CARITAU JAKARTA - Catatan Tahunan Komnas (CATAHU) Perempuan selama 21 tahun berjalan menunjukan jika jumlah pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus kekerasan berbasis gender terus bertambah setiap tahunnya.
"Hal ini perlu kita maknai secara positif, yaitu meningkatnya keberanian korban, dukungan, serta akses korban untuk melaporkan kasusnya," kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam acara bertajuk ‘Peluncuran Hasil Kajian 21 Tahun Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2001-2021)’ di Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Baca Juga: Rapat Konsolidasi Penyelenggara Pemilu
Menurutnya, keberanian dan dukungan bagi korban untuk melaporkan kasusnya ini erat dengan kepercayaan di masyarakat yang bertumbuh bahwa akan ada tindak lanjut pada laporan yang dibuat.
Selain itu, akses perempuan korban juga terkait erat dengan pengetahuan korban tentang kemana dia bisa melaporkan kasusnya, juga kehadiran lembaga-lembaga layanan yang terjangkau, serta kemudahan untuk melaporkan kasusnya tersebut.
Andy Yentriyani menambahkan meski jumlah pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus kekerasan berbasis gender naik, sebenarnya ada lebih banyak korban yang belum melaporkan kasusnya.
"Penting dicatat bahwa meskipun dia bertambah (jumlah pelaporan), lebih banyak lagi korban yang sebetulnya belum mau atau belum berani melaporkan kasusnya," katanya.
Sejak awal digagas, dilansir dari Antara, Catatan Tahunan Komnas Perempuan bertujuan untuk menyajikan data berbasis pengalaman perempuan korban, dari berbagai konteks persoalan yang dihadapi mereka.
Andy Yentriyani berharap Catatan Tahunan Komnas Perempuan dapat menjadi dasar pembentukan kebijakan yang berpihak pada perempuan korban, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah.
"Seluruh informasi dalam Catatan Tahunan memungkinkan gerakan perempuan dan gerakan HAM pada umumnya ini menggulirkan advokasi berbasis data, baik di level nasional, misalnya dengan pembentukan undang-undang maupun di kebijakan lokal, baik pada aspek pelindungan, maupun pemulihan untuk perempuan korban, serta memastikan ketidakberulangan," katanya.
Pelaku Banyak Berasal dari Sosok yang Harusnya Jadi Panutan
Dalam kesempatan yang sama, dijelaskan juga CATAHU Komnas Perempuan selama 21 tahun merangkum bahwa pelaku-pelaku kekerasan terhadap perempuan kerap berada pada profesi-profesi yang seharusnya menjadi panutan dan pelindung masyarakat.
"Siapa mereka? Pejabat publik, aparat penegak hukum, dosen, dokter, guru," kata Anggota Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah dalam acara bertajuk "Peluncuran Hasil Kajian 21 Tahun Catatan Tahunan Komnas Perempuan (2001-2021)", di Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Alimatul Qibtiyah mengatakan lima persen dari total pelaku atau sebanyak 4.147 pelaku adalah terdiri atas 571 pejabat publik, 1.332 aparat penegak hukum atau TNI/Polri, 111 tokoh agama, 2.079 guru atau dosen, dan 54 tenaga medis.
Bahkan, dalam dua tahun terakhir ada peningkatan pelaku kekerasan dari profesi-profesi tersebut.
"Dalam dua tahun terakhir, para pelaku ini meningkat menjadi 9%," katanya.
Alimatul Qibtiyah menambahkan karakteristik korban dan pelaku yang direkam Catatan Tahunan Komnas Perempuan dalam 21 tahun ini polanya tidak berubah, dimana korban cenderung lebih muda usianya dari pelaku.
Selain itu, tingkat pendidikan korban juga lebih rendah dari pelaku.
"Hal ini menunjukkan adanya relasi kuasa dalam kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan," tandasnya. (IRN)
Baca Juga: Marak Iklan dan Praktik Khitan Perempuan, Komnas Perempuan Minta Pemerintah Lakukan Pengawasan
catatan akhir tahun komnas perempuan kekerasan perempuan kekerasan berbasis gender kekerasan pada perempuan pelaku kekerasan
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024