CARITAU MAKSSAR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan pengembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun anggaran 2020.
Dalam kasus dugaan pengondisian Laporan Keuangan di zaman terpidana Nurdin Abdullah, KPK telah menetapkan lima orang tersangka. Baik pemberi maupun penerima suap.
Baca Juga: Rumah SYL Senilai Rp4,5 Miliar di Makassar Disita KPK
Rinciannya, mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat sebagai pemberi suap. Di mana Edy Rahmat ikut terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK bersama Nurdin Abdullah dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengerjaan proyek di Sulsel, akhir Februari 2021 lalu.
Kemudian bertindak sebagai penerima suap, yakni, Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara sekaligus mantan Kepala Subauditorat Sulsel I BPK Perwakilan Sulsel Andy Sonny (AS).
Kemudian Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM) selaku pemeriksa pada BPK Perwakilan Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW) selaku mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Sulsel dan Gilang Gumilar (GG) selaku pemeriksa pada perwakilan BPK Sulsel/staf Humas, dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Sulsel.
Bahkan, penyidik KPK juga melakukan pengembangan dengan pemeriksaan saksi terhadap empat pimpinan DPRD Sulsel, yakni Ketua Andi Ina Kartika Sari, Wakil Ketua II Darmawangsyah Muin, Wakil Ketua III Ni'matullah Erbe dan Wakil Ketua IV Muzayyin Arif.
Penyidik KPK juga telah menggeledah kediaman pribadi Ina Kartika Sari di Makassar dan menyita sejumlah dokumen penting seputar Laporan Keuangan Pemprov Sulsel. Namun KPK belum merinci secara jelas.
"Nanti diinformasikan," singkat Kepala Pemberitaan KPK, Ali Fikri beberapa waktu lalu.
Jika menilik proses audit yang dilakukan BPK sesuai dengan pasal 56 ayat 3 UU 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Serta ditegaskan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 31 ayat 1, hasil audit Laporan Keuangan BPK setelah terbit kemudian diserahkan ke Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Kemudian APIP melakukan koordinasi dengan kepala daerah terkait.
Setelah itu Pemerintah menyerahkan laporan keuangan ke Dewan untuk dibahas lebih lanjut dan dijadikan Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
Wakil Ketua Eksternal Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Angga Reksa menilai, penggeledahan penyidik KPK di kediaman Ina Kartika Sari dan pemeriksaan pimpinan DPRD Sulsel lainnya sebagai saksi perlu dilihat dari kapasitasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam peraturan perundang-undangan, yakni Pasal 1 angka 26 KUHAP, definisi saksi, yakni orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengarnya, dilihatnya, atau dialaminya sendiri.
Sehingga tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus dugaan pengondisian Laporan Keuangan BPK. Maka dari itu Lembaga Anti Korupsi bentukan mantan Ketua KPK Abraham Samad berharap, semua yang terlibat dalam kasus rasuah ini bisa diseret.
"Kami mendukung penuh upaya KPK dalam penyidikan dugaan suap terhadap oknum Auditor BPK Sulsel. Kami harap penyidik mengusut semua pihak yang terlibat, baik eksekutif, legislatif maupun swasta," katanya.!
Sebab penggeledahan di kediaman Ina Kartika Sari telah menunjukkan bahwa ada upaya penyidik KPK mencari alat bukti untuk membuat terang benderang kasus dugaan pengondisian tersebut. Apalagi penggeledahan dilakukan di rumah pribadi seorang pejabat.
"Semua yang mengetahui dan jelas - jelas menerima atau menyalahgunakan wewenang harus diseret menjadi tersangka. Kalau dia mengetahui tapi tidak dilaporkan, bisa kena pasal 55, turut serta bersama - sama dalam menciptakan timbulnya kerugian negara," tandasnya.
Diketahui, Edy Rahmat mengaku uang suap yang diberikan kepada oknum auditor BPK tersebut dikumpulkan dari 11 kontraktor. Itu sesuai fakta sidang yang mencuat di perkara Nurdin Abdullah pada tahun 2021 lalu.
Edy Rahmat mengakui menyetor uang ke oknum pegawai BPK sebesar Rp2,8 miliar dengan tujuan untuk menghilangkan hasil temuan Laporan Keuangan BPK terhadap sejumlah pekerjaan proyek.
Dari 11 pengusaha itu, uang yang terkumpul Rp3,2 miliar. Rp2,8 miliar disetor ke Gilang sementara Rp320 juta lebih merupakan jatah Edy Rahmat.
Kesaksian Edy Rahmat di muka persidangan terkait pengondisian itu berawal dari OTT KPK. Kala itu penyidik KPK turut mengamankan uang dalam koper senilai Rp2 miliar dan Rp500 juta dalam tas ransel. Serta uang sebesar Rp300 juta lebih turut disita oleh KPK dari tangan Edy Rahmat.
Uang Rp300 juta lebih itulah merupakan fee 10 persen Edy Rahmat dari sejumlah kontraktor ternama di Sulsel untuk pengondisian temuan BPK terhadap sejumlah proyek di Dinas PUTR.
Rinciannya, uang yang diterima Edy dari kontraktor, Jhon Tidore senilai Rp525 juta, Petrus Yalim Rp445 juta, H. Momo Rp250 juta, Andi Kemal Rp479 juta, Yusuf Rombe Rp525 juta, Robert Rp58 juta, Hendrik Rp397 juta, lukito Rp24 juta, Rudi Moha Rp800 juta, Tyo kontraktor selayar CV Jampea serta ada juga dari Karaeng Konde kontraktor asal Kabupaten Bantaeng.
Di mana total pemberian dari kontraktor yang diterima Edy senilai Rp3,2 miliar. (KEK)
Baca Juga: Tiga Terpidana Suap Kasus CCTV Bandung Smart City Dieksekusi KPK ke Sukamiskin
suap pemeriksaan laporan keuangan pemprov sulsel 2020 tersangka baru kpk ali fikri
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...