CARITAU BEIJING - Negara adidaya yang menduduki peringkat kedua militer terkuat di dunia, China mengumumkan anggaran sektor pertahanannya pada 2023 sebesar USD224,79 miliar dolar AS atau sekitar Rp3,4 kuadriliun.
Dalam pembukaan Sidang Tahunan Kongres Rakyat China (NPC) di Beijing, Minggu (5/3/2023, pengumuman besaran usulan anggaran tersebut mengalami kenaikan 7,2% dibandingkan pada 2022.
Baca Juga: Junta Militer Niger Batalkan Kerjasama Militer dengan Amerika Serikat
China melakukannya sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan modernisasi pertahanan nasionalnya untuk menjaga kedaulatan nasional, keutuhan wilayah, dan kepentingan pembangunan menghadapi ancaman dan ketidakstabilan eksternal, demikian draf NPC yang beredar di kalangan media.
Dengan kemampuan anggaran sektor pertahanannya tersebut tak heran China tetap dapat menduduki peringkat kedua dengan militer terkuat di dunia membuntuti Amerika Serikat.
Pelatihan canggih terus dilakukan oleh negara ini untuk terus memperkuat armada militernya.
Salah satu kekuatan militer yang dimiliki oleh China berada di Tiongkok. Upaya modernisasi yang terdapat di Tiongkok menjadi salah satu faktor yang memperkuat armada militer yang dimiliki oleh China.
Berdasarkan data dari Globalpowerfire.com, dikutip Minggu (5/3/2023), saat ini China memiliki 2,1 juta personel aktif dengan 510 ribu tentara cadangan.
China memiliki total 3.260 pesawat yang terdiri dari 1.200 jet tempur, 371 pesawat pengebom, 264 pesawat transportasi, 902 helikopter, 327 helikopter serang, 115 pesawat misi khusus dan 405 pesawat latih.
Untuk armada darat, China memiliki 3.205 tank tempur, 35 ribu kendaraan lapis baja, 1.970 unit self-propelled artillery, 1.234 unit artileri darat, dan 2.250 proyektor roket.
Sementara itu, China memiliki 777 unit armada laut dengan dua kapal induk, 79 kapal selam, 50 kapal perusak, 46 kapal frigate, 72 kapal korvet, dan 123 kapal patroli laut. China juga memiliki 507 bandara dan 22 terminal serta pelabuhan
Masih dari arena pembukaan sidang tahunan lembaga legislatif tersebut, Perdana Menteri China Li Keqiang menargetkan pertumbuhan perekonomian nasional pada 2023 sebesar 5 persen.
Menurut dia, target tersebut mencerminkan kepercayaan diri negaranya dalam pemulihan ekonomi nasional setelah berhasil memerangi pandemi COVID-19 dan mampu menyeimbangkan situasi gejolak ekonomi global dan ketidakpastian geopolitik. Target tahun 2023 tersebut juga lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional China yang dicapai pada tahun 2022 sebesar 3%.
Rangkaian sidang parlemen dua sesi yang terdiri dari Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China (CPCC) dan NPC digelar pada 4-11 Maret 2023 di Balai Agung Rakyat. Lebih dari 2.000 delegasi, baik yang mewakili partai politik maupun kelompok etnis minoritas, menghadiri sidang tahunan itu.
Tensi Tinggi Beijing–Washington
Meski terlihat biasa saja, tensi antara Beijing dan Washington dalam beberapa waktu ini kian meninggi. Mulai dari saling berbalas tuduhan, hingga polarisasi sikap dalam konflik Rusia dan Ukraina memberikan percikan baru hubungan kedua negara adidaya tersebut.
Belum lama ini, China ini mengeluarkan hasil laporan tentang hegemoni Amerika Serikat dan bahayanya di bidang politik, militer, ekonomi, keuangan, teknologi dan budaya dunia, Senin (20/2/2023) lalu. China menyebut AS sebagai negara ‘Pengganggu di Dunia’.
Laporan tersebut diterbitkan karena AS telah meningkatkan persaingan kekuatan besar di seluruh dunia, serta gayanya mencari hegemoni telah diubah dari ‘baik hati’ menjadi agresif, memaksa semakin banyak negara dan wilayah untuk memihak —kata pengamat China— memperingatkan bahwa upaya AS untuk menekan dan menahan China hanya akan meningkat dalam waktu dekat.
"Sejak menjadi negara paling kuat di dunia setelah dua perang dunia dan Perang Dingin, AS telah bertindak lebih berani untuk mencampuri urusan dalam negeri negara lain, dan untuk mengejar, mempertahankan, dan menyalahgunakan hegemoninya, memajukan subversi dan infiltrasi, dan dengan sengaja mengobarkan perang, membawa kerugian bagi masyarakat internasional," bunyi laporan tersebut, sebagaimana ditulis The Global Times, Rabu (22/2/2023).
Tak hanya itu, AS disebut telah mengembangkan buku pedoman hegemonik untuk menggelar ‘revolusi warna’, memicu perselisihan regional, dan bahkan secara langsung melancarkan perang dengan kedok mempromosikan demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia. Berpegang teguh pada mentalitas Perang Dingin, AS telah menggenjot politik blok dan memicu konflik dan konfrontasi. Ini telah melampaui konsep keamanan nasional, menyalahgunakan kontrol ekspor dan memaksakan sanksi sepihak kepada pihak lain.
Lalu, negara Paman Sam itu dinilai telah mengambil pendekatan selektif terhadap hukum dan aturan internasional, memanfaatkan atau membuangnya sesuai keinginannya, dan telah berusaha untuk memaksakan aturan yang melayani kepentingannya sendiri atas nama menegakkan ‘tatanan internasional berbasis aturan."
Laporan tersebut mencantumkan contoh campur tangan AS dalam urusan internal negara lain. Misalnya, atas nama ‘mempromosikan demokrasi’, negara itu mempraktekkan ‘Doktrin Neo-Monroe’ di Amerika Latin, memicu ‘revolusi warna’ di Eurasia, dan mengatur ‘musim semi Arab’ di Asia Barat dan Afrika Utara, membawa kekacauan. dan bencana ke banyak negara.
Selama beberapa tahun terakhir, AS juga berusaha mendorong dan mendukung "revolusi warna" di Hong Kong Special Administrative Region (HKSAR) China. Legislator Nixie Lam, dari Aliansi Demokratik untuk Perbaikan dan Kemajuan SAR Hong Kong, mengatakan kepada Global Times pada hari Senin bahwa di masa lalu, AS berkali-kali mengulurkan tangannya ke China Hong Kong.
Mengutip Daftar Fakta AS Campuri Urusan Hong Kong dan Mendukung Kekacauan Anti-China di Hong Kong yang diterbitkan Kementerian Luar Negeri China pada September 2021, Lam mengatakan China telah memperingatkan politisi AS dan agen mereka yang mencampuri urusan Hong Kong bahwa pemerintah dan rakyat Tiongkok bertekad untuk menjaga kemakmuran dan stabilitas Hong Kong, dan bahwa setiap intervensi dari luar pasti akan sia-sia.
Saling Bantah Insiden Balon Udara
Diketahui sebelumnya, Kementerian Luar Negeri China (MFA) melayangkan protes keras kepada Amerika Serikat terkait penembakan pesawat sipil nirawak China yang disebut sebagai ‘balon mata-mata’.
Pihak China telah memverifikasi situasi itu dan beberapa kali mengomunikasikannya dengan pihak AS, demikian pernyataan tertulis MFA di Beijing, Minggu (5/2/2023). MFA menyampaikan bahwa apa yang disebut oleh AS sebagai balon mata-mata itu adalah pesawat sipil yang tidak disengaja dan di luar dugaan terbang di wilayah udara AS.
"Juru bicara Kementerian Pertahanan AS mengatakan bahwa balon tersebut tidak menghadirkan ancaman militer atau fisik kepada orang-orang di darat. Meskipun demikian, reaksi AS sangat berlebihan dengan menggunakan kekuatan sehingga melanggar praktik-praktik internasional secara serius," demikian MFA.
MFA akan mengambil tindakan lebih lanjut untuk melindungi hak dan kepentingan sah pascapenembakan tersebut. Jet tempur militer AS telah menembak jatuh balon mata-mata tersebut di atas perairan Samudra Atlantik pada Sabtu (4/2/2023) atas persetujuan Presiden AS Joe Biden dikutip dari Xinhua.
Pihak China pada Sabtu mengeluarkan pernyataan bahwa pesawat nirawak yang memasuki wilayah udara AS itu adalah pesawat sipil yang digunakan untuk penelitian, terutama terkait dengan meteorologi.
Atas insiden tersebut Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menunda kunjungannya ke China yang rencananya dilakukan pada Jumat (3/2/2023). Di sisi lain, pihak Beijing sejauh ini menyatakan pesawat itu digunakan untuk penelitian cuaca sipil. Tapi militer China tidak memberitahu Kementerian Luar Negeri mereka mengenai masuknya pesawat itu ke wilayah udara AS.
Kondisi tersebut membuat Presiden Xi Jinping menyerukan adanya peningkatan komunikasi di antara pihak terkait, kata sumber tersebut. Balon pengintai tersebut dikembangkan oleh unit penelitian teknologi luar angkasa di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan China yang berafiliasi dengan pemerintah.
Balon dirancang untuk digunakan baik untuk keperluan militer maupun sipil, tetapi unit tersebut secara efektif dipimpin oleh militer, kata sumber tersebut. Unit itu juga menerbangkan balon mata-mata ke seluruh dunia, termasuk wilayah udara di atas Selat Taiwan dan Laut China Selatan, menurut sumber itu.
Di China, dilansir dari Antara, Kamis (9/2/2023) banyak teknologi terkait ruang angkasa dibangun dan dioperasikan bersama oleh sektor militer dan sipil, tetapi bagaimana tepatnya teknologi itu digunakan masih belum jelas. (IRN)
Baca Juga: AS Kirim Bantuan Kemanusiaan via Udara untuk Pertama Kalinya ke Jalur Gaza
china militer pesawat nirawak amerika serikat balon udara kementerian luar negeri china mfa anggaran pertahanan anggaran militer kekuatan militer
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...