CARITAU MAKASSAR – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kematian bayi berdasarkan Sensus Penduduk SP2020 di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Indikator kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat 1 tahun.
Angka kematian bayi Provinsi Sulsel hasil Long Form SP2020 sebesar 18,20%, sementara kabupaten Barru mempunyai angka kematian bayi tertinggi 21,64% dan kota Makassar mempunyai angka kematian bayi terendah 11,70%.
Kepala BPS Sulsel, Suntono mengatakan. angka kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR) adalah kematian yang terjadi pada penduduk yang berumur 0-11 bulan atau kurang dari 1 tahun.
Dalam rentang 50 tahun (periode 1971-2022), penurunan angka kematian bayi di Provinsi Sulsel hampir 90%.
"Selama periode satu dekade terakhir, angka kematian bayi di Sulsel menurun signifikan dari 31 per 1.000 kelahiran hidup pada Sensus Penduduk 2010 menjadi 18 sampai 19 per 1.000 kelahiran hidup pada Long Form SP2020," kata Suntono.
Ia menyebutkan, terjadinya penurunan kematian bayi di Sulsel secara signifikan ini disebabkan oleh pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang semakin baik.
"Peningkatan persentase bayi yang mendapat imunisasi lengkap serta peningkatan rata-rata lama pemberian ASI menjadi salah satu yang mendorong bayi semakin mampu bertahan hidup," tulisnya.
Terpisah, Kadis Kesehatan Sulsel, Rosmini Pandin mengatakan, pihaknya sudah mencanangkan program untuk menekan kematian bayi, dengan menegaskan kepada setiap kabupaten kota untuk melakukan audit atas kematian bayi.
"Kematian bayi banyak program yang kita lakukan, mulai dari ibunya kemudian sebelum menikah kemudian setelah menikah. Jadi untuk kematian bayi, kemudian deteksi dini penanganannya ada audit sehingga tidak terjadi lagi kasus yang sama," jelasnya.
Seperti pemberian ASI, ia mengatakan sangat penting untuk dilakukan sosialisasi baik mulai dari bidan desa hingga di Rumah Sakit (RS), sehingga penerapannya dapat dilakukan dengan benar.
"Kalau dia lahir dia menyusui tentunya dia lebih menekan angka kematian, kemudian pemberian ASI eksklusif , itu semua yang disosialisasikan dan diprogram terkhusus di posyandu, di Rumah sakit di puskesmas dan di bidan desa, semua memantau," tutur Rosmini.
Edukasi untuk menekan angka kematian bayi, menurutnya, harus sejalan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai serta memastikan jaminan kesehatan ibu hamil sehingga tidak ada kekhawatiran untuk melakukan pencegahan di layanan kesehatan.
"Kemudian sarana prasarana disiapkan dengan baik, baik sarana prasarana dia hamil maupun dia melahirkan. Kemudahan jaminan kesehatan, karena kalau dia ada jaminan kesehatan dia tidak usa takut, dia sakit dia bertobat," ungkapnya.
Khusus Kabupaten Barru yang lebih tinggi angka kematian bayi, ia menyampaikan agar tenaga dan layanan kesehatan harus lebih digerakkan untuk melakukan deteksi terhadap ibu hamil.
"Jadi untuk kabupaten Barru tentunya harus lebih memperbaiki Pemeriksaan pada saat kehamilan, itu kan dideteksi. Kemudian bagaimana kondisi ibunya kemudian dia harus menyusui, ini yang harus digerakkan semua ini kemudian setelah ibunya menyusui dia harus menjaga dietnya," terangnya.
Rosmini memaparkan beberapa faktor yang mengakibatkan kematian bayi masing marak terjadi. yakni kurang darah, pernikahan dini dan kurang gizi.
"Tambah darah kan salah satunya itu, kalau ibunya Kurang darah, anaknya bisa berat badan lahir rendah, kalau itu terjadi bisa stunting bisa meninggal," papar dia.
"Kemudian pernikahan dini juga bisa menyebabkan kematian bayi, berat kelahiran bayi rendah, kemudian Kurang gizi ibu hamil," tandasnya. (KEK)
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...