CARITAU JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan terkait gugatan uji materil yang dilayangkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait ketentuan pasal 187 ayat (5) dan Pasal 189 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur soal Pendapilan DPR RI dan DPRD Provinsi.
Diketahui pada kedua pasal tersebut, mengatur tentang rincian Daerah Pemilihan (Dapil) dan jumlah alokasi kursi DPR RI dan DPRD Provinsi yang ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip penetapan daerah dan lampiran yang termaktub didalam putusan a quo yang dilaksanakan untuk kepentingan penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024.
Baca Juga: Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara Nasional, Prabowo-Gibran Unggul di Riau
Adapun dengan dikabulkannya gugatan terkait Pasal 187 ayat (5) dan Pasal 189 ayat (5) Undang- Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, maka secara otomatis penentuan Dapil dan jumlah alokasi kursi DPR RI dan DPRD Provinsi pada kontestasi Pemilu 2024 bukan lagi ditentukan DPR melainkan akan ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI).
"Mengabulkan permohonan Pemohan untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan perkara nomor 80/PUU-XX/2022 di Ruang Sidang Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2022).
Dalam kesempatanya, Ketua MK Anwar Usman menyatakan, norma aturan yang tertulis pada Pasal 187 ayat (5) dan Pasal 189 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Sepanjang tidak dimaknai Daerah Pemilihan (Dapil) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam peraturan KPU," imbuh Ketua MK.
Sebelumnya pada surat dokumen permohonan gugatan yang diajukan oleh Perludem menyebut,alasan untuk menggugat kedua Pasal yang telah mengatur tentang jumlah Dapil dan alokasi kursi DPR RI dan DPRD Provinsi lantaran dinilai tidak relefan lagi digunakan karena tidak mengatur tentang perkembangan jumlah penduduk atau pengurangan jumlah penduduk di daerah.
Hal itu dilakukan karena, menurut Perludem, didalam aturan yang termaktub dalam lampiran IV UU a quo telah menutup kemungkinan untuk penambahan atau pengurangan kursi DPR RI dan DPRD Provinsi berdasarkan situasi aktual jumlah penduduk masing-masing Provinsi menjelang Penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Bahwa norma di dalam UU a quo itu telah membuat situasi hukum dimana terjadi penambahan jumlah penduduk, namun juga mengharuskan provinsi menambah jumlah kursi DPRD, tetapi tidak bisa dilakuka karena sudah terkunci dengan adanya ketentuan didalam a quo, khususnya alokasi kursi DPRD Provinsi menjadi lampiran IV UU a quo," bunyi surat permohonan gugatan perludem.
Sementara itu, dalam dokumen surat gugatan pemohon, kedua pasal yang digugat itu telah diuji menggunakan landasan aturan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2), pasal 1 ayat (3), Pasal 22E ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1).
Adapun dalam landasan argumentasi yang tertulis didalam dokumen surat gugatan, pemohon menggugat aturan Pendapilan dan jumlah alokasi kursi DPR RI dan DPRD Provinsi dengan melihat lima prinsip utama.
Prinsip utama itu yakni, mengenai kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integritas wilayah, serta situasi yang berada dalam cakupan wilayah yang sama.
Disatu sisi, menurut Perludem selaku Pemohon, ketentuan Undang-Undang a quo dinilai telah menunjukan inkonsistensi dan ketidakpastian hukum dalam melakukan penetapan Dapil serta jumlah alokasi kursi legislatif.
Sebagai contoh, Pemohon menyebutkan wujud nyata inkonsistensi dan ketidakpastian hukum dalam pengaturan pendapilan pada Pasal 187 ayat (5) dan Pasal 189 ayat (5) UU Pemilu yang telah ditentukan dalam lampiran II dan Lampiran III sebagai bagian tak terpisahkan dari UU a quo bertentang dengan bunyi pasal lainnya.
Bunyi pasal yang dimaksud adalah Pasal 192 ayat (4) yang menyebutkan bahwa penyusunan dapil dan alokasi kursi diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Selain itu, inkonsistensi juga dilihat Pemohon dari bertabrakannya bunyi pasal a quo yang diujikan dengan bunyi Pasal 188 ayat (1) UU Pemilu, yang isinya mengatur terkait rentang jumlah kursi untuk DPRD Provinsi, di mana paling sedikit 35 kursi dan paling banyak 120 kursi.
Adapun ketentuan jumlah kursi untuk masing-masing provinsi yang ditentukan dalam Pasal 188 ayat (2 UU a quo secara rinci adalah sebagai berikut:
- Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1 juta orang memperoleh 35 kursi;
- Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1 juta hingga 3 juta orang memperoleh 45 kursi;
- Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 3 juta hingga 5 juta orang memperoleh 55 kursi;
- Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 5 juta hingga 7 juta orang memperoleh 65 kursi;
- Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 7 juta hingga 9 juta orang memperoleh 75 kursi;
- Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 9 juta hingga 11 juta orang memperoleh 85 kursi;
- Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 11 juta hingga 20 juta orang memperoleh 100 kursi;
- Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 20 juta orang memperoleh 120 kursi;
Dari pokok-pokok permohonan Pemohon tersebut, dalam pertimbangannya yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, MK menyatakan bahwa kewenangan penetapan dapil dan alokasikursi DPR dan DPRD Provinsi kembali menjadi wewenang KPU.
Selain itu, MK juga telah memerintahkan KPU RI agar dapat segera menyusun regulasi terkait hal teknis dengan penetapan Dapil dan alokasi kursi DPR dan DPRD melalui aturan litigasi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Hal itu mesti dilakukan oleh KPU RI, mengingat penetapan jumlah kursi dan dapil sudah dimulai sejak 14 Oktober 2022, dan akan berakhir pada 9 Februari 2023.
"Artinya, tahapan dimaksud belum berakhir. Makhamakh perlu menegaskan agar dalam menetapkan daerah pemilihan dan jumlah kursi di setiap daerah pemilihan disusun sesuai dengan prinsip-prinsip penetapan daerah pemilihan sebagaimana diatur dalam Pasal 185 UU 7/2017," urai Saldi Isra.
"Selain itu, dalam penentuan daerah pemilihan dan evaluasi penetapan jumlah kursi di masing-masing daerah pemilihan sebagiaman dimaksudkan dalam putusan a quo dilaksanakan untuk kepentingan penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 dan Pemilu selanjutnya," tandas Saldi Isra. (GIBS)
Baca Juga: Tidak Ada TPS Khusus, Komnas HAM: Banyak Pemilik Suara Kehilangan Hak Pilih di Pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...