CARITAU MAKASSAR - Sudah tujuh bulan lamanya kasus dugaan kekerasan seorang anak berkebutuhan khusus berinsial GF (4) bergulir di Unit Perllindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar.
Hingga saat ini, belum ada kejelasan terkait kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oknum terapis di salah satu yayasan terapis yang terletak di Jalan Tallasalapang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) tersebut.
Baca Juga: Nenek 61 Tahun di Makassar Terkena Peluru Nyasar
Anehnya lagi, penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Makassar diduga kerap meminta sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut terhadap ibu korban berinisial FM (26).
Mulai dari meminta dibelikan Pizza, dibayarkan uang cukur, dan pembeli bensin untuk oknum penyidik Unit PPA Polrestabes Makassar tersebut.
Bahkan, tak jarang oknum penyidik tersebut kerap meminta untuk bertemu berdua dengan ibu korban.
"Iya betul. Ini to penyidiknya itu uang cukur, dia minta ketemu karena dia mau membahas mengenai saksiku yang mau dijadikan tersangka. Makanya dia minta ketemu berdua," ungkapnya saat diwawancarai awak media.
"Karena kebetulan suamiku di daerah. Jadi kan kalau saya kemana-mana pakai PH sama mantan terapisnya anakku. Terus dia bilang bisa tidak kalau berdua. Minta ketemu berdua, saya bilang tempatnya di mana, terus dia bilang di BW (tempat cukur di Jalan AP Pettarani) ternyata minta dibayarkan cukurnya," katanya.
Sementara terkait dengan permintaan pizza sendiri, kata FM, penyidik tersebut menjanjikan untuk memperlihatkan hasil psikiater korban.
"Pizza itu dia janjinya mau kasi lihat hasil psikiater. Awalnya saya minta disuruh belikan pizza, saya kira yang 1 pan ji. Dia bilang yang limo (berukuran 1 meter) bolehkha," ujarnya.
Namun anehnya lagi, setelah ibu korban memberikan pizza tersebut terhadap penyidik itu, hasil psikiater dari korban belum juga diberikan.
"Pada saat sudah saya kasi pizza, saya mintami hasilnya, terus dia bilang nantipi, ketemu paki di Polres. Saya tidak dikasi," jelasnya.
Sementara itu, pengacara korban, Mahar Tri Ramadani mengatakan, saat ini pihaknya sudah melaporkan kejadian ke pihak Wasidik dan Propam Polda Sulsel.
"Sudah kami laporkan ke Propam dan Wasidik. Terkait dengan tindakan dalam proses penyelidikan kami melaporkan ke Wasidik. Terkait dengan etika kelembagaan, penyidiknya melakukan pelanggaran tidak menghormati wanita kami lakukan laporan ke Propam. Penyidiknya itu cuma satu, yang meminta semua itu. Satu orang yang sama," ujarnya.
"Yang jadi persoalan itu etikanya dia mengajak secara berdua. Mauka ketemu berdua dulu penting banget," sambungnya.
Nantinya, pihaknya akan dijanjikan gelar perkara khusus terkait kasus dugaan kekerasan tersebut Polda Sulsel.
"Untuk gelar perkara khusus itu hanya polda, bukan polrestabes. Tapi dilakukan oleh Polrestabes, kami ada undangan yang diberikan sama pihak Polrestabes," tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar, Iptu Syahuddin Rahman mengungkapkan, adanya keterlambatan dalam penanganan perkara ini dikarenakan banyaknya saksi yang harus dihadirkan untuk dimintai keterangan.
"Jadi dalam kasus ini terlapor adalah salah satu penanggung jawab terapis di Kota Makassar, laporannya (FM) kita terima sekitar bulan April. Penyidik (sudah) melakukan serangkaian proses penyelidikan, kita periksa pelapor, kemudian terlapor, kemudian korban, kemudian saksi-saksi yang mengetahui," ujar Syahuddin saat diwawancara, Minggu (12/11/2023) sore.
Syahuddin menyebut, dalam rangkaian proses penyelidikan yang dilakukan pihaknya dimulai dari mengumpulkan barang bukti juga pemeriksaan saksi-saksi, dan ditindaklanjuti dengan gelar perkara pertama.
Saksi yang telah diperiksa itu mulai dari pelapor, terlapor beserta beberapa guru terapis korban, juga saksi ahli, salah satunya dari IEP (Individualized Educational Program).
Nantinya, kata Syahuddin, pihaknya bakal melakukan gelar perkara khusus kasus ini sebagai bentuk transparansi. Pada gelar perkara khusus itu akan dihadirkan pelapor, terlapor, pengawasan penyidikan (Wassidik), Paminal, Propam hingga Kabiro Hukum.
"Kita gelar pertama kasus ini, rekomendasi gelar pertama kita membutuhkan saksi ahli. Kemudian saksi ahli telah kita periksa dari Ikatan Okupasi Terapis Indonesia (IOTI), kemudian dari Dinas Kesehatan (Dinkes), setelah itu, kami akan gelar khusus, menghadirkan pelapor dan terlapor, dan beberapa dari internal kami. Setelah gelar khusus maka banyak bukti-bukti yang kita dapatkan di sana," sebutnya.
"Setelah kita lakukan itu semua pemeriksaan dan kita bisa memfaktakan. Jadi yang bisa kita fakta kan adalah yang sinkron dengan keterangan saksi-saksi dengan visum. Maka kasus ini kita bisa tingkat kan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan," sambungnya.
Adanya keterlambatan penyelidikan kasus ini juga disebut karena korbannya merupakan seorang yang berkebutuhan khusus atau ADHD (Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas). Syahuddin mengaku pihaknya kesulitan memperoleh keterangan secara langsung dari korban, dan harus meminta bantuan psikolog dari PPA.
"Dan pelapor menghadirkan (korban) baru di bulan Juni 2023, jadi laporan di bulan April baru bisa kami dapat memeriksa keterangan korban itu di tanggal 21 Juni 2023. Itu yang saya bisa jelaskan di keterlambatannya penanganan kasus ini. Kemudian yang bisa menjelaskan bahwa apakah kekerasan anak itu sudah sesuai dengan SOP yang mereka lakukan di sana (yayasan) atau bagaimana itu bukan ranahnya kami di penyidik, tapi hanya ahli yang bisa menjelaskan. Inilah semua yang membuat kendala sehingga lambat," ungkapnya.
Sementara untuk dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oknum penyidik perkara ini dengan meminta 'upeti' kepada pelapor atau ibu korban ditepis Syahuddin. Kata dia, pihaknya dalam hal ini Unit PPA Satreskrim Polrestabes Makassar sudah profesional menangani seluruh perkara yang ditanganinya.
"Kalau terkait ada permintaan-permintaan (oknum penyidik) itu kami Kanit PPA tidak pernah seperti itu, tidak adalah seperti itu. Selama laporan ini kami terima, kami profesional, kami transparan, kami menyampaikan seluruh rangkaian penyelidikan atau SP2HP selalu kami sampaikan kepada pelapor," pungkasnya. (KEK)
Baca Juga: Gegara Tak Diberi 'Jatah' Istri, Sopir Angkot di Makassar Nekat Cabuli Dua Ponakannya
kekerasan Perkara Anak Berkebutuhan Khusus polrestabes makassar
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...