CARITAU JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menindaklanjuti perihal keputusan Mahkamah Agung (MA) nomor 24 P/HUM/2023 tentang Keterwakilan Perempuan sebesar 30% di setiap Daerah Pemilihan (Dapil) dan putusan Nomor 28 P/HUM/2023 tentang Judicial Review PKPU No 10 dan 11 tahun 2023 tentang syarat pencalonan mantan napi koruptor.
Adapun putusan MA perihal syarat pencalonan keterwakilan perempuan 30% di setiap Dapil dan syarat pencalonan mantan napi korupsi itu hanya ditindaklanjuti secara tertulis melalui surat keputusan bukan merevisi aturan yang termaktub didalam PKPU tersebut.
Baca Juga: Ungkap Laporan Pelanggaran Pemilu 2024, Bawaslu: Terbanyak Soal Etik
Diketahui, usai MA memutuskan dua gugatan soal syarat pencalonan itu, KPU RI kemudian menindaklnjuti dengan mengeluarkan surat nomor 1075/PL.01.4-SD/05/2023. Surat yang di keluarkan KPU itu tertulis bersifat penting dan diperuntukan untuk Partai Politik peserta Pemilu
2024.
"Tindaklanjut Putusan Mahkamah Agung, kepada Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilu," begitu bunyi surat yang ditandatangani Ketua KPU RI, Hasyim Asyari, dikutip Rabu (4/10/2023)
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, surat itu secara keseluruhan ditenggarai hanya berupa penjelasan ulang mengenai isi putusan MA atas dua perkara yang sebelumnya digugat sejumlah masyarakat sipil tanpa merubah substansi dari isi baleid yang telah termatub didalam PKPU No 10 dan 11 yang menjadi materi gugatan.
Diketahui putusan MA dengan perkara nomor 24/P/HUM/2023 itu diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, dan tiga orang atas nama individu yakni mantan Anggota KPU RI Hadar Nafis Gumay, dosen Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini, dan mantan Anggota Bawaslu RI Wahidah Suaib.
Sementara pada perkara nomor 28 P/HUM/2023, sebelumnya diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), hingga dua orang bekas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang.
MA dalam putusan No 24/P/HUM/2023 dalam uji materi norma keterwakilan perempuan 30% di setiap Dapil, secara keseluruhan diketahui telah mengamini materi dari pihak penggugat dengan perhitungan angka pembulatan keatas sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"PKPU No 10 Tahun 2023 bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dalam hal penghitungan 30% jumlah calon perempuan di setiap daerah menghasilkan angka pecahan dengan pembulatan ke atas," bunyi putusan MA yang tertulis dalam surat KPU.
Namun, dalam menindaklanjuti putusan itu, KPU RI diketahui hanya memberikan himbauan pada partai politik peserta Pemilu tanpa mengubah dan menjelaskan diksi baleid yang masih tertulis di PKPU No 10 yang menyebutkan penghitungan 30% calon perempuan dengan pembulatan ke bawah.
Dalam surat itu, KPU hanya menghimbau kepada seluruh partai politik peserta pemilu 2024 dan para Bacaleg mememodani keputusan MA soal dua perkara yang digugat tersebut.
Selain itu, hal yang sama juga dilakukan KPU dalam menindaklanjuti putusan MA No perkara 28/P/HUM/2023 tentang syarat pencalonan eks napi koruptor menjadi Bacaleg. Dalam surat itu KPU lagi-lagi hanya meminta parpol peserta Pemilu untuk memedomani putusan MA tanpa merevisi aturan PKPU No 10 dan 11 tahun 2023.
Adapun dalam putusannya MA menilai syarat perhitungan pidana tambahan pencabutan hak politik yang dimasukkan bertentangan dengan UU 7/2017 tentang Pemilu serta putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dan Nomor 12/PUU-XXI/2023.
Secara garis besar, terkait gugatan PKPU No 10 dan 11 tentang syarat pendaftaran mantan napi koruptor jadi Bacaleg, Putusan MA mengamini dalil gugatan para Pemohon yang menganggap aturan KPU menunjukkan kurangnya komitmen dan semangat pemberantasan korupsi.
Hal itu lantaran KPU dinilai mengabaikan masa jeda waktu lima tahun bagi mantan terpidana korupsi yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, jika dalam vonis mereka memuat pidana tambahan pencabutan hak politik.
Sebagai contoh, dalam PKPU No 10 dan 11 itu secara garis besar telah memberikan karpet merah untuk mantan napi koruptor mendaftar menjadi Bacaleg tanpa harus menunggu masa jeda waktu lima tahun sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Diketahui bila mengacu pada Lampiran I PKPU 10/2023 tentang Pencalonan Anggota Legislatif, jadwal pencermatan rancangan DCT sudah usai, karena dilakukan mulai 24 September hingga 3 Oktober 2023.Sehingga, mulai 4 November 2023 KPU sudah melaksanakan tahapan Penyusunan DCT dan akan berakhir dengan penetapan DCT pada 3 November 2023.
Satu hari setelahnya, atau tepat pada tanggal 4 November 2023, KPU akan mengumumkan DCT Pileg 2024.
"Berkenaan dengan hal tersebut, agar partai politik peserta Pemilu memedomani Putusan Mahkamah Agung dimaksud dalam mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota pada masa pencermatan rancangan Daftar Calon Tetap (DCT)," tutup Hasyim dalam surat Tindaklanjut Putusan MA yang dikeluarkan KPU RI, Minggu (01/10/2023). (GIB/DID)
Baca Juga: Respon Jokowi Soal Presiden Boleh Kampanye, KPU Minta Publik Baca UU Pemilu
kpu putusan ma keterwakilan perempuan bacaleg pileg 2024 pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...