CARITAU JAKARTA - Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menilai, tidak ada standar untuk Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengukur batas usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres).
Hal tersebut dikatakan Kaka menanggapi gugatan batas usia capres dan cawapres dalam Undang-Undang (UU) ke MK.
Baca Juga: Pasca Pemilu 2024, DKPP Kebanjiran Aduan dengan Anggaran Minim
"Saya pikir dari sisi undang-undangnya itu, merupakan open legal policy, yakni sesuatu yang diamanatkan dari Undang-Undang Dasar. Tetapi tidak diberi batasan oleh Undang-undang dasar, baik batas minimal maupun maksimal," kata Kaka dalam keteranganya, Selasa (22/8/2023).
"Saya pikir ini merupakan kewenangan pembuat undang-undang. MK pun bisa sepakat bahwa ini memang kewenangan pembuat undang-undang, dalam hal ini pemerintah dan DPR," lanjutnya.
Menurutnya, Pemerintah bisa membuat norma yang menurut kondisi saat itu atau menurut proses pembahasan di parlemen dan pemerintah itu, itulah yang terbaik. Maka muncul batas bawah 40 tahun itu, ada alasan soal kematangan di undang-undang nomor 7 itu.
"MK saya harapkan tidak akan membuat norma baru tentang batas minimal dan maksimal tapi mengembalikan ke pembuat Undang-undang. Jika MK konsisten sebagai open legal policy ya, norma terbuka dalam pembuatan Undang-Undang," ucapnya.
Dia melanjutkan jika ke depan apakah pembuat Undang-undang akan membuat pembatasan di bawah 40 tahun, atau apakah ada pembatasan ke atas atau tidak maka akan dikembalikan ke pembuat undang-undang. Dirinya pikir lebih baik fokus soal pemilu saat ini.
"Karena undang-undang ini pernah dipakai di Pemilu 2019, sehingga bisa dipakai juga untuk pemilu saat ini. Sehingga pertimbangan ini cukup diterima, karena kan baru sekarang ada JR," ujarnya.
Untuk kepastian hukum, lanjut dia, di lihat bacapres sudah ada yang diusung oleh parpol. Tapi tiba-tiba ada isu krusial yang memberikan ketidakpastian hukum, ketika MK misalnya memutuskan batas minimal dan batas maksimal. Karena ada 2 kelompok, ada yang minta batas minimal diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Kemudian batas maksimal ada yang meminta dibatasi 70 tahun.
"Jadi apapun putusan MK di 2024 ini agar tidak mengubah itu, agar cukup kondusif semuanya. Yang sudah berlaga, parpol yang mengusung, itu menjadi tidak terjebak pada perdebatan batas usia. Kita fokus pada tahapan-tahapan Pemilu. Jika meminta legislatif menurunkan atau membatasi maka tidak akan menjadi problem teknis tapi juga problem politis," tuturnya.
Kaka melanjutkan sebaiknya perubahan dilakukan setelah pemilu 2024, agar Pemilu ini berjalan. Karena parpol sudah ada ekspektasi politik dari bacapres yang mereka usung. Sehingga ekspektasi ini tidak terhambat oleh putusan MK.
Soal makin terbukanya ruang untuk capres makin baik, soal usia dibawah 40 bisa dimungkinkan. Untuk memberi peluang yang lebih muda. Memang secara sosiologis masyarakat kita di bawah 40 tahun sudah matang. Mungkin bisa dikaji oleh para ahli.
"Sedangkan batas usia atas ada syarat kesehatan menurut saya, baik jasmani dan rohani. Jika potensinya tidak sehat ya harus jujur akan kesehatannya. Memang logikanya orang muda lebih sehat. Mungkin batas atas bisa dengan faktor kesehatan. Hanya saja apapun putusan MK, jika terjadi perubahan lebih baik setelah 2024. Karena saat ini semua sudah berjalan jauh, dan ekspektasi yang ada sekarang sudah ada, karena bisa jadi politis," katanya. (DID)
Baca Juga: Berharap Pembatalan Hasil Pemilu, THN AMIN Minta Prabowo-Gibran Tunda Euforia
kipp gugatan batas usia capres - cawapres mahkamah konstitusi pilpres 2024 pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...