CARITAU JAKARTA - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) resmi disahkan di rapat paripurna DPR pagi ini, Selasa (6/12/2022) menjadi Undang-Undang. Sejumlah aturan baru terkait tindak pidana kini dimuat dalam KUHP ‘produk anak bangsa’ tersebut. Termasuk aturan atau pasal soal penghinaan terhadap pimpinan dan lembaga negara.
Setelah disahkan menjadi Undang-Undang, sejumlah pejabat dapat menuntut pihak-pihak yang dirasa menghina atau menyerang harkat martabatnya. Hal tersebut masuk dalam delik aduan, yang kemudian menjadi pidana apabila diadukan.
Berikut ini adalh sejumlah pejabat atau lembaga negara yang dapat mempidanakan orang yang menghinanya menurut KUHP baru yang disahkan oleh DPR:
Pertama adalah Presiden. Presiden dapat melaporkan orang yang menghina dirinya berdasarkan Pasal 240 Ayat 1 yang berbunyi:
"Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,".
Dalam KUHP baru tersebut juga disebutkan, jika penghinaan berujung kerusuhan di masyarakat, maka ancaman pidana hingga 3 tahun penjara menanti.
Sementara itu, menurut Pasal 241, penghinaan yang dilakukan melalui media sosial akan terancam 3 tahun bui. Jika penghinaan lewat media sosial berujung kerusuhan, maka terancam maksimal 4 tahun bui.
Selain itu, presiden juga dapat melaporkan pihak yang menyerang harkat dan martabat pribadi dirinya. Ini diatur dalam Pasal 218 KUHP.
Pasal 218 Ayat 1 berbunyi:
"Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,".
Baca juga: DPR Sahkan RKUHP, Supriansa: Jika Masih Mengganjal, Silahkan Uji Materi ke MK
Adapun menurut Pasal 219, penyerangan harkat dan martabat pribadi presiden melalui media sosial dapat terancam maksimal 4 tahun bui.
Sama halnya seperti presiden, wapres dapat melaporkan pihak yang menghina dirinya menurut Pasal 240 dan 241. Ia juga dapat melaporkan pihak yang dinilai menyerang harkat dan martabatnya, merujuk pada Pasal 218 dan 219.
Yang berikutnya adalah Menteri. Menteri dapat melaporkan pihak yang menghina dirinya. Hal tersebut mengacu pada Pasal 240 yang berbunyi:
"Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,".
Jika penghinaan melalui media sosial, maka diatur dalam Pasal 241 bahwa penghinaan yang dilakukan lewat medsos terancam 3 tahun bui. Jika penghinaan lewat medsos berujung kerusuhan, maka terancam maksimal 4 tahun bui.
Tak hanya Presiden, Wakil Presiden beserta Menteri, Lembaga MPR, DPR dan DPD dapat melaporkan pihak yang menghina, menista, atau memfitnah dirinya. Ini juga mengacu pada Pasal 240 yang berbunyi:
"Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,".
Jika penghinaan melalui media sosial, maka diatur dalam Pasal 241 bahwa penghinaan yang dilakukan lewat medsos terancam 3 tahun bui. Jika penghinaan lewat medsos berujung kerusuhan, maka terancam maksimal 4 tahun bui.
Selain lembaga eksekutif dan legislatif, Pasal 240 juga mengatur penghinaan terhadap lembaga yudikatif. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dapat melaporkan pihak yang dinilai menghina atau memfitnah.
"Setiap Orang yang Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," demikian bunyi pasal tersebut.
Jika penghinaan melalui media sosial, maka diatur dalam Pasal 241 bahwa penghinaan yang dilakukan lewat medsos terancam 3 tahun bui. Jika penghinaan lewat media sosial berujung kerusuhan, maka terancam maksimal 4 tahun bui.
Dalam KUHP yang baru juga dijelaskan, yang dimaksud dengan ‘menghina’ adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah.
Menghina berbeda dengan kritik yang merupakan hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara. (IRN)
rkuhp rancangan undang-undang pengesahan undang-undang rapat paripurna penghinaan presiden lembaga negara lembaga eksekutif legislatfi yudikatif
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024