CARITAU JAKARTA - Upaya pemerintah dalam memberantas mafia tanah tampaknya masih belum berjalan maksimal. Instruksi Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/ Kepala BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melibas mafia tanah belum juga direalisasi aparat dibawahnya.
Hal itu mengingat, ada ratusan ahli waris pemilik tanah di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang, masih merana karena hak miliknya, puluhan hektare tanah diserobot pengembang Bumi Serpong Damai (BSD) tak kunjung dibayar.
Kini lahan mereka sudah berdiri gedung-gedung megah antara lain gedung BCA, Mall, dan apartemen Grand Wich yang dibangun pengembang raksasa, PT Bumi Serong Damai (BSD).
Ada 15 orang ahli waris pemegang PPJB dan ratusan ahli waris yang berharap kepada Majelis Hakim Pengandilan Negeri (PN) Tangerang untuk segera memutus perkara 604 dan 605 yang sudah bertahun-tahun tak kunjung diputus perkara itu.
Kuasa Hukum puluhan warga ahli waris, Firdause Tarigan dari Kantor Hukum S Firdaus Tarigan SH, SE, MM& Rekan (Forum Bantuan Hukum Indonesia) menyatakan bahwa puluhan hektare yang diserobot pengembang properti raksasa, BSD.
"Berdasarkan surat keterangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tangerang menyatakan bahwa lahan yang sekarang ini dikuasai oleh pengembang, adalah benar milik para ahli waris.
"Pernyataan dari Kepala BPN Tangerang di sidang perkara 604 dan 605 menyebutkan bahwa sesuai data faktual di BPN baik secara manual dan digital tanah yang diperkarakan itu memang masih milik ahli waris. Jadi gugatan kami kuat sekali," kata Firdaus Tarigan.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ada dugaan kuat, penguasaan lahan ahli waris oleh pengembang adalah ilegal. "Pengembang menyerobot tanah milik masyarakat karena pengembang diduga dibackingin oknum aparat. Sehingga saksi-sakti persidangan yang dihadirkan tidak menguasai kronologis lahan," kata Firdaus Tarigan dengan nada kecewa.
Menurut Firdaus Tarigan, saksi ahli mantan lurah setempat yang dihadirkan pada sidang perkara ini, tidak memaparkan kronologis sejarah tanah di BSD tersebut.
"Karena tentu ada unsur kesengajaan di mana tergugat menghadirkan saksi yang tidak kompeten," kata Firdaus Tarigan.
Manajemen BSD tidak ada niatan baik untuk menyelesaikan perkara sengketa lahan no 604 dan 605 di PN Tangerang.
Lebih lanjut Firdaus Tarigan menyatakan bahwa telah puluhan kali digelar sidang perkara ini, pihak tergugat tidak hadir di PN Tangerang. Ini produk Notaris. Pejabat pemerintah mestinya tidak boleh dihadirkan sebagai saksi.
"Nah itu yang kami sebut ada proses kejanggalan. Tidak menghadirkan saksi yang menerima Peralihan itu. Di lapangan dikuasai BSD, ada bukti sektor, Sampai di agenda sidang Pemeriksaan Setempat (PS) pada Februari 2024, pihak tergugat tidak pernah hadir," kata Firdaus Tarigan lagi.
Ini produk Notaris kata Firdaus. Pejabat tidak bisa dihadirkan sebagai saksi. Namun dipaksakan.
"Ada proses persidangan di PN Tangerang yang janggal, tidak menghadirkan saksi yang menerima Peralihan atas tanah itu," ucapnya.
Lebih jauh dirinya menyatakan, di lapangan lahan yang dikuasai BSD, ada bukti sektor PBB, PPJB, kenapa beralih ke BSD?
Perkara No: 604 dan 605 menyatakan bahwa ada 40 hektare lebih, kata Rosmaniar Tarigan, 80 persen belum dibayar. Memang ada yang sudah dibayar tetapi langsung ke para ahli waris.
"Ahli waris menunggu, bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Tanah mereka dirampas BSD, hingga saat ini belum dibayar. Ada hektaran lahan telah dibangun gedung BCA Mall, Grand Wich dan lain-lain," pungkasnya. (DID)
Milenial Muda Sehati: Ayo Berpolitik Riang Gembira...
Inovasi Jakarta Tourist Pass, Bank DKI Raih Jakart...
Frederik Victor Palimbong: Cagub 02 Andi Sudirman...
LSI Denny JA: Kebijakan Ekonomi di 10 Tahun Kepimp...
Tarif Listrik Tidak Naik hingga Akhir Tahun