CARITAU JAKARTA - Kebijakan-kebijakan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono terindikasi seperti sengaja didesain untuk menihilkan apa yang telah dilakukan gubernur sebelumnya, yakni Gubernur Anies Baswedan.
Jika indikasi tersebut benar terjadi, maka penunjukkan Heru sebagai Pj gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Jokowi memiliki nilai politik dan kekuasaan. Hal tersebut diungkapkan aktivis dari Indonesia Club, Gigih Guntoro dalam acara Ngobrol Santai (Ngobras) bertajuk 'Teropong Kebijakan 2023 PJ Gubernur DKI Jakarta' yang diselenggarakan Jakarta Initiative di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).
Baca Juga: Jokowi Bakal Serahkan 10.323 Sertifikat Tanah Elektronik Milik Warga Banyuwangi
Ia mengatakan hal itu berdasarkan analisa terhadap rentetan peristiwa yang berujung pada dipilihnya Heru sebagai Pj gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Jokowi untuk menggantikan Anies yang masa baktinya berakhir pada 16 Oktober 2022.
"Kalau kita analisa, apa yang terjadi di Jakarta saat ini tak lepas dari rentetan peristiwa sebelumnya, seperti Pilkada Jakarta 2017 dan Pilpres 2014, juga penggeseran waktu penyelenggaraan Pilkada Jakarta 2022 ke tahun 2024, sehingga Jakarta kini dipimpin seorang Pj. Ini tak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di semua wilayah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2022 dan 2023,” kata Gigih.
Menurut dia, karena rentetan peristiwa tersebut, maka penunjukkan Heru sebagai Pj gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Jokowi memiliki nilai politik dan kekuasaan, tepatnya nilai politik dan kekuasaan pemerintah yang saat ini berkuasa, sehingga tidak terlalu mengejutkan jika ada yang menilai bahwa kebijakan-kebijakan Heru lebih kental unsur politisnya dibanding kebijakan kepala daerah yang sedang mengemban fungsi sebagai pemimpin sebuah provinsi bernama Jakarta.
Meski demikian Gigih mengakui, masih terlalu dini untuk menilai kinerja Heru yang baru 2 bulan bertugas sebagai Pj (terhitung sejak dilantik Presiden Jokowi pada 16 Oktober 2022), akan tetapi dia menilai bahwa kebijakan-kebijakan yang telah dibuat Heru mengindikasikan kalau keberadaan Heru di Jakarta sebagai Pj memperlihatkan gelagat kalau Heru didesain untuk menihilkan apa yang telah dilakukan gubernur pendahulunya (Anies Baswedan).
Hal ini, kata dia, terindikasi dari kebijakan-kebijakan Heru yang memutasi pejabat yang diangkat di era Anies Baswedan, mengganti slogan yang dibuat Anies dari 'Jakarta Kota Kolaborasi' menjadi 'Sukses Jakarta untuk Indonesia', ingin menghapus jalur sepeda, dan lain-lain.
"Nah, itu dari aspek politiknya. Lalu kalau mengkaji kebijakan Heru dari aspek hukumnya, bagaimana? Apakah kebijakan Heru itu sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku?" tanya Gigih.
Dia membeberkan, berdasarkan Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pemerintahan Daerah, wewenang penjabat kepala daerah adalah mengajukan rancangan Perda; menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah.
Serta mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat; dan melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
Sementara Pasal 132A ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memberikan larangan sebagai berikut.
(1) Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang:
a. melakukan mutasi pegawai;
b. membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;
c. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan
d membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Namun, kata Gigih, bunyi ayat (1) itu dapat gugur jika ada persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri sebagaimana dinyatakan Pasal 132A ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut: Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Gigih menilai, jika Heru mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri, maka kewenangannya menjadi tidak jauh berbeda dengan gubernur definitif yang terpilih melalui proses Pilkada.
Namun, dia juga mengingatkan bahwa sebagai Pj yang memiliki nilai politik dan kekuasaan, kewenangan Heru yang tak berbeda dengan gubernur definitif akan menbulkan risiko, karena kebijakan-kebijakan Heru bisa saja akan lebih berorientasi kepada kepentingan pemerintah dengan merealisasikan apa-apa yang selama Anies menjadi gubernur, tidak diakomodir.
“Dalam hal konsolidasi internal, Heru pasti telah punya data tentang siapa saja orangnya Anies dan siapa saja yang dinilai punya kapasitas, tetapi ukuran kapasitas itupun tentu dilihat dari perspektif pemerintah yang maknanya bisa saja berbeda dengan hakikat makna kapasitas yang sebenarnya, karena adanya kepentingan politik dan kekuasaan di dalamnya," beber dia.
Gigih bahkan mengatakan, karena kepentingan politik dan kekuasaan tersebut, tidak menutup kemungkinan yang dibangun Heru selama menjadi Pj adalah menjalankan politik pemerintah pusat yang muaranya adalah Pemilu 2024.
Hal senada dikatakan pengamat dari Jakarta Initiative, Jim Lomen Sihombing.
Dia bahkan mengatakan, dengan tiga program prioritas yang diusung Heru, yakni penanganan banjir, macet dan tata ruang, pemerintah pusat seolah menganggap Anies telah gagal memimpin Jakarta, dan menurut dia hal itu tidak sepenuhnya benar.
Dia mencontohkan soal banjir di lingkungan tempat tinggalnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Menurut dia, di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, jika Jakarta diguyur hujan deras selama 3 jam saja, pasti banjir, dan surutnya lama.
“Di era Anies, saat Jakarta diguyur hujan deras selama 3 jam, itu tidak banjir. Banjir baru terjadi kalau durasi hujan deras selama 5 atau 6 jam, tapi surutnya cepat,” katanya.
Alumni Universitas Trisakti ini menilai, kalau ada yang berharap Jakarta bebas dari banjir, itu mimpi, karena ketika Belanda menjajah Indonesia, Belanda juga tak mampu membebaskan Jakarta dari banjir, karena menurut geologi, wilayah Jakarta berbentuk cekungan banjir. (DID)
Baca Juga: Pengamat: Pemakzulan Presiden Jokowi Perlu Front Persatuan Perjuangan
kebijakan pj gubernur kebijakan anies penunjukan pj gebernur heru budi hartono presiden jokowi
Cawagub 02 Fatmawati Dua Bulan Keliling 24 Kabupat...
Kampanye Akbar 02 Andalan Hati, Panglima Dozer: Su...
PMJAK Desak Bawaslu DKI Tindaklanjuti Soal Dana Ka...
Yuks Ramaikan Kampanye Akbar Andalan Hati di GOR S...
Masyarakat Bantaeng Sambut Kunjungan Andi Sudirman...