CARITAU JAKARTA – Pemerintah Thailand baru saja membuat keputusan mengizinkan ganja untuk keperluan medis, mengikuti Malaysia yang sudah lebih dulu membolehkan ganja medis.
Bahkan sebenarnya pemerintah Thailand lebih bebas dibanding Negeri Jiran karena membolehkan menanam ganja dengan menyebar sejuta bibit tanaman ganja kepada warga, meski dengan syarat mereka tetap harus memberitahu pemerintah daerah masing-masing.
Baca Juga: Hasil Kualifikasi Piala Dunia 2026: Jepang Bungkam Korut, Thailand Imbangi Korsel
Kebijakan pemerintah negeri gajah putih melonggarkan ganja mengingatkan orang dengan film ‘The Beach’ yang dirilis pada 19 Februari 2000. Film drama petualangan yang berlatar belakang keindahan alam Thailand ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Alex Garland yang menjadikan sedotan ganja sebagai pintu masuk ke sebuah pulau nirwana.
‘The Beach’ mengisahkan pemuda Amerika Serikat bernama Richard (Leonardo DiCaprio) yang sedang berpetualang ke Thailand, tepatnya Bangkok.
“Namaku Richard. Bersiaplah untuk petualangan baru,” begitu dialog Richard dalam pembukaan film tersebut.
Sesampai di Bangkok, Richard disambut hingar-bingar dunia malam yang menghanyutkan. Segala pilihan terjejal di depan mata.
Richard tinggal di sebuah motel, di mana ia berkenalan dengan pasangan muda, Françoise (Virginie Ledoyen) dan Étienne (Guillaume Canet) asal Perancis.
Suatu malam, di luar kamarnya, terdengar seseorang meracau dan menganggu seluruh penghuni motel. Pintu kamar Richard tak luput dari gedoran. Meski tak merespon, seseorang tersebut ternyata masuk dari jendela atas kamar.
Awalnya, pria tersebut meminta rokok dan dijawab tidak ada. Namun dia justru menyodorkan lintingan ganja dan keduanya mengisap bersama-sama.
Saat setengah fly itulah, pria tersebut mulai meracau tentang sebuah pulau dengan pemandangan nan indah yakni Pulau Ko Samui yang terletak di Teluk Thailand.
“Hanya ada kebahagiaan di pulau tersebut. Termasuk ladang ganja yang bisa didapat dengan mudah,” katanya.
“Oh indahnya dunia,” pikir Richard.
Lazimnya turis bule, Richard pun terganggu dengan cerita menggiurkan tersebut.
“Dengar. Ada sebuah pantai yang berada di sebuah pulau. Benar-benar sempurna. Pantai itu benar-benar rahasia. Itu bukan tempat wisata biasa,” tutur pria tersebut.
Keduanya pun berpisah dan bersalaman sebagai tanda persahabatan.
Keesokan harinya, Richard mendapati pria yang kemudian diketahui bernama Daffick tak bernyawa. Daffick bunuh diri menyayat nadi di pergelangan tangannya dengan pisau.
Di sebelah Daffick terbujur, ada sebuah kertas berisikan peta.
Richard pun meyakini peta tersebut petunjuk menuju pulau indah yang dimaksud. Ia kemudian mengajak Françoise dan Étienne ikut.
Mereka pun setuju dan petualangan dimulai. Semuanya berubah sejak detik itu.
Richard, Françoise dan Étienne harus berenang untuk menjangkau pulau. Setiba di pulau, mereka menemukan perkebunan ganja yang dijaga petani bersenjata.
Setelah lolos dan mendapat izin pemimpin komunitas pulau yakni Sal (Tilda Swinton), Richard tinggal bersama komunitas yang jauh dari rutinitas kehidupan orang-orang kota. Semua kebutuhan tersedia dan Richard meyakini pulau ini surga yang tersembunyi.
Namun Richard akhirnya tahu bahwa pulau tersebut bukanlah surga setelah menemui pelbagai masalah yang membuat hidupnya terancam.
Meski dibintangi DiCaprio, 'The Beach’ bukan mulus tanpa kritikan. Bahkan sampai 20 tahun setelah film ini dirilis, ‘The Beach’ lebih banyak memperoleh kritik ketimbang pujian.
Dilansir Vice, skornya di Rotten Tomatoes hanya 20% dan menjadikannya film terburuk besutan sutradara Danny Boyle.
Kerusakannya ternyata tidak hanya terjadi di film, tetapi juga di dunia nyata. Selain mencemari keasrian pulau, ‘The Beach’ dituding telah menodai keindahan pantai ikonik yang ada di film.
Saat itu, kontroversi seputar ‘The Beach’ dan dampak lingkungan di pulau tersebut seoilah menjadi pertanda akan hadirnya budaya influencer di masa sekarang.
Petualangan Richard selama di Thailand seakan hendak memberi tahu bahwa Thailand memberi pilihan buat para turis untuk menentukan kebahagiannya saat berlibur.
Kebijakan pemerintah setempat dengan pengembangan ekonomi yang terfokus pada sektor pariwisata, membuat banyak warga lokal berlomba-lomba menyuguhkan sesuatu yang dapat menarik minat turis asing yang berkunjung.
Para turis seolah diberi pilihan, mulai narkoba, wisata seks, atau sekadar pemandangan alam? Semuanya ada di Thailand. Bahkan sudah menjadi rahasia umum jika Thailand dikenal sebagai salah satu surga bagi para pemuja seks bebas.
Ngerinya bisnis ini menjadi penghasilan terbesar Gajah Putih. Menurut sebuah catatan, sebagian pendapatan Thailand disokong dari industri seks yang berjamur di kota-kota besar, seperti Bangkok dan Pattaya. Hampir 1% GDP (Gross Domestic Product) Thailand didapatkan dari industri ini. Jika di Amerika Serikat, persentase itu berasal dari dunia seni dan hiburan, yang mana Hollywood merupakan industri hiburan paling profitable di dunia.
Thailand punya lebih dari 200.000 industri prostitusi dan menghasilkan lebih dari USD4 milyar atau setara lebih Rp53 triliyun.
Thailand juga menjadi surga bagi mereka penikmat narkoba, lebih tepatnya ganja. Bahkan belum lama ini, festival ganja besar-besaran digelar Thailand usai pemerintah melonggarkan Undang-Undang seputar narkoba.
Bau asap yang menyengat meruap saat orang-orang bersuka ria merayakan pelonggaran ganja dalam festival yang diadakan oleh kelompok advokasi ganja Highland Network.
Sekitar 3.000 orang melakukan perjalanan ke White Sands Beach di Provinsi Nakhon Pathom, timur Bangkok. Di sana, kios-kios menjajakan barang-barang mulai dari T-shirt dan bong hingga kuncup serta brownies ganja. Barang-barang berdesak-desakan di panggung dan palisade bambu di sekitar danau yang indah.
"Kami telah menunggu saat ini begitu lama," kata Victor Zheng, pemilik apotik gulma Nature Masters dilansir dari AFP.
Wajar jika banyak yang meyakini Thailand adalah negara bebas dan memfasilitasi keinginan para turis yang datang.
Sejatinya meski dicap surganya turis, Thailand ternyata memiliki catatan buruk tentang HAM, di mana pada Januari lalu, kelompok dan aktivis HAM menyebut bahwa sebenarnya hak-hak warga di Thailand telah ditekan dan insiden penyiksaan terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Demonstrasi meluas di Thailand sejak tahun 2020 ketika para pengunjukrasa mengkritisi kekuatan monarki dan kepemimpinan pemerintah Thailand. Seruan melakukan reformasi mendorong ribuan orang turun ke jalan dalam demonstrasi-demonstrasi yang sebagaian bergulir menjadi aksi kekerasan di antara demonstran dan polisi antihuruhara.
Alhasil, banyak pemimpin aktivis dijerat tuduhan, termasuk dugaan pencemaran nama baik monarki yang dijerat ‘Pasal 112’ yang dikenal lese majeste atau mengkriminalkan setiap kritik terhadap monarki. Mereka yang dijerat lese majeste berpotensi dihukum hingga 15 tahun penjara.
Human Rights Watch (HRW) merilis Laporan Dunia 2022 yang menyatakan pemerintah Thailand telah menindak gerakan demokrasi yang dipimpin anak-anak muda dan pembela HAM di negara itu terancam.
Laporan HRW seakan mengajarkan kita, bahwa di balik kebebasan yang diberikan kepada para turis asing, Thailand tak sepenuhnya memberikan kebebasan kepada warganya.
Sebagaimana ‘The Beach’, kita akhirnya mahfum jika di kolong langit ini tak ada kebebasan yang mutlak. Di balik setiap kebahagiaan akan selalu ada kesedihan. Di balik kebebasan, akan selalu ada penindasan. Tapi, bukankah dunia memang begitu? (RIO)
Baca Juga: Ditangkap bersama Ibra Azhari, Sosok Artis Era 90-an ‘NN’ Diduga Nandya Nathashia
thailand melonggarkan ganja the beach 2000 leonardo dicaprio narkotika
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024