CARITAU JAKARTA - Mantan Komisoner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2001-2027, Ramlan Surbakti merespon persidangan yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Rabu (8/2/2023).
Sidang tersebut terkait laporan dugaan kecurangan dan intimidasi pelanggaran pemilu yang menyeret sejumlah nama anggota KPU Daerah dan KPU RI.
Dalam keteranganya, pria yang juga berprofesi sebagai pakar politik itu mengaku sudah pernah membahas mengenai dugaan kecurangan dan intimidasi yang dilakukan oleh sejumlah anggota KPU bersama dengan mantan komisoner KPU RI, Hadar Nafis Gumay.
Baca Juga: Kontras Desak KPU Bertanggungjawab atas Meninggalnya 94 Petugas KPPS
Berdasarkan diskusi tersebut, Ramlan menilai, bahwa ada dugaan kekuatan yang besar dibalik perkara yang akan disidangkan pada esok hari itu. Sebab, menurut Ramlan, laporan mengenai dugaan kecurangan itu sudah massif diberbagai daerah namun Bawaslu terkesan bungkam dan tidak menindaklanjuti laporan tersebut.
"Kita sudah pernah bahas ini ya pak Hadar, ini dugaan bahwa sepertinya ada satu kekuatan. Bayangkan saja Bawaslu yang hadir di seluruh Indonesia gak melihat ini, padahal jelas-jelas itu ada apa. Jadi sekarang harapan kita ke DKPP," kata Ramlan, dalam agenda diskusi yang diadakan oleh Indonesia Corruption Watch secara daring, Selasa (7/2/2023).
Ramlan menyayangkan sikap Bawaslu yang tidak dapat mencium adanya dugaan pelanggaran etik tersebut. Pasalnya pelanggaran etik terkait dugaan kecurangan dan intimidasi penyelengara pemilu itu pertama kali mencuat bukan berdasarkan temuan Bawaslu namun berdasarkan laporan dari koalisi masyarakat sipil ke Bawaslu dan DKPP.
Ramlan menilai, bahwa jika narasi kecurangan dan intimidasi itu benar dilakukan, maka KPU diduga telah melakukan pelanggaran etik khususnya respect kepada hukum lantaran tidak menjalankan tugas berdasarkan perintah atau petunjuk Undang-Undang. Bahkan, dalam kasus dugaan kecurangan dan intimidasi itu, Ramlan pun melihat bahwa memang terjadi pelanggaran kode etik yang dilakukan KPU.
"Saya melihat ada pelanggaran kode etik, khusus nya Respect kepada hukum. Kalau KPU itu tidak menjalankan Undang-Undang, berarti KPU saat ini menyelenggarakan Pemilu atas dasar apa? Oooo apa ada tekanan ini, karena dia lebih takut kepada Parpol di DPR dari pada kita-kita ini, dari pada UU. Kalau KPU sudah begini, dugaa saya terbukti benar, maka saya kira indeks demokrasi Pemilu akan anjlok turun itu," tegas Ramlan.
Oleh karena itu, dalam keteranganya, Ramlan berharap DKPP dalam sidang yang digelar nanti dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya. Sebab, menurut Ramlan, prinsip kejujuran yang harusnya menjadi barometer utama dari pihak penyelenggara pemilu sudah ternodai akibat adanya dugaan pelanggaran tersebut.
"Kejujuran menurut saya ini sudah dinodai. Saya tidak ingin mendahului DKPP tapi saya harap besok satu yang harus diperhatikan DKPP apakah anggota KPU, pegawai KPU tingkat nasional kab/kota jujur atau tidak," kata Ramlan.
"Kalau enggak jujur, itu risikonya itu kredibilitas proses dan hasil pemilu. Kalau pemilu tidak kredibel maka tidak punya legitimasi dan berdampak pada hasil pemilu. Maka pejabat yang terpilih tidak berlegitimasi, kalau tidak didukung oleh rakyat sehingga pemerintahan tidak akan efektif," sambungnya.
Ramlan menambahkan, agenda persidangan itu setelah mendapat keterangan dari kedua belah pihak, DKPP dapat mencermati terlebih dahulu dalam mengambil keputusan mengenai dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu tersebut.
"Imbauan ke DKPP itu, besok setelah mendapat keterangan, dalam mengambil keputusan, saya harap dalam keputusan di situ ada istilah kalau di MK itu pertimbangan hukum, kalau ini (DKPP) etik. Prinsip apa yang dilanggar, buktinya apa, siapa yang melakukan pelanggaran, seberapa berat pelanggaran itu harus ada dipertimbangan sebelum jatuhkan sanksi," tandas Ramlan.
Sebagai informasi tambahan, perkara dugaan pelanggaran etik tersebut dilaporkan oleh Jeck Stephen Seba yang memberikan kuasa kepada Alghiffari Aqsa, Fadli Ramadhanil, Ibnu Syamsu Hidayat, Imanuel Gulo, Airlangga Julio, Yokie Rahmad Isjchwansyah, Hilma Gita, dan Ikhsan L. Wibisono.
Dalam perkara dugaan pelanggaran kode etik itu Jeck Stephen Seba diketahui telah melayangkan laporan dugaan pelanggaran kode etik dengan terlapor sebanyak sepuluh orang penyelenggara pemilu. Sepuluh orang terlapor itu antara lain Meidy Yafeth Tinangon, Salman Sahelangi, dan Lanny Anggriany Ointu (Ketua dan Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai Teradu I sampai III.
Serta Lucky Firnando Majanto (Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Utara) dan Carles Y Worotitjan (Kabag Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan SDM KPU Provinsi Sulawesi Utara) sebagai Teradu IV dan V.
Selain itu, diadukan juga Elysee Philby Sinadia, Tomy Mamuaya, dan Iklam Patonaung (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Sangihe) sebagai Teradu VI sampai VIII. Serta Jelly Kantu (Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe) dan Idham Holik (Anggota KPU RI) sebagai Teradu IX dan X.
Teradu I sampai IX diduga telah mengubah status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi Memenuhi Syarat (MS) dari Partai Gelora, Partai Garuda, PKN, dan Partai Buruh dalam proses verifikasi administrasi, verifikasi administrasi perbaikan, verifikasi faktual, dan verifikasi faktual perbaikan dengan cara mengubah data berita acara dalam SIPOL dalam kurun waktu 7 November s.d 10 Desember 2022.
Sedangkan Teradu X diduga menyampaikan dugaan ancaman di hadapan seluruh peserta Konsolidasi Nasional KPU se-Indonesia yang digelar di Convention Hall Beach City Entertainment Center (BCEC), Ancol, Jakarta Utara. Ancaman tersebut adalah perintah harus tegak lurus, tidak boleh dilanggar, dan bagi yang melanggar akan dimasukan ke rumah sakit. (GIB)
Baca Juga: Hasto Kritik Pertemuan Jokowi-Paloh: Bukti Bahwa Demokrasi Indonesia dalam Permasalahan Besar
sidang kecurangan pemilu dkpp kekuatan besar intimindasi pemilu 2024
Cara Upgrade Skill Gaming dengan Samsung Galaxy A1...
Masuk Minggu Tenang, Pj Teguh Pastikan Jakarta Ber...
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...