CARITAU MAKASSAR - Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) melimpahkan berkas perkara tiga tersangka kasus korupsi penggunaan dana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi 2017-2019 serta premi asuransi dwiguna jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota 2016-2019.
Pelimpahan tahap II berkas perkara tiga tersangka tersebut dilakukan di Pengadilan Tipikor Makassar pada Kamis (10/8/2023) kemarin.
Baca Juga: Modus Dugaan Korupsi Pengadaan CCTV Jerat Kabag Umum Setda Pangkep, Rugikan Negara Rp1 M
Adapun ketiga tersangka yakni Hamzah Ahmad Direktur Utama PDAM Kota Makassar periode 2018/2019, Tiro Paranoan Plt. Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar 2019 serta Asdar Ali Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar 2020.
“Usai Tahap II, Tim Penuntut Umum tidak lama lagi segera melimpahkan perkara ketiga tersangka ini ke Pengadilan Negeri Tipikor Makassar untuk disidangkan,” ungkap Kasipenkum Kejati Sulsel, Soetarmi melalui keterangan resminya, Jum'at (11/8/2023).
Ia menhelaskan untuk tersangka Hamzah Ahmad, keterlibatannya dalam penggunaan laba 2018 dan 2019, sementara untuk tersangka Tiro Paranoan keterlibatannya dalam penggunaan laba 2018 serta tersangka Asdar Ali dalam penggunaan laba 2019.
Perbuatan para tersangka bermula pada 2019. Di mana saat itu, PDAM Kota Makassar mendapatkan laba dan untuk menggunakan laba tersebut dilakukan rapat direksi yang disetujui oleh dewan pengawas kemudian ditetapkan oleh wali kota.
Prosedur untuk permohonan penetapan penggunaan hingga pembagian laba dari Direksi PDAM Kota Makassar kepada Wali Kota Makassar yakni melalui dewan pengawas yang seharusnya melalui pembahasan atau rapat direksi dan dicatat dalam notulensi rapat.
Pada kurun waktu Tahun 2019 untuk laba 2018 dan Tahun 2020 untuk laba 2019 dilakukan pembahasan atau rapat direksi terkait permohonan penetapan penggunaan laba dan pembagian laba.
Namun rapat pengusulan penggunaan laba PDAM Kota Makassar ke wali kota tepatnya pembuatan SK penggunaan laba oleh penjabat wali kota saat itu hingga pada pencairan dilakukan dalam waktu hanya satu hari. Sehingga hal itu dinilai tidak melalui tahapan verifikasi dan telaah.
“Meskipun PDAM Kota Makassar mendapatkan laba, seharusnya PDAM Kota Makassar memperhatikan adanya kerugian dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya PDAM Kota Makassar sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba,” katanya.
Para tersangka tidak mengindahkan aturan Peraturan Pemerintah 54 Tahun 2017, karena beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya melainkan tanggungjawab direksi sebelumnya.
Dengan demikian, mereka beranggapan berhak untuk mendapatkan pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan.
Perbuatan para tersangka tersebut, dinilai melawan hukum khususnya dalam pelaksanaan penggunaan laba perusahaan di saat perusahaan masih mengalami rugi kumulatif yang kemudian digunakan untuk membayar tantiem dan jasa produksi tahun 2017- 2019.
“Kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya penyimpangan pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar dan mengakibatkan kerugian keuangan Kota Makassar khususnya PDAM kota Makassar dengan nilai total sebesar Rp20.318.611.975,60,” jelasnya.
Perbuatan ketiga tersangka diatur dan diancam pidana dalam Pasal Primer yakni Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP.
Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP.
Dua Tersangka Lainnya Sudah Dituntut
Adik Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo (HYL), terdakwa kasus korupsi di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar periode 2017-2019 dituntut 11 tahun penjara.
Selain Haris Yasin Limpo, Mantan Direktur Keuangan PDAM Makassar, Irawan Abdi juga dituntuj dengan hukuman 11 tahun penjara
Hal itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Muh Yusuf di Pengadilan Tipikor Negeri Makassar pada Senin (31/7/2023) malam.
"Menjatuhkan pidana 11 tahun penjara kepada terdakwa H haris Yasin Limpo dengan pidana 11 tahun dikurangi selama masa tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ungkapnya saat membaca tuntutan.
Selain menjatuhkan tuntutan 11 tahun, JPU juga menjatuhkan pidana dengan ke terdakwa HYL sebesar Rp500 juta subsaider 6 bulan kurungan.
"Empat menghukum terdakwa untuk membayar kerugian negara uang sebesar Rp12.569.890.000 juta dengan ketentuan uang pengganti tersebut tidak dibayar selama 1 bulan," sambungnya.
Setelah putusan pengadilan, lanjut Yusuf, maka harta benda terdakwa akan disita untuk dilelang untuk menutupi pembayaran uang pengganti tersebut.
"Dengan ketentuan apabila tidak dibayar dalam waktu paling lama satu bulan maka harta benda terdakwa disita oleh jaksa untuk dilelang menutupi uang pengganti tersebut (atau) diganti penjara selama 5 tahun dan 6 bulan," jelasnya.
Jaksa mengatakan kedua terdakwa melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 20.318.611.975. Keduanya berperan melakukan pengusulan pembagian laba PDAM Makassar pada tahun 2016 silam.
"Telah melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu mengusulkan pembagian laba yang kemudian membayarkan tantiem dan bonus/jasa produksi serta pembayaran asuransi dwiguna jabatan Walikota dan Wakil Walikota," demikian dakwaan jaksa penuntut umum di persidangan.
Jaksa mendakwa Haris dan Irawan telah melakukan perbuatan tersebut secara berturut-turut setidaknya lebih dari satu kali. Adapun tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa, yakni penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus atau jasa produksi tahun buku 2017 sampai dengan 2019.
"Dan Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Walikota dan Wakil Walikota, Tahun 2016 sampai dengan 2018 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan," tandasnya. (KEK)
Baca Juga: Kejati Sulsel Tangani 104 Perkara Dugaan Korupsi Sepanjang 2023
kejati sulsel korupsi pdam makassar pelimpahan berkas tersangka
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...