CARITAU JAKARTA - Praktik politik dinasti di Indonesia sekarang ini sesungguhnya sudah sangat mengkhawatirkan dan mendekati darurat untuk segera di atasi. Hal tersebut disampaikan Ketua Yayasan ASA Indonesia, Syamsuddin Alimsyah.
Menurutnya, kecendrungan itu nampak dalam setiap pemilu, baik itu pemilu Kepala Daerah, Pemilu Legislatif dan boleh jadi akan meluas pada pemilihan Presiden 2024 mendatang.
Baca Juga: 27 Petugas KPPS Meninggal, Praktisi Kesehatan: Perlu Investigasi Audit Kematian
"Ini buah dari malapetaka hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 bahwa kepala daerah atau pernah menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Semua juga tahu putusan itu subyektif menguntungkan Gibran anak Presiden Jokowi," kata Syamsudin dalam keterangannya, Jumat (20/10/2023).
Lebih jauh Syamsuddin menjelaskan, politik dinasti sebenarnya tidak begitu disukai publik. Bahkan sejarahnya selalu terjadi penolakan yang kuat dari masyarakat. Namun tetap dipaksakan oleh pihak pihak tertentu dengan berbagai cara memainkan praktik culas termasuk menggunakan elemen elemen negara untuk kepentingannya.
"Sekarang ini sudah lebih parah dari sebelumnya. Sudah lebih vulgar, terbuka memanfaatkan elemen negara. Bayangin kalau sudah menembus benteng pertahanan sekelas Mahkamah Konstitusi. Ini sudah benar benar kita berada dalam situasi yang mengkhawatirkan sebenarnya. Demokrasi kita sudah dikorupsi," ujarnya.
Dalam praktik politik dinasti kecenderungannya menang selalu terbuka lebar karena potensi sumber dukungan datang dari kekuasaan yang menggunakan alat alat negara memenangkannya baik secara vulgar maupun silent.
Pilkada di Kota Solo tahun 2020 yang di menangkan Gibran dengan perolehan suara yang sangat tinggi sampai 86,5 persen mengalahkan rivalnya hanya meraih 13.5 persen adalah bukti dalam politik dinasti. Publik semua ini tidak lepas dari campur tangan Presiden Jokowi.
"Dan cawe cawenya sejak awal seleksi berlangsung. Semula yang didorong PDIP bukan Gibran, namun menjelang akhir akhir pendaftaran, Jokowi menghadap Megawati selaku Ketua Partai PDIP dan meminta anaknya yang direkomendasikan. Itu artinya telah terjadi intervensi sejak proses pencalonan. Hal yang sama juga terjadi Bobi di Kota Medan. Dan keduanya menang besar," ungkapnya.
Masih menurut Syam, belajar dari beberapa negara yang mempratikkan politik dinasti sesungguhnya selain rekruitmen regenarasi pemerintahannya tidak berjalan sehat dan berintegritas, Juga dalam pemerintahannya melanggengkan praktek korup, juga tidak segan segan melanggengkan politik ancaman dan kekerasan terhadap warganya terutama yang menjadi lawan politiknya.
Misalnya Negara Nicaragua, Presiden Daniel Ortega yang sukses memenangkan pemilu selama empat kali berturut-turut sejak tahun 2007. Dan pemilu 2016 istrinya juga ikut mencalonkan sebagai wakil Presiden dan terpilih. Selama menjabat, Ortega dan Murillo dikenal sering melakukan tindak represif pada oposisi dan aktivis. Bahkan sempat dicap sebagai pelanggar HAM oleh negara-negara Barat. (DID)
politik dinasti indonesia darurat politik dinasti pilpres 2024 pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...