CARITAU MAKASSAR – Pemerintah secara resmi telah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% sejak 1 April Lalu.
Ketentuan ini merupakan amanat dari UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Hal ini pun menuai pro kontra dari kalangan pengusaha maupun masyarakat.
Baca Juga: Menkeu Rekomendasikan Bank Dunia dan IMF Pertahankan Momentum Reformasi
Menanggapi hal itu, Pengamat Ekonomi Universitas Muslim Indonesia (UMI), Syamsuri Rahim menganggap kebijakan kenaikan tarif PPN terburu-buru. Pasalnya, perekonomian saat ini masih masa menyembuhkan diri.
"Artinya bagus untuk pemerintah menambah pendapatan, tapi liat dahulu perkembangannya, kalau kondisional ekonomi sudah bagus tidak masalah, tapi kalau sekarang terlalu cepat," katanya,
Syamsuri menyebut saat ini pertumbuhan ekonomi sementara merangkak naik kembali. Meski begitu, kondisi ini menunjukkan perekonomian belum stabil.
"Kalau direcoki terlalu tinggi justru malah mengganggu proses pemulihan ekonomi," bebernya.
Syamsuri yang juga merupakan Wakil Dekan 3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMI menyebut menaikkan tarif PPN saat ini merupakan rencana terburuk pemerintah untuk meningkatkan penerimaan.
Kata dia, perencanaan-perencanaan lain yang lebih matang untuk meningkatkan pendapat negara melalui pajak, tetapi bukan dengan menaikkan.
"Kalau ekonomi sudah stabilkan bisa diperlakukan perlahan, tetapi kalau saat ini, baru menanjak, langsung dibebani, nanti yang ada surut lagi. Kalau belum normal jangan dulu, justru harus ada stimulus untuk membantu," tandasnya. (KEK)
Baca Juga: Sri Mulyani Terkait Panggilan MK: Kalau Ada Undangan Resmi, Saya Datang
kementerian keuangan kenaikan tarif ppn terlalu terburu-buru pajak sri mulyani stimulus ekonomi
Letusan Gunung Ibu Ciptakan Badai Petir Vulkanik
Wisata Jeep Merapi saat Liburan Panjang
Klopp: Hampir Mustahil Arsenal dan City Tersandung...
Kylian Mbappe Umumkan Cabut dari PSG: Cari Tantang...
Wisatawan Padati Kebun Teh Puncak Bogor