CARITAU JAKARTA - Kuasa hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah menegaskan alat uji kebohongan (Poligraf) yang telah digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
untuk menguji keterangan klienya dalam perkara kasus pembunuhan berencana terhadal Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (Brigadir J), tidak valid atau tidak sesuai untuk dijadikan alat bukti didalam persidangan.
Dalam keteranganya, Febri mengatakan, alat itu tidak cukup konsisten untuk digunakan dalam mengukur kebenaran terkait keterangan klienya tentang perselingkuhan lantaran mengabaikan hasil psikologi forensik yang menyatakan bahwa klienya telah mengalami pelecehan seksual.
Baca Juga: Siswi SMK di Makassar Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual Kakak Kelasnya
Selain itu, menurut Febri, alat tersebut juga tidak cukup untuk dijadikan barang bukti tambahan karena telah mengesampingkan hasil keterangan dari uji forensik yang membentuk klienya telah mengalami pelecehan seksual dan juga terkesan cacat hukum.
"Jaksa penuntut umum mengesampingkan alat bukti berupa hasil pemeriksaan dari psikologi forensik," kata Febri di ruang sidang utama Prof Oemar Seno Adji, dalam agenda sidang pledoi Putri Candrawathi, di PN Jaksel, Rabu (25/1/2023).
Menurut Febri, penggunaan hasil Poligraf dalam persidangan sebagai alat bukti tambahan yang dilakukan oleh JPU saat kondisi klienya sedang tertekan seharusnya tidak dibenarkan dan harus menjadi pertimbangan Majelis Hakim.
Sebab menurut Febri, hasil poligraf yang dipakai didalam persidangan tersebut, didapatkan telah bertentangan dengan Peraturan Kapolri No 10 Tahun 2009 di mana pemeriksaan dilakukan saat kondisi terdakwa sedang tertekan.
Hal harus dilakukan menurut Febri, seharusnya JPU di persidangan melanjutkan rekomendasi Komnas HAM yakni untuk menindaklanjuti adanya dugaan mengenai kekerasan seksual pada klienya, bukan mengaburkan fakta dengan hasil
test uji kebohongan (Poligraf) yang belum tentu valid.
"Berdasarkan rekomendasi Komnas HAM membuktikan bahwa kekerasan seksual yang dilakukan korban adalah benar, namun sayangnya fakta tersebut justru dikaburkan jaksa menggunakan hasil poligraf," katanya.
Senada dengan Febri, pengacara Putri lainnya, Sarmauli Simangunsong menambahkan, bahwa tes Poligraf yang telah dijadikan alat bukti untuk menguji kebohongan tentang perselingkuhan adalah hal yang keliru dan cacat hukum.
Sarmauli mengatakan, hal itu lantaran, tes uji kebohongan (Poligraf) yang dilaksanakan oleh JPU saat itu kondisi mental dan emosi klienya tidak stabil lantaran tertekan atas sejumlah informasi yang beredar di media massa maupun media sosial.
"Hasil pemeriksaan poligraf cacat hukum dan proses pelaksanaan tes poligraf dilakukan pada saat kondisi psikologis dan emosi terdakwa terguncang," ujarnya.
Sarmauli menambahkan, hal tersebut dapat dibuktikan dengan pendapat dari ahli Poligraf yang menyebut bahwa klienya selalu menangis saat hendak dimintai keterangan oleh JPU pada saat mengikuti tes uji kebohongan melalui alat test poligraf.
"Di samping itu, ahli poligraf Aji Febriyanto membenarkan terdakwa selalu menangis saat diminta menceritakan kejadian," pungkasnya. (GIB)
Baca Juga: Sempat Merosot Karena Kasus Ferdy Sambo, Kepercayaan Publik Terhadap Polri Meningkat Jadi 76,4%
sidang pembunuhan brigadir j putri candrawathi pelecehan seksual pledoi ferdy sambo
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024