CARITAU MAKASSAR – Baru-baru ini viral di media sosial (Medsos) tujuh guru besar Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar mengundurkan diri secara bersamaan.
Ketujuh guru besar tersebut merupakan dosen pengajar di program doktor Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unhas.
Ketujuh guru besar Unhas tersebut mengundurkan diri berdasarkan surat terbuka antara lain Prof Muhammad Idrus Taba, Idayanti Nusyamsi, Siti Haerani, dan Cevi Pahlevi. Tiga guru besar lainnya, Prof Haris Maupa, Prof Muhammad Asdar, dan Prof Mahlia Muis.
Dari informasi yang dihimpun, ketujuh guru besar itu mengundurkan diri karena merasa kecewa dengan sikap Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas, Prof Rahman Kadir, yang bersifat otoriter.
Prof Rahman Kadir dinilai otoriter dengan memaksakan seorang mahasiswa doktor lulus. Padahal mahasiswa itu dikabarkan jarang masuk dan jarang mengerjakan tugas.
Pernyataan Salah Satu Guru Besar yang Mengundurkan Diri
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Hasanuddin
Di Tempat
Dengan hormat, saya sampaikan bahwa saya:
Nama: Prof. Dr. Siti Haerani, SE, M.Si
NIP: 196206161987022001
Unit Kerja: Departemen Manajemen FEB Unhas
Dengan ini menyampaikan kepada Bapak Dekan bahwa mulai semester Akhir Tahun 2022/2023 saya menyatakan tidak bersedia mengajar, membimbing dan menguji mahasiswa S3 Program Doktor Ilmu Manajemen (kecuali Membimbing dan Menguji mahasiswa yang merupakan penugasan sebelumnya) dengan alasan:
1. Adanya intervensi Dekan dalam pemberian nilai mahasiswa mata kuliah yang saya ampu pada Program S3 di mana saya diminta untuk meluluskan mahasiswa yang sama sekali tidak memenuhi syarat untuk diluluskan (nol kehadiran padahal perkuliahan dilakukan secara online, tidak ada tugas, tidak ikut ujian, tidak ada komunikasi dengan dosen, baik melalui chat whatsapp pribadi maupun group, untuk menyampaikan alasan ketidakhadirannya pada perkuliahan) hingga keluarnya nilai di akhir semester, justru yang sibuk mencarikan alasan yang tak masuk akal dan mengada-ada adalah Dekan FEB sendiri.
2. Tanpa alasan akademis dan pertimbangan yang objektif dan rasional, Dekan FEB telah sewenang-wenang ‘menghukum saya’ secara tidak pantas, tidak adil dan tak beretika atas kasus no. 1 di atas dengan cara tak melibatkan saya sama sekali pada kegiatan mengajar, membimbing dan menguji mulai pada semester Akhir TA 2021-2022 hingga saat ini. Hal ini amat sangat menciderai perasaan saya sebagai dosen, Guru Besar yang bisa dianggap tidak kompeten oleh mahasiswa dan rekan dosen
3. Dekan FEB menunjukkan keberpihakan yang sangat luar biasa kepada mahasiswa yang bersangkutan, mahasiswa yang sama sekali tidak pantas dan sangat tidak memenuhi syarat untuk diluluskan, karena akan merusak dan menjatuhkan kewibawaan, harkat, martabat, harga diri dan nama baik (image) dosen dan institusi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan terutama UNIVERSITAS HASANUDDIN.
4. Dekan tidak menghargai saya selaku dosen yang melaksanakan tugas pengajaran dan pembelajaran dengan penuh tanggung jawab, dan berpedoman pada peraturan akademik yang berlaku, mengedepankan obyektivitas, dan perlakuan adil terhadap seluruh mahasiswa, Bahkan sebaliknya, menggiring saya untuk melakukan pelanggaran terhadap peraturan akademik dan Kode Etik Dosen.
5. Dekan melaksanakan rapat FEB dan KPS S3 Ilmu Manajemen dengan mengundang kehadiran dosen lain sebagai narasumber, pemberi pertimbangan, tetapi sama sekali tak mengindahkan masukan dari ‘narasumber’ tersebut dan tetap memaksakan kehendaknya kepada saya untuk meluluskan mahasiswa S3 tersebut, sehingga memunculkan pertanyaan besar, ada hubungan dan kepentingan apa Dekan FEB dengan mahasiswa tersebut? Apalagi dekan selalu menyebut-nyebut jabatan dari mahasiswa tersebut.
6. Dekan telah mengintimidasi saya atas ketidaklulusan Mahasiswa S3 yang diperjuangkan oleh Dekan, dengan pernyataan-pernyataan bernada ancaman, berita negatif/fitnah yang dapat merusak nama baik saya selaku pribadi maupun sebagai Dosen FEB UNHAS.
7. Alokasi pengajaran pada “Program Doktor Ilmu Manajemen” dilakukan secara serampangan, tak berkeadilan, subyektif, tidak berdasar pada kompetensi keilmuan dan bidang kegurubesaran, bahkan kompetensi dan bidang Kegurubesaran kami cenderung dilecehkan dan tidak dihargai.
8. Dekan sebagai pimpinan fakultas menggunakan jabatan dan otoritas formalnya sebagai kendaraaan untuk mengambil keputusan akademik secara otoriter dan arogan, unprosedural, cenderung mengabaikan ‘Exprit the corps’, semangat kebersamaan sebagai satu keluarga besar FEB.
9. Dekan FEB lebih mengedepankan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama dan institusi FEB, dalam pengelolaan S3 Ilmu Manajemen, dengan menguasai penentuan pengajaran, pembimbingan dan pengujian, termasuk penentuan “Penguji Eksternal” bahkan sudah berulang kali menunjuk dan merekomendasikan isteri beliau sendiri sebagai penguji eksternal pada Ujian akhir Disertasi meskipun tak memenuhi persyaratan sebagaimana tertera dalam “Peraturan Rektor Universitas Hasanuddin No. 2785/UN4.1/KEP/2018 tentang Penyelenggaraan Program Doktor Universitas Hasanuddin” dimana syarat penguji eksternal harus berasal dari Perguruan tinggi yang memiliki Prodi dengan akreditasi A atau pakar/praktisi yang bereputasi nasional, sementara asal perguruan tinggi “yang bersangkutan” tidak memiliki Prodi S3, melainkan hanya memiliki Prodi S1 dengan akreditasi B, dan “beliau” juga bukanlah seorang pakar/praktisi bereputasi Nasional.
10. Atas poin-poin di atas saya nyatakan bahwa saya muak melihat, menyaksikan dan merasakan tindakan Dekan FEB yang tidak mencerminkan kepemimpinan yang patut diteladani.
Demikian penyampaian saya, terima kasih atas perhatiannya.
Sementara itu, Guru Besar Unhas lainnya yang mengundurkan diri, Prof. Dr. Muhammad Idrus Taba mengungkapkan bahwa permasalahan yang terjadi di FEB bukan hanya satu, akan tetapi ada banyak masalah.
Ia menyebutkan, bahwa masalah itu sudah terbilang sudah lama. Hal itu yang kemudian memutusukan tujuh guru besar Unhas mengundurkan diri.
"Sebenarnya ini merupakan akumulasi masalah. Banyak masalah. Dan kami tujuh orang masing-masing, ada masalah. Dalam artian, bukan cuma satu masalah," kata Prof Idrus Taba kepada awak media, Kamis (3/11/2022).
Ia mencontohkan masalah yang dialami Prof. Dr. Siti Haerani dan Prof. Dr. Idayanti Nusyamsi. Kedua guru ini mengaku diintervensi oleh Dekan Fakultas untuk meluluskan mahasiswa yang tidak memenuhi persyaratan.
"Kebetulan, yang mengalami masalah itu adalah Prof Haerani dan Prof Idayanti. Dia mengajar, terus mahasiswanya tidak lulus karena tidak memenuhi syarat. Tidak masuk kuliah dll. Lalu Dekan meminta agar supaya diluluskan," bebernya.
Intervensi Dekan atas persoalan nilai ini terjadi pada semester sebelumnya. Kedua guru besar itu bersikukuh untuk tak meluluskan mahasiswa tersebut. Sehingga mahasiswa itu, kini telah dikeluarkan atau drop out.
"Itu sampai saat ini belum terjawab ada apa sampai minta mau diluluskan. Itu semester lalu. Mahasiswanya kemudian tidak lulus karena dosen tidak luluskan. Infonya mahasiswanya sudah DO," jelasnya.
Terlepas dari masalah tersebut, Prof Idrus mengaku masih banyak masalah lain yang terjadi di FEB. Semuanya pun karena Dekan yang terlalu ikut campur. Bahkan, sampai persoalan ujian hingga penempatan dosen pengajar di program dokter FEB Unhas.
"Jadi akumulasi persoalan, jadi banyak masalah yang kemudian di intervensi. Dan sebenarnya, KA Prodi sudah benar dengan memploting pengajar. Tetapi, dekan kembali, acak-acak. Lalu berubahlah itu. Itu yang terjdi dengan akumulasi persoalan lain," bebernya.
Sudah Didamaikan, Tapi Belum Ada Titik Temu
Prof Idrus Taba mengaku persoalan telah dimediasi Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa, dengan mempertemukan dengan dekan FEB. Dalam pertemuan itu, ke tujuh guru besar ingin berdamai, tetapi dengan beberapa syarat. Seperti, membawa kasus ini ke Senat Fakultas.
"Dalam perdamaian ini, bukan berarti kami mengaku salah. Oh tidak. Cuma kami itu menahan diri demi kebaikan institusi. Kami hormati rektor kami. Kami setuju, tetapi selesai secara institusi, karena sudah terjadi seperti ini dan sudah banyak informasi yang disampaikan bahwa dosen tidak mau mengajar karena persoalan etik dll. Ini harus diselesaikan di Senat Fakultas. Rektor setuju," bebernya.
Pengunduran diri ini dilakukan, kata Prof Idrus Taba, semata-mata menyelamatkan institusi. Sehingga, ia berharap agar Senat Fakultas nantinya dapat memberikan hasil terbaik. Apabila, persoalan ini tidak diubah atau diperbaiki, maka ia tetap melanjutkan pengunduran diri untuk tidak mengajar.
"Kami mundur dulu untuk memperbaiki institusi. Untuk saat ini, kami masih mengajar, tapi yang kami maksud semester depan. Tetapi, kami tunggu dulu perkembangannya dari hasil Senat Fakultas. Apabila nanti ditemukan titik terbaik, saya kira bisa aja ditarik pengunduran diri. Tapi kalau tidak, kami tetap mundur," pungkasnya.
Penjelasan Rektor Unhas
Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa menegaskan, tidak ada guru besar yang mengundurkan diri sebagai dosen di Unhas. Hanya mereka mengundurkan diri untuk tidak mengajar di program Doktor.
"Informasinya itu, salah. Tidak ada dosen yang mengundurkan diri. Hanya mengundurkan diri untuk tidak mengajar di program S3," kata Jamaluddin kepada awak media, Kamis (3/11/2022).
Meskipun begitu, ia tak menampik bahwa terdapat konflik internal di FEB, antara pengajar dan pimpinan fakultas. Tetapi, perselisihan itu sudah diatasi dengan baik dan berdamai
"Janganlah buat heboh, padahal pesoalan sepele. Mereka hanya miskomunikasi saja, tapi persoalan, sudah selesai kok," tandasnya. (KEK)
Baca Juga: Catahu ACC Sulawesi 2022: 114 Perkara Korupsi Disidang-Kerugian Capai Rp83,3 M
tujuh guru besar unhas mengundurkan diri dekan unhas otoriter rektor unhas caritau makassar
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024