CARITAU JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora, Fahri Hamzah mengaku tidak setuju dengan adanya istilah melanggengkan kekuasaan dalam sistem demokrasi. Menurut dia, sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia tetap menomorsatukan rakyat sebagai pemilih.
Hal itu dikatakan Fahri Hamzah menanggapi adanya tudingan dinasti politik yang dikaitkan majunya putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden (Cawapres) Prabowo Subianto.
Baca Juga: Aksi Dugaan Pelanggaran Pemilu
"Apakah hak warga negara harus dipotong karena dia adalah anak pejabat dalam demokrasi yang pada dasarnya nominasi oleh rakyat dan pemilihan oleh rakyat," kata Fahri dikutip Minggu (29/10/2023).
Ia pun menyampaikan pembelaan terhadap Gibran. Dia heran, karena yang dipersoalkan hanya Gibran semata. Adapun kandidat lain tidak diungkit-ungkit.
"Kalau orang memilih Pak Mahfud, orang memilih Anies, kenapa orang enggak boleh memilih Gibran?" ujar mantan politisi PKS itu.
Fahri mencontohkan beberapa keluarga dari pemimpin Indonesia yang tidak terpilih menjadi pejabat publik. Hal itu karena dalam sistem demokrasi, rakyat bebas memilih siapa yang layak untuk menjabat.
"Ada banyak anak-anak pemimpin pada masa lalu yang dikalahkan oleh rakyat. Keponakan Pak JK (di Makassar) kalah sama kotak kosong, anak Ma’ruf Amin di Tangerang (Selatan) dikalahkan. Kan kalah, jadi akhirnya jangan kemudian takut bertarung," ungkapnya.
Untuk mengalihkan tudingan pelanggengan kekuasaan, Fahri balik menuding, sebenarnya kesalahan terjadi akibat adanya kekacauan di kalangan elite dalam berjalnnya sistem demokrasi. Pemilihan Gibran sebagai cawapres pendampingi Prabowo dinilai merupakan dampak dari sistem yang kacau di Indonesia.
"Itu terjadi karena ketidaksempurnaan sistem, akhirnya nyari orang," ucap Fahri. Sistem yang dimaksud, di antaranya mengenai kederisasi di partai politik dan pemberlakuan sistem parliamentary threshold.
Fahri menekankan, pandangan adanya politik dinasti yang disematkan kepada Gibran merupakan penilaian subjektif. "Kalau dibilang Jokowi netral atau tidak, lho lebih tidak netral waktu teman-teman dukung Jokowi periode kedua, dia presiden, dia calonnya," kata Fahri.
"Kalau ini (Gibran) masih berjarak pada orang lain. Yang jadi presiden kan bukan Gibran, presidennya Prabowo, Prabowo partainya lain dari Jokowi, koalisinya juga lain. Jadi enggak bisa pikiran subjektif ini melupakan bahwa fakta dijebak sistem yang jelek," pungkas Fahri. (DID)
Baca Juga: Hasil Survei Sebut 70,9 % Publik Menilai Presiden Jokowi Tak Netral di Pilpres 2024
fahri hamzah partai gelora dinasti politik gibran rakabuming raka pilpres 2024 pemilu 2024
Penyerapan Gabah Kering Panen
Manchester City Geser Arsenal Puncaki Klasemen Lig...
Diduga Bermasalah, Pengadaan Portal System di Keja...
Rally Mobil Kuno di Magelang
Badan Geologi Catat 19 Kali Gempa Guguran Gunung R...