CARITAU JAKARTA – Sepekan belakangan ramai beredar kabar di media sosial X atau Twitter, bahwa TikTok Shop akan kembali beroperasi pada 10 November 2023.
"Katanya TikTok Shop bakal buka lagi 10 November? Bener enggak sih?" tulis akun @another**.
Baca Juga: Komitmen Prabowo dalam Memulihkan UMKM dan Ketahanan Pangan Melalui PP 47/2024
Namun kabar burung segera ditepis pemerintah selaku regulator. Direktur Perdagangan melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan (Kemendag) Rifan Ardianto mengatakan, TikTok sampai saat ini belum mengajukan izin melakukan perdagangan elektronik atau sebagai e-commerce.
Menurut Rifan, izin TikTok masih sebagai social commerce meskipun sudah menyesuaikan model bisnisnya sesuai dengan ketentuan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 (Permendag 31/2023) yang diundangkan 26 September 2023.
"Saat ini mereka sudah menyesuaikan model bisnisnya sesuai Permendag 31/2023 sebagai social commerce, tetapi terkait perizinan e-commerce kami belum menerima," kata Rifan saat ‘Media Briefing Melindungi UMKM dari Serbuan Impor’, di Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Sebelumnya saat konferensi pers di Kemendag pada Rabu (27/9/2023), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa Permendag 31/2023 dikeluarkan agar tidak merugikan pelaku usaha dalam negeri.
Dampaknya, media sosial hanya boleh melakukan promosi atau iklan. Apabila hendak melakukan aktivitas dagang, maka harus beralih ke e-commerce dengan mengajukan izin baru. Tujuannya agar data dari aplikasi medsos tidak disalahkan gunakan untuk kepentingan pihak tertentu. Artinya, layanan TikTok Shop tidak bisa beroperasi selama pengelola tidak memiliki entitas e-commerce terpisah.
"Jadi diatur, media sosial social commerce hanya untuk promosi dan iklan. Kalau mau jalankan e-commerce ada izinnya. Pelaku usaha tinggal pilih," kata Mendag Zulhas.
Buntut keluarnya Permendag 31/2003, pada 4 Oktober 2023 TikTok Indonesia mengumumkan penutupan fitur atau layanan bisnis TikTok Shop melalui situs resminya, juga email yang dikirim kepada seluruh pengguna. Mereka memberitahukan bahwa per 4 Oktober 2023 pukul 17.00 WIB, fitur TikTok Shop tidak akan lagi memfasilitasi transaksi e-commerce.
Indonesia Pasar e-commerce Terbesar Asia Tenggara
Polemik TikTok Shop bermula saat sejumlah UMKM, di antaranya para pedagang di Pasar Tanah Abang Jakarta, mengeluhkan praktik TikTok Shop yang dinilai merugikan penjualan mereka. Hal tersebut lantaran barang yang dijual di TikTok Shop lebih murah dari harga pasar.
Para pedagang mengeluh, rata-rata harga barang tertentu yang dijual di TikTok Shop dipatok hampir setengah dari harga pasar konvensional. Sejumlah pedagang bahkan menyebut TikTok Shop telah mengguyur sejumlah diskon harga ke konsumen. Hal itu tentu saja berdampak menurunnya omzet para pedagang konvensional secara drastis.
Jika TikTok Shop dianggap ‘biang kerok’ lesunya penjualan di pasar-pasar konvensional, lantas apakah TikTok Shop satu-satunya penyebab bisnis UMKM atau pedagang konvensional menjadi lesu? Atau ada faktor perubahan pola konsumsi dari konsumen di era digital ini?
Tampaknya perubahan pola perilaku konsumsi, terutama kebiasaan berbelanja online sudah menjadi pilihan banyak orang. Pada era digital yang dinamis, teknologi mengambil banyak peran hampir di semua aspek kehidupan manusia, termasuk pola belanja masyarakat.
Perubahan terjadi karena semakin mudahnya akses informasi dan kemudahan berbelanja online yang disediakan oleh platform e-commerce dan media sosial. Munculnya pandemi menjadi salah satu pemicu berubahnya pola belanja masyarakat.
Dikutip dari data Wearesocial, Indonesia merupakan pasar e-commerce terbesar di Asia Tenggara, di mana sekitar 90% pengguna internet di Indonesia pernah berbelanja online.
Pada data yang sama, nilai kapitalisasi pasar e-commerce di indonesia mencapai USD21 miliar atau sekitar Rp294 triliun di tahun 2019. Salah satu faktor penyebab terbesar adalah pertumbuhan kelas menengah di Indonesia yang cukup pesat, yakni sebesar 21% dari total populasi atau sebanyak 57,3 juta orang pada tahun 2019.
Hal ini juga terlihat dengan meningkatnya jumlah pengeluaran masyarakat untuk belanja barang konsumen secara online sebesar 23% pada tahun 2018 dibanding tahun 2017.
Selain itu, salah satu faktor krusial perkembangan e-commerce di Indonesia adalah tingkat penetrasi internet dan pengguna perangkat mobile yang juga terus meningkat. Hal itu memungkinkan lebih banyak orang mengakses berbagai platform belanja online, mulai dari website toko online, hingga aplikasi marketplace.
Perkembangan digitalisasi Indonesia itu tentu saja menarik sejumlah investor raksasa untuk berinvestasi di perusahaan teknologi dan e-commerce. Besarnya nilai investasi para investor ini mendorong para pelaku usaha online untuk memperkuat online presence mereka dan memperluas ‘dagangan’ mereka melalui berbagai platform penjualan online.
Sayangnya, perubahan pola belanja serta dinamisnya pasar di era digital belum dapat diadaptasi oleh semua orang, dalam kasus ini para pedagang konvensional. Pemerataan informasi dan literasi digital menjadi salah satu kendala.
Ironi TikTok Shop
TikTok awalnya dikenal banyak kalangan hanya sebagai platform media sosial tempat berbagi video dengan format vertikal. Sempat diblokir di Indonesia pada tahun 2018, karena TikTok dianggap berisi konten negatif yang memiliki dampak buruk bagi anak. Hal tersebut juga membuat banyak orang antipati dengan TikTok.
Namun, pada pada perkembangannya, TikTok segera berbenah. Tiga tahun belakangan, konten TikTok justru kian beragam. Tak sedikit juga konten edukasi yang bisa ditemukan dan makin menarik minat penggunaannya.
Data laporan survei Populix berjudul ‘The Social Commerce Landscape Indonesia’ menunjukkan, jumlah pengguna TikTok di Indonesia sudah menembus 99 juta pengguna. Hal itu menunjukan Indonesia menjadi negara pengguna TikTok terbesar di dunia.
Data Populix juga menunjukan, semakin banyaknya masyarakat yang berbelanja di media sosial. Tercatat 86% responden pernah berbelanja social commerce. Platform paling banyak digunakan adalah TikTok Shop (45%), diikuti WhatsApp (21%), Facebook Shop (10%), dan Instagram Shop (10%).
TikTok Shop paling banyak digunakan oleh Perempuan, sementara laki-laki hanya khusus mereka yang berusia 36-45 tahun. Laporan tersebut juga menyebutkan, bahwa pakaian adalah kategori produk yang paling banyak dibeli oleh masyarakat melalui platform media sosial dengan jumlah 61%. Kemudian diikuti produk kecantikan 43%, dan makanan dan minuman 38%, serta handphone dan aksesoris 31%.
Meski tak jauh berbeda dengan e-commerce lain, TikTok Shop hadir dengan sejumlah fitur yang ‘menggiurkan’. Dengan memadukan hiburan, bisnis TikTok Shop menyediakan banyak fitur yang dianggap cukup berguna untuk menjadi seller.
TikTok Shop menghadirkan fitur yang memungkinkan pengguna langsung berbelanja melalui aplikasi sosial medianya tanpa harus berganti platform. Selain itu, seller juga dimungkinkan untuk meminta konten kreator lainnya untuk menjual produk mereka dengan sistem affiliate.
TikTok dengan TikTok Shop-nya bisa dikatakan tengah berada dalam peak tertinggi social commerce. TikTok Shop membawa keuntungan sendiri khususnya untuk banyak pelaku UMKM. Dari fitur ini, para pelaku UMKM bisa berkolaborasi untuk melakukan pemasaran dan promosi produk agar memiliki jangkauan yang semakin luas. Hal itu juga menguntungkan para konsumen.
TikTok Shop telah membuat konsumen memiliki lebih banyak pilihan jenis barang, kuliatas, harga, hingga promo-promo yang semakin membuat harga lebih menggiurkan. Namun di sisi lain, tentu saja membuat kelimpungan para pedagang konvensional. (Irfan Nasution)
Baca Juga: Banjir Barang Impor Murah Via Tiktok Shop, MUI: Ancaman Bagi UMKM
tiktok TikTok Shop e-commerce umkm Permendag menteri perdagangan zulkifli hasan menkominfo TikTok Shop Ditutup
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...