CARITAU JAKARTA – Proses persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J telah mengintip babak akhir.
Sidang yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sejak 17 Oktober 2022 itu, menyedot perhatian publik seantero negeri. Pasalnya, pelaku merupakan bagian dari institusi Polisi Republik Indonesia (Polri) yang semestinya menjadi cerminan masyarakat dalam penegakkan hukum.
Baca Juga: Siap Hadapi Banding Sambo dan Tiga Terdakwa Lain, Kejagung: Kami Siap Kapan Saja!!
Tak hanya itu, kasus ini diinisiasi oleh seorang yang berkedudukan tinggi di Polri, yakni sosok Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Semula, penyelesaian kasus tersebut berjalan alot, dan penuh sandiwara.
Pada akhirnya, selama rentetan sidang berjalan, fakta demi fakta pun mulai terungkap. Sementara itu, hal-hal bias dan palsu yang diupayakan pihak yang tidak bertanggung jawab satu persatu mulai menguap.
Adapun, PN Jaksel dalam menyelesaikan kasus ini tidak hanya menyidang Ferdy Sambo saja, melainkan ada beberapa nama yang menjadi tersangka di dua tuntutan berbeda. Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, Kuat Ma'ruf dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu didakwa pasal pembunuhan berencana.
Sementara Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto didakwa atas kasus perintangan penyidikan (Obstruction of Justice) kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Teranyar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya menuntut Sambo kurungan pidana penjara seumur hidup. Keputusan itu diambil lantaran terdakwa Sambo terbukti telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dan terlibat aktif merintangi penyidikan (Obstruction of Justice).
Setelah pembaca tuntutan, Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa mengumumkan persidangan ditunda selama sepekan, serta memberi kesempatan kepada pihak Ferdy Sambo untuk menyiapkan pledoi atau pembelaan dari tuntutan tersebut.
Jagal di Rumah Jenderal
Kasus tembak yang dilakukan oleh 'Polisi-nya Polisi' itu diketahui terjadi pada 8 Juli 2022. Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat meninggal dunia di rumah Dinas Irjen Ferdy Sambo setelah mendapat sejumlah tembakan. Kejadian tersebut baru terungkap ke publik tiga hari berselang, di mana pihak Kepolisian mengabarkan kabar pilu tersebut lewat jumpa pers di Mabes Polri.
Dalam penyidikan kasus ini, sejumlah 'drama' tercipta di mana narasi pembunuhan ini dipicu dengan dugaan tindak pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Namun, Bareskrim Polri menyetop kasus dugaan pelecehan seksual pada 12 Agustus 2022.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sempat membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus tersebut. Kasus pembunuhan Brigadir J mulai dikenal luas publik dan Kapolri terjun langsung mengawal penyelesaiannya. Gebrakan pertama dari penyelesaian kasus ini ialah, Polri mencopot jabatan Kadiv Propam dari Ferdy Sambo.
Hasil temuan Timsus menunjukkan yang terjadi sebenarnya adalah penembakan terhadap Yosua dilakukan oleh Brigadir Eliezer atas perintah Ferdy Sambo. Polri pun sempat mengotopsi ulang jenazah Brigadir J pada 27 Juli 2022.
Di awal Agustus, Bharada E menjadi orang pertama yang ditetapkan polisi sebagai tersangka. Sehari setelah penetapan Bharada E tersangka, giliran Sambo yang diperiksa Bareskrim. Kemudian, terjadilah mutasi besar-besaran di tubuh Polri, tatkala banyak yang terlibat dalam kasus ini. Tak tanggung-tanggung, ada 25 anggota polisi yang terseret dan diperiksa dalam pengusutan kasus tewasnya Brigadir J.
Pada 7 Agustus 2022, untuk pertama kalinya sejak sejak kasus pembunuhan Brigadir J bergulir, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi muncul ke publik. Dengan berderai air mata, ia mendatangi Mako Brimob untuk menjenguk suaminya, namun ia gagal menemuinya. Di hari yang sama, Polisi menetapkan Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf sebagai tersangka,
Dua hari berselang giliran Ferdy Sambo yang ditetapkan sebagai tersangka utama. Pada 19 Agustus 2022, Putri Candrawathi menyusul Ferdy Sambo juga sebagai tersangka. Selanjutnya, hasil sidang komisi kode etik Polri (KKEP) pada Kamis (25/8/2022), Irjen Ferdy Sambo resmi dipecat atau diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) oleh Polri.
Dituntut Seumur Hidup
Tiga bulan setelah terbunuhnya Brigadir Yosua, PN Jaksel menggelar sidang pertama kasus tersebut pada Senin, 17 Oktober 2022. Rentetan persidangan pun berjalan, dimulai dari pembacaan dakwaan dari JPU, pembelaan dari terdakwa, pemeriksaan saksi kejadian hingga saksi kunci dan terkini pembacaan tuntutan. JPU pun melayangkan tuntutan pidana seumur hidup kepada Ferdy Sambo
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup," ucap salah seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rudi Hermawan saat persidangan pembacaan tuntutan di ruang utama PN Jaksel, Selasa (17/1/2023).
Jaksa memaparkan, berdasarkan keterangan sejumlah saksi, pemaparan ahli saat persidangan dapat disimpulkan bahwa Ferdy Sambo telah melakukan tindakan pembunuhan berencana. "Terdakwa Ferdy Sambo telah sempurna merencanakan menghilangkan nyawa korban Nopriansyah Yosua Hutabarat," jelas Jaksa.
Jaksa beralasan, Sambo memiliki waktu secara cukup untuk menentukan waktu, tempat, cara serta alat yang digunakan untuk membunuh Yosua. Jaksa pun menyatakan kondisi emosi Sambo saat perencanaan pembunuhan Yosua tak lagi penting.
"Ferdy Sambo mulai merencanakan dengan memikirkan serta menimbang-nimbang dan kemudian menentukan waktu tempat darah atau alat yang akan digunakan untuk pembunuhan tersebut keadaan tersebut. Dan hal ini mengarah ke tindakan pembunuhan berencana," terang JPU.
Untuk itu, JPU menyatakan terdakwa Ferdy Sambo terbukti secara dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tak hanya itu, dia juga melanggar merintangi penyidikan sesuai ketentuan 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP jo Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
Adapun hal-hal yang memperberat hukuman Sambo, JPU menyebut lantaran Sambo telah memberikan keterangan yang berbelit-belit saat berlangsungnya sidang. Kemudian, perbuatan Sambo juga mengakibatkan luka yang sangat mendalam bagi keluarga.
"Perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan luka yang mendalam bagi keluarganya. Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan," kata Jaksa.
Dalam kasus pembunuhan berencana ini, tim JPU menilai, perbuatan Ferdy Sambo tidak etis dan tidak pantas dilakukan lantaran sosoknya itu merupakan seorang jenderal bintang dua yang menduduki posisi strategis yakni sebagai Kadiv Propam Polri.
Menurut JPU, perbuatan Sambo yang melakukan pembunuhan berencana terhadap mantan anak buahnya itu merupakan perbuatan yang tecela lantaran sosoknya merupakan aparatur penegak hukum dan petinggi polri. "Akibat perbuatan terdakwa telah menyebabkan kegaduhan yang luas di masyarakat, perbuatan terdakwa juga tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukan sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi polri," imbuh Jaksa.
Selain itu, akibat perbuatan tersangka, lanjut JPU, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap institusi polri dan mencorang nama baik polri dimata masyarakat bahkan dunia internasional. "Terdakwa telah mencoreng institusi polri dimata masyarakat dan dunia International," terang JPU.
Pembacaan Tuntutan, Sambo Tertunduk Lesu
Terdakwa Ferdy Sambo yang sebelumnya mengikuti persidangan dengan tegap, percaya diri dan dingin, kali ini menunjukkan sikap yang sebaliknya. Di mana saat JPU membaca kesimpulan dan tuntutan seumur hidup kepada dirinya, Sambo sama sekali tidak bereaksi.
Tampak dirinya hanya memandang lurus ke arah depan, terdiam dan kosong. Sejenak, Sambo tertunduk lesu seolah mempertontonkan kesenduan. Seusai momen tersebut, Hakim mempersilahkan Sambo berkonsultasi dengan Kuasa Hukumnya, Arman Haris.
Dia tampak berkonsultasi ringan dan singkat, lalu kembali ke kursi terdakwa. Seusai berkonsultasi, Sambo tidak mengeluarkan sepatah kata lagi. Adapun Arman Hanis menyampaikan permintaan untuk diberikan waktu menyusun pledoi dari dirinya maupun kliennya.
"Kami minta diberikan waktu untuk pledoi pribadi dari terdakwa dan pledoi dari penasihan hukum," terang dia.
Mendengar pernyataan Arman Hanis, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso mengatakan bakal memberi waktu satu minggu bagi pihak Ferdy Sambo untuk menyusun pledoi atau nota pembelaan.
“Oke kami berikan waktu satu minggu bagi penasihat hukum sebagaimana kami memberikan waktu satu minggu kepada penuntut umum untuk menyusun tuntutan,” ujar Hakim Wahyu Iman Santoso.
Hakim Wahyu juga mempersilakan Arman Hanis untuk menunjukkan bukti-bukti yang sebelumnya ditolak.
“Sebagaimana kami janjikan pada persidangan terdahulu, bahwa kita memberikan waktu yang cukup kepada penasihat hukum dalam hal pembelaan maupun pembuktian,” sambung Hakim Wahyu.
Keluarga Brigadir J Kecewa
Keputusan JPU menuntut Ferdy Sambo dihukum pidana kurungan seumur hidup nyatanya tidak ditanggapi cukup baik oleh keluarga Brigadir Yosua.
Kuasa Hukum Keluarga Brigadir Yosua, Martin Lukas Simanjuntak menyebut tuntutan yang diberikan tersebut dianggap tidak maksimal sehingga membuat keluarga Brigadir Yosua kecewa. "Saya mewakili keluarga, menyampaikan bahwa terdapat fakta intelektual dalam perkara ini. Sebab, keluarga berharap jaksa tadinya menuntut dengan pidana maksimal ya.
"Namun tuntutan dari JPU dinilai tidak maksimal, karena itu keluarga kecewa dengan tuntutannya," kata Martin kepada wartawan, Selasa (17/1/2023).
Kendati demikian, Martin memandang apa yang telah dilakukan oleh JPU berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Di mana, Pasal 340 KUHP membuat pelaku berpotensi dihukum mati, meski ada alternatifnya hukuman seumur hidup.
"Dari Pasal 340 KUHP itu, maksimalnya hukuman mati. Walau memang ada alternatif lain ya seumur hidup. Kalau saya lihat, memang apa yang dilakukan JPU ini ada dasar hukumnya," lanjut dia.
Martin juga menyampaikan, ada sebuah kemungkinan nantinya putusan hukum yang diberikan kepada Ferdy Sambo akan diperberat atau diperlemah, tergantung Jaksa dapat membuktikan. "Atau di lain sisi, Sambo beserta penasehat hukumnya diberikan hak untuk membela," terang dia.
"Tapi apapun itu saya mewakilkan keluarga berharap nantinya hakim adil dalam membuat suatu putusan dan menghukum para terdakwa," sambung Martin.
Hukuman Ideal?
Sementara itu, Kuasa Hukum Ferdy Sambo lainnya, Rasamala Aritonang menyebut pihaknya menghargai tuntutan yang diajukan oleh JPU. Namun, dia menyayangkan bahwa tuntutan Jaksa tidak lengkap.
"Kami hormati tuntutan yang disampaikan JPU dalam jalankan fungsingya pada perkara ini. Nanti merespon tuntutan ini, akan kami sampaikan secara utuh, secara lengkap dalam pembelaan kami," terang Rasamala saat ditemui sejumlah wartawan seusai persidangan, Selasa (17/1/2023).
Rasamala menyebut ada beberapa fakta yang tidak disertakan jaksa dalam pembacaan tuntutan. Yaitu, lanjut dia, seperti motif yang pada akhirnya tidak disampaikan dalam tuntutan tadi serta ada saksi dan bukti lain.
Untuk itu, pihaknya bakal menyiapkan counter kepada JPU dalam pledoi yang disampaikan pada persidangan selanjutnya.
"Nanti kita ungkap lebih lengkap di dalam pembelaan kita ya fakta-fakta apa yang terkait, bukti-bukti apa yang relevan untuk mengcounter apa yang disampaikan JPU. dari sisi kami sebagai penasihat maupun dari sisi Ferdy Sambo," ujar dia.
Adapun Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Azhar Syahputra menilai tuntutan seumur hidup pidana Ferdy Sambo sudah tepat diberikan. Dia menerangkan, tuntutan penjara seumur hidup tersebut sudah memenuhi nilai keadilan. Pasalnya, hukuman seumur hidup berarti mengurung seseorang dari sejak awal penahanan sampai ia meninggal dunia.
"Dan ini berarti hal kemerdekaan Ferdy Sambo telah diambil sampai ajal menjemput," papar Azhar lewat pesan tertulis.
Dia menjelaskan, efek pemberian hukum seumur hidup akan membuat Ferdy Sambo merasa putus asa. Azhar menjelaskan, esensi hukuman seumur hidup layaknya hukuman mati. "Ini bisa memberi efek jera kepada orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama," pungkas dia.
"Dan ini jadi sarana perenungan bagi pelaku dan masyarakat. Dan ini sesuai dengan prinsip keseimbangan dalam tujuan hukum pidana," ujar dia. (Rahma Dhoni)
Baca Juga: Kedudukannya Sebagai Penegak Hukum, Pakar Sebut Vonis Sambo Bisa Bertambah
ferdy sambo tak dituntut hukuman mati layakkah tuntutan penjara seumur hidup untuk ferdy sambo? brigadir j putri candrawathi
kxkyi3
Pj Teguh Instruksikan Perangkat Daerah Bersinergi...
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...