutama pemerintah, masyarakat dan seluruh stakeholder bangsa. Check and recheck, koordinasi, dan tabayun harus selalu dilakukan," pungkas Imam.(BIM)
Baca Juga: Andi Amar: Generasi Milenial-Gen Z Masuk DPR RI, Kenapa Tidak?
politik identitas politisasi agama bahaya laten pilpres 2024 pemilu 2024 rontoknya konstruksi sosial radikalisasi penyesatan
Sudah Dirasakan Maysarakat, Ini Sederet Bukti Kine...
Komitmen Prabowo dalam Memulihkan UMKM dan Ketahan...
Cawagub 02 Fatmawati Rusdi Dinobatkan Sebagai Pere...
Panglima Dozer Instruksikan Relawan Gaspol Menangk...
DKPP Lantik 228 Tim Pemeriksa Daerah untuk Pilkada...