CARITAU JAKARTA – Daun Kratom,nama itu mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat. Daun yang memiliki nama latin Mitragyna Speciosa itu adalah tanaman yang berasal dari keluarga kopi. Penggunaannya oleh masyarakat juga dengan cara diseduh, seperti kopi. Selain di Indonesia, tanaman Kratom banyak terdapat di Afrika, Malaysia, dan Thailand.
Pembahasan mengenai Kratom menjadi menarik lantaran tanaman yang juga dikenal dengan nama Biek itu disebut akan dimasukkan menjadi Narkotika Golongan I oleh pemerintah. Sebelumnya, tanaman yang lebih dulu masuk dalam golongan tersebut adalah Ganja.
Baca Juga: Polres Simalungun Sita 24 Pohon Ganja dari Ladang Warga
Padahal, Ganja banyak dikonsumsi masyarakat lokal sebagai rempah-rempah atau untuk pengobatan berbagai penyakit. Tuntutan melegalkan Ganja untuk pengobatan dan penelitian pun terus bermunculan hingga kini.
Kembali ke Kratom. Tumbuhan ini sudah lama dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai 'obat ajaib' segala penyakit, mulai dari kecanduan opioid, penghilang rasa sakit, hingga mengatasi kecemasan.
Khasiat daun ini juga telah diakui sejumlah negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia hingga Papua Nugini sejak berabad-abad lalu.
Daun Kratom biasanya dikeringkan dan dikonsumsi dengan cara diseduh sebagai minuman teh atau diminum dalam bentuk kapsul.
Berfungsi Mirip Morfin
Khasiat Kratom yang paling ampuh adalah mengobati kecanduan opioid zat yang terkandung dalam narkotika Opium yang berasal dari tanaman Morfin.
Kratom mampu menstimulasi reseptor otak layaknya morfin, meski dengan efek samping yang jauh lebih ringan.
Karena ‘kemiripan’ nya dengan Morfin, akhirnya tanaman yang banyak ditemui di daerah pedalaman Kalimantan itu semakin banyak digandrungi orang. Mulai dari untuk konsumsi pribadi hingga bisnis ekspor ke seluruh dunia.
Banyak yang mulai menyalahgunakan Kratom dengan mengkonsumsi dalam jumlah banyak dan terlalu sering.
Tingginya permintaan membuat banyak petani karet dan kelapa sawit di Kalimantan, seperti di Kapuas Hulu, mulai beralih garapan menanam pohon Kratom.
Keuntungan berbisnis Kratom tak bisa dianggap sepele. Berdasarkan data 2016 yang dinukil dari CNN Indonesia, sedikitnya 400 ton Kratom dikirim ke luar negeri dari Kalimantan setiap bulannya. Nilai penjualan daun tersebut mencapai US$130 juta per tahun atau sekitar US$30 per kilogram.
Sebagian besar pelanggan disebut membeli Kratom secara daring melalui Facebook dan Instagram.
Menurut data yang pernah dikeluarkan Kantor Pos Kalimantan Barat, sekitar 90 persen pengiriman dari Kalbar adalah paket Kratom yang dijual ke Amerika Serikat.
Obat Herbal atau Narkotika?
Kepopuleran Kratom memicu kekhawatiran banyak pemerhati kesehatan di dunia. Meski para ilmuwan menemukan efek positif Kratom, namun hingga kini masih sedikit sekali penelitian yang menganalisis keamanan dan efek samping keseluruhan dari daun tersebut.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), salah satu senyawa yang ditemukan dalam kandungan Kratom adalah opioid yang mampu memicu kecanduan hingga kematian.
Sebagai importir utama Kratom, Pemerintah Negeri Paman Sam bahkan menyebut penggunaan daun tersebut memicu puluhan kasus kematian di negaranya.
Keputusan AS memicu negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand untuk melarang konsumsi Kratom. Namun, produksi dan penggunaan daun tersebut masih tetap banyak.
Daun Kratom Mirip Narkoba, Gubernur Kalbar Surati Jokowi
Polemik daun Kratom membuat Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji berencana menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kekhawatiran pemusnahan pohon ini di daerahnya.
Menurut Sutarmidji, surat ini menjadi langkah lanjutan dalam menyikapi kelangsungan jutaan pohon kratom di Kalimantan Barat.
"Saya sudah mengumpulkan semua data, nanti saya akan menyurati beliau, beliau akan bilang nanti, mungkin dari DPR akan mem-backup ini," ucap Sutarmidji, seperti dikutip Antara, tahun lalu.
Menurut Sutarmidji, pohon Kratom adalah penunjang ekonomi masyarakat di Kalimantan Barat. Banyak masyarakat di Kalbar membudidayakan daun kratom sehingga terbukti mampu mengangkat kesejahteraan ratusan ribu petani.
Banyak masyarakat yang menanam pohon kratom di depan rumah atau kebun. Mereka lalu menjual daunnya dalam bentuk basah, kering, remahan, atau dalam bentuk tepung.
Diketahui, sejak 2019, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan agar pada 2023 budidaya daun kratom dihentikan dan 2024 penggunaan atau penjualan daun kratom total dilarang.
Namun Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mempertanyakan status tanaman kratom yang dinyatakan memiliki zat adiktif empat kali lebih kuat dari ganja. Sutarmidji mengatakan bahwa ada 200 ribu keluarga hidup dari kratom yang banyak diekspor ke mancanegara.
"Saya katakan bahwa orang yang mengonsumsi kraton tidak berhalusinasi, sedangkan ganja pasti berhalusinasi. Bahkan urine orang yang mengonsumsi kratom belum tentu positif," kata dia.
Sutarmidji juga mempertanyakan jika daun kratom benar-benar dilarang, bagaimana nasib pohon kratom yang sudah ada. Terdapat jutaan tanaman kratom termasuk di kawasan Betung Karibun dan Danau Sentarum yang ditetapkan paru-paru dunia oleh UNESCO. Sutarmidji mengatakan bahwa dirinya akan berkirim surat ke Presiden Joko Widodo perihal pentingnya daun kratom bagi perekonomian Kalimantan Barat.
Jika melihat permasalahannya, daun kratom tidak lagi hanya tentang ekonomi. Namun banyaknya pohon kratom guna menahan abrasi pantai, sungai, bahkan paru-paru dunia. Jika benar-benar dilarang, akan ada masalah lainnya selain permasalahan ekonomi yaitu kerusakan alam. (GIBS)
Baca juga:
Thailand Legalkan Ganja, Sebut Ganja Sangat Berharga Seperti Emas
Legalkan Ganja, Warga Thailand Boleh Teler Sembarangan di Jalan Gak Ya?
Dampak Negatif Ganja dan Gugatan Tiga Ibu Terhadap UU Narkotika
Baca Juga: Tim Gabungan Tangkap Pemesan Ganja Lewat Jasa Pengiriman Barang
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...