CARITAU MAKASSAR - Ahmad Syaifullah (28), warga asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui Kantor Hukum SHM Law Office dan Partner menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan itu berkaitan dengan putusan KPU RI tentang penetapan dokumen persyaratan Capres dan Cawapres, Prabowo-Gibran. Gugatan ke KPU RI itu telah didaftarkan ke PTUN Jakarta, Selasa (14/11/2023) hari ini.
Baca Juga: Dapat Terima Hasil Pemilu, Golkar Apresiasi Sikap Ksatria Surya Paloh
Penasihat hukum Ahmad Syaifullah, Muallim Bahar mengatakan kliennya mengajukan objek gugatan di PTUN Jakarta terkait putusan KPU RI tentang penetapan dokumen persyaratan Capres dan Cawapres, Prabowo-Gibran.
"Petitum yang kami layangkan diantaranya untuk mengabulkan permohonan penundaan yang diajukan penggugat. Memerintahkan kepada tergugat (KPU RI) untuk menunda pelaksanaan dan tindakan administrasi lebih lanjut dari keputusan objek sengketa," ujarnya saat menggelar konferensi pers di Makassar, Selasa (14/11/2023).
Sementara untuk pokok perkara, Muallim menyebut ada lima poin diantaranya mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Selanjutnya, membatalkan berita acara hasil verifikasi administrasi keputusan KPU RI Nomor: 1589/PL.01.4-BA/05/2023 tentang penetapan dokumen persyaratan Prabowo-Gibran yang telah ditetapkan sebagai Capres dan Cawapres pada Senin (13/11) kemarin.
"Mewajibkan tergugat dalam hal ini KPU RI untuk mencabut SK KPU RI Nomor: 1589/PL.01.4-BA/05/2023 tentang penetapan dokumen persyaratan Bacapres dan Bacawapres atas nama Prabowo-Gibran yang telah ditetapkan sebagai Capres dan Cawapres. Mewajibkan tergugat untuk menerbitkan objek sengketa baru. Dan terakhir menghukum terguat untuk membayar biaya perkara," bebernya.
Muallim menjelaskan sejumlah alasan kliennya menggugat penetapan pencalonan Prabowo-Gibran ke PTUN Jakarta diantaranya soal masih berlakunya PKPU Nomor 19/2023 tentang pencalonan peserta Pilpres.
Ia menilai pencalonan Gibran sebagai Cawapres masih dianggap tidak memenuhi syarat meski sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat umur yang tertuang Pasal 13 ayat (1) huruf q dan Pasal 169 huruf q Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017.
"Bahwa yang ditetapkan oleh KPU RI pada 13 November kemarin, soal memasukkan dokumen atau pendaftaran Prabowo-Gibran sebagai Capres-Cawapres tidak terikat pada PKPU Nomor 23 tahun 2023 tentang perubahan atas PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Tergugat sewajarnya taat dan patuh pada PKPU Nomor 19 Tahun 2023 karena masih berlaku sampai tanggal 3 November 2023," bebernya.
Terkait putusan MK nomor: 90/PUU-XX/2023 tanggal 16 November 2023, Muallim menyebut seharusnya KPU RI masih tetap menggunakan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 untuk mengisi kekosongan hukum hingga keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) atau petunjuk teknis untuk melaksanakan putusan MK. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR mengesahkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023.
"Apalagi dalam pengambilan putusan hakim konstitusi dinyatakan ada pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Apalagi hakim ketua Anwar Usman mendapatkan sanksi pemberhentian dari jabatan sebagai Ketua MK," tuturnya.
Mualllim juga mengungkapkan tentang adanya gugatan Judicial Review ulang Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia). Ia mengkritisi KPU RI seharunya tidak tergesa-gesa untuk menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sebenarnya batas waktu sampai tanggal 25 November 2023.
"Kami menganggap KPU terlalu tergesa-gesa menetapkan calon presiden dan wakil presiden. Dan telah jelas dalam PKPU, bahwa jadwal penetapan perserta Pemilu Presiden dan wakil presiden itu paling lambat tanggal 25 November. Sekarang baru tanggal 13, harusnya diteliti dengan baik atau paling tidak menunggu putusan MK terkait judicial Review PKPU Nomor 23 Tahun 2023," tegasnya.
"Bagi kami secara administrasi ada kekeliruan pada proses ini. Melabrak aturan kami anggap. Makanya kami melakukan upaya hukum dalam bentuk gugatan ke PTUN," imbuhnya.
Muallim menegaskan terkait gugatan ke PTUN Jakarta sama sekali tidak ada tedensi apapun terhadap Capres dan Cawapres Prabowo-Gibran. Ia menegaskan gugatan murni untuk menyelamatkan demokrasi.
"Tidak ada tendensi apapun. Ini murni bagi kami bentuk penyelamatan demokrasi kita," ucapnya.
Sementara Ahmad Syaifullah menambahkan keputusan KPU RI soal penetapan Capres dan Cawapres sudah keliru. Untuk itu, dirinya melakukan gugatan ke PTUN Jakarta
"Menurut kami KPU dalam menetapkan Capres dan Cawapres kemarin itu ada hal yang keliru seperti yang sudah disampaikan oleh kuasa hukum," kata dia.
Ahmad mengaku KPU RI terlalu tergesa-gesa menetapkan capres dan cawapres. Padahal, ia menilai ada prosedur yang bermasala.
"Jadi kami anggap saat MK melakukan pelanggaran kode etik dalam menetapkan keputusan Judicial Review kemudian juga disidangkan oleh MKMK karena perilaku dari hakim MK. Per hari ini KPU telah menetapkan dengan serta merta juga dan tergesa-gesa Capres dan Capres yang notabene dalam prosedurnya bermasalah," kata Ahmad.
"Kenapa KPU langsung menetapkan persyaratan tersebut telah memenuhi syarat. Padahal menurut kami tidak seperti itu. Artinya dalam hal ini KPU ada yang dilanggar," pungkasnya.
Menanggapi gugatan tersebut, Komisioner KPU RI, Idham Holik mengaku pihaknya sampai saat ini belum mendapatkan materi mengenai gugatan tersebut, sehingga dia belum memberikan banyak tenggapan.
"Mengenai informasi laporan gugatan ke PTUN Jakarta tersebut, KPU RI masih menunggu materi gugatan tersebut untuk didalami dan nanti KPU akan merespon dalam persidangan," ujar Idham Holik saat dikonfirmasi awak media melalui via telepon.
Idham Holik menjelaskan, jika dalam penyelenggaraan tahapan pencalonan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tahun 2024, ada terjadi dugaan sengketa proses, maka rujukan hukumnya adalah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 466 sampai dengan Pasal 472 UU Nomor 7 Tahun 2023.
"Dalam melaksanakan tahapan pencalonan peserta Pilpres ini, KPU harus melaksanakan prinsip berkepastian hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 huruf d UU Nomor 7 Tahun 2017 Jo Pasal 6 ayat 3 huruf a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017," tandasnya. (KEK)
Baca Juga: Ada Kampanye Akbar di GBK, Dishub DKI Berlakukan Rekayasa Lalu Lintas pada 10 Februari 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...