CARITAU JAKARTA - Aristo Pangaribuan, kuasa hukum pengadu atau korban kasus dugaan asusila yang dilakukan oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, mengatakan pihaknya tidak pernah membuka pokok persoalan kasus.
Aristo menanggapi Hasyim yang mengatakan bahwa persidangan dilaksanakan tertutup, tetapi kuasa hukum justru sejak awal telah membuka pokok persoalan kasus.
“Saya tidak membuka pokok-pokok yang terjadi. Yang saya buka kan argumentasi saya. Bukti-buktinya saya tidak pernah buka,” kata Aristo, di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Jakarta, Rabu (23/5/2024).
Menurut Aristo, dirinya tidak pernah membuka pokok persoalan perkara karena paham bahwa persidangan berjalan tertutup.
“Saya tahulah ini tertutup. Ini bukti-bukti sangat sensitif ya, bahkan ada bukti-bukti yang saya katakan tolong diproteksi klien kami supaya jangan ada backfiring (menjadi bumerang) karena buktinya sangat sensitif. Kami tidak pernah membocorkan apa pun selain argumentasi,” tegasnya.
Aristo justru kaget karena banyak jurnalis menunggu saat dirinya datang di Kantor DKPP RI sebelum sidang dimulai.
Oleh sebab itu, menurutnya wajar bila Hasyim membantah pernyataan maupun alat bukti yang disiapkan dalam kasus tersebut.
“Hak dia ya membantah, tetapi nanti kita lihat saja siapa yang lebih masuk akal di putusannya. Kalau kami sih optimistis ya, bahwa permohonan kami akan dikabulkan, dan bukti-bukti kami jauh-jauh lebih kuat,” jelasnya.
Namun Aristo mengingatkan bahwa pelanggaran terkait dugaan asusila oleh Hasyim bukanlah yang pertama.
“Ingat, ini kan bukan pelanggaran yang pertama, tipologinya sama dengan putusan sebelumnya (terkait Wanita Emas),” ujarnya.
Kasus dugaan asusila bermula pada Kamis, 18 April 2024, saat Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dilaporkan ke DKPP RI oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
Maria Dianita Prosperianti yang juga kuasa kukum korban, menjelaskan bahwa perbuatan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Maria seperti dirilis Antara mengatakan, bahwa dalam pelaporan kepada DKPP RI telah disampaikan sejumlah bukti yang menunjukkan pelanggaran kode etik oleh Hasyim Asy'ari.
Ia menyebut Hasyim Asy'ari mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya.
"Sudah ada beberapa belasan bukti, ya, seperti screenshot (tangkapan layar) percakapan, foto, dan video, serta juga bukti-bukti. Tadi sudah saya jelaskan, bukti ini bisa menunjukkan benar-benar yang terstruktur, sistematis, dan aktif, dan di sini juga teradu memberikan manipulasi informasi serta juga menyebarkan informasi rahasia untuk menunjukkan kekuasaannya," katanya. (BON)
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024