CARITAU MAKASSAR - Mantan Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak membacakan nota keberatan (eksepsi) soal kasus korupsi dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Tipikor Makassar, Rabu (9/8/2023).
Dalam eksepsi tersebut, Ricky Ham menjelaskan terkait pemberian uang ke Hinca IP Pandjaitan dan Partai Demokrat.
Baca Juga: Hinca Pandjaitan Akui Terima Uang Rp50 Juta dari Ricky Ham Pagawak
Di mana, kiriman uang sebesar Rp1,5 miliar kepada staf Bendahara Partai Demokrat adalah sebagai sumbangan kepada partai besutan Agus Harimurti Yudhoyono.
Ia mengaku uang tersebut bukan hanya dari dirinya, tetapi juga dari sumbangan sejumlah bupati di Papua.
"Sumbangan yang kami tujukan kepada Partai Demokrat adalah sumbangan kader Partai Demokrat. Sumbangan tersebut dari beberapa bupati di Papua dikumpulkan melalui saya,"katanya.
Kata dia, sumbangan dikumpulkan melalui dirinya karena saat itu dirinya adalah salah satu pimpinan Partai Demokrat di Papua. Ia juga menjelaskan aliran dana sebesar Rp50 juta kepada Hinca IP Pandjaitan.
"Bahwa terkesan penyidik memunculkan peran termasuk Hinca Pandjaitan yang pernah saya kirim uang duka, karena ibunya meninggal. Dan saya menghadiri langsung pemakaman di Sumatera Utara," ujarnya.
Selain itu, ia menyinggung nama Kapolda Papua, Inspektur Jenderal Mathius D Fakhiri yang disebutnya juga menerima transferan. Meski demikian, Mathius tidak pernah diperiksa KPK.
"Sedangkan tokoh lain yang sama sekali tidak disinggung oleh KPK dan tidak diperiksa KPK yang mendapatkan transferan kepada saya seperti Mathius Fakhiri tidak pernah diperiksa oleh KPK," ungkapnya.
Selain itu, soal dakwaan terkait suap dan gratifikasi, dirinya menganggap dakwaan JPU KPK terdapat kesalahan, kekeliruan, dan ketidakcermatan.
Ia menyinggung soal pemberian uang dari tiga kontraktor yakni Marten Toding, Simon Pampang, dan Jusieandra Pribadi Pampang yang kini sudah berstatus terpidana adalah keliru.
"Bahwa berdasarkan beberapa catatan JPU telah salah dan keliru serta tidak cermat menyusun surat dakwaan karena nyata-nyata pada tanggal tersebut saya tidak menjabat sebagai bupati. Padahal dakwaan jaksa tuduhan tindak pidana kepada saya dilakukan dalam kedudukan saya sebagai bupati," katanya.
Ricky Ham Pagawak juga menyampaikan curhat agar JPU tidak memunculkan dua nama perempuan yakni Brigita Purnawati Manohara dan Christa Fransiska Djasman. Ia meminta agar KPK untuk fokus pada salah satu terpidana Simon Pampang.
"Kepada JPU saya minta tolong kalau pemberitaan di media massa jangan memunculkan soal perempuan-perempuan. Jangan menuturkan pribadi-pribadi orang partai. Kami anggap bahwa kalau seperti kerjanya KPK maka ini bukan karena tipikor, gratifikasi. Mungkin ini karena kasus perceraian ataupun perselingkuhan yang dimunculkan adalah perempuan-perempuan seperti Brigita Manohara dan Charista Djasman," jelasnya.
"Kalau jaksa berani bicara itu lagi, karena itu berkaitan dengan menyebutkan harga diri orang lain. Saya minta JPU fokus pada Simon Pampang, bukan orang-orang yang tidak ada sangkut paut. Mereka (Brigita dan Charista) bukan orang-orang yang dikasih uang dari perusahaan," ucapnya.
Berdasarkan hal tersebut, Ricky berharap Majelis Hakim yang diketuai Jahoras Siringo-ringo untuk membatalkan dakwaan JPU KPK.
"Demikian keberatan pribadi, semoga menjadi bahan pertimbangan majelis hakim dalam menyelidiki dan memutuskan dalam perkara ini," kata dia.
Sementara Penasihat Hukum Ricky Ham Pagawak, Petrus P Ell mengatakan poin eksepsi yang disampaikan yaitu mempertanyakan soal kewenangan Pengadilan Negeri Tipikor Makassar. Petrus menilai PN Tipikor Makassar tidak berwenang menyidangkan kasus yang menjerat kliennya.
"Alasan yuridisnya sudah dijelaskan tadi, karena sebagian besar saksi, dari 155 saksi yang dihadirkan sebagian besar berdomisili di wilayah hukum PN Jayapura," ujarnya.
Poin eksepsi selanjutnya, Petrus menilai dakwaan JPU KPL kabur, tidak jelas, dan tidak cermat. Alasannya, dakwaan terhadap kliennya saat tidak dan sudah selesai masa jabatannya sebagai Bupati Mamberamo Tengah.
"Poin kedua dakwaan ini kabur, tidak jelas dan tidak cermat. Karena ada transaksi yang dimasukkan dalam dakwaan itu terjadi pada saat yang bersangkutan sebelum menjadi bupati maupun setelah bukan menjadi bupati," tegasnya.
Kesalahan JPU KPK selanjutnya menurut Petrus yakni locus Dilekti. Ia mencontohkan ada Locus Dilekti yang berada di Sorong, Papua Barat tetap dimasukkan ke dalam Jayapura, Papua.
"Bedalah antara Papua dengan Papua Barat, mungkin jaksanya belum tahu situasinya di sana. Harus main-main lagi ke sana JPU," sindirnya.
Kesalahan fatal berikutnya menurut Petrus yakni JPU KPK menulis Kabupaten Mamberamo Tengah terdapat enam distrik. Padahal sebenarnya, di Mamberamo Tengah hanya ada lima distrik.
"Disebutkan ada enam distrik, ada distrik baru namanya Hologayam. Tidak ada itu di Mamberamo Tengah. Itu fatal lho," ungkapnya.
Petrus juga meragukan perhitungan dilakukan penyidik KPK soal TPPU sebesar Rp211 miliar. Petrus menganggap KPK mencampuradukkan kualifikasi perbuatan yang dilakukan kliennya saat menjabat dan tidak sebagai Bupati Mamberamo Tengah.
"Enggak ada Rp211 miliar itu. Mari kita hitung sama-sama. Jadi mereka mencampuradukkan kualifikasi perbuatan terdakwa yg bukan sebagai penyelenggara negara itu dicampur adukkan. Kita minta dakwaan dibatalkan," tegasnya.
Sebelumnya, Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak didakwa tiga pasal penyuapan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam dakwaan kasus penyuapan, Ricky Ham Pagawak didakwa Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.
Sementara untuk gratifikasi, JPU KPK mengenakan Pasal 12B Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Untuk dakwaan TPPU, JPU KPK mengenakan Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (KEK)
Baca Juga: Jadi Tersangka, Sekretaris MA Hasbi Hasan Tak Ditahan KPK
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...