CARITAU JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi dilaporkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia 2.0 (TDPI 2.0) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) soal dugaan pelanggaran pemilu. Laporan itu telah dilayangkan pada hari ini, Kamis (16/11/2023).
Diketahui laporan tersebut dilayangkan ke DKPP imbas ditetapkanya putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabumbing Raka yang resmi mendapatkan nomor urut menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) di kontestasi Pemilu 2024.
Baca Juga: Aksi Dugaan Pelanggaran Pemilu
TPDI meminta DKPP mencopot 7 komisioner KPU RI dari jabatannya lantaran diduga telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Prilaku Penyelenggaraan Pemilu.
Tujuh Komisoner KPU RI itu yakni Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Mochamad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap.
Koordinator TPDI Patra M Zen mengungkapkan, kehadiran dirinya bersama dengan klienya yaitu Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama untuk melaporkan seluruh pimpinan Komisoner KPU RI lantaran dinilai tidak profesional menjalankan tugas.
Patra menilai, sikap KPU RI yang meloloskan dokumen pendaftaran Gibran Rakabumbing Raka disinyalir merupakan bentuk pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu 2024. Atas dasar itu, Patra berharap DKPP dapat memberhentikan 7 pimpinan KPU RI yang ditenggarai tidak akuntabel dalam mengambil putusan.
"Kedatangan TPDI 2.0 untuk meminta DKPP memberhentikan semua Komisioner KPU yang dinilai telah melanggar Kode Etik dan Pedoman Prilaku Penyelenggaraan Pemilu," terang Patra dalam keterangan tertulis, dikutip pada Kamis (16/11/2023).
"Komisoner KPU itu sebelum menjalankan tugas dan wewenanganya telah bersumpah untuk mengutamakan kepentingan NKRI daripada kepentingan pribadi atau golongan. Namun sumpah ini dilanggar karena telah menerima pendaftaran dan menetapkan Gibran sebagai Cawapres", tegas Patra.
Patra menyatakan, bahwa laporan yang telah resmi dilayangkan ke DKPP itu merupakan bentuk kesadaran masyarakat yang peduli terhadap proses penyelenggaraan kontestasi Pemilu 2024. Selain itu, Patra mengaku, bahwa tiga klienya itu merupakan aktivis yang sedari dulu telah berjuang bersama membela hak-hak demokrasi di Indonesia.
"kami mendampingi 3 aktivis Pro-Demokrasi menyoal pendaftaran dan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024". Ketiga aktivis ini telah memperjuangkan demokrasi sejak tahun 1990-an," ungkapnya.
Patra menjelaskan, adapun materi pelaporan soal Gibran yakni mengenai tindakan KPU RI yang menerima pendaftaran Gibran imbas dari putusan MK yang mengabulkan permohonan uji materi terkait syarag batas usia Capres dan juga Cawapres di Pemilu 2024.
Diketahui MK telah mengabulkan permohonan penggugat dengan merubah frasa dari Pasal 169 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 yang telah membolehkan dibawah 40 tahun mendaftarkan diri menjadi Capres-Cawapres dengan catatan memiliki pengalaman menjad Kepala Daerah melalui Pemilu.
Adapun dalam konteks itu, menurut Patra, KPU telah menerima berkas dokumen pendaftaran Gibran menjadi Cawapres namun tidak terlebih dulu melakukan revisi terhadap PKPU Nomor 19 tahun 2023 yang masih menyebutkan batas usia Capres-Cawapres minimal 40 tahun.
"Pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran. Berdasarkan Peraturan KPU No. 19 Tahun 2023, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun. KPU baru merubah persyaratan pada 3 November 2023 dengan menerbitkan Peraturan KPU No. 23 Tahun 2023," terang Patra.
"Aturan syarat Capres dan Cawapres berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah itu baru bisa diberlakukan untuk Pemilu 2029" sambungnya.
Ia mencontohkan, MK dalam Perkara Nomor 20/PUU-XVII/2019 norma tentang warga yang belum mendapat e-KTP dapat menggunakan surat rekam e-KTP untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara.
Amar putusan MK ini baru dapat dilaksanakan (dieksekusi) setelah KPU menerbitkan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
Contoh lain, lanjut Patra, yakni outusan MK dalam Perkara Nomor 85/PUU-X/2017 yang memutuskan semua orang yang punya hak pilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dapat menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) dengan menggunakan KTP atau Kartu Keluarga (KK).
Patra menambahkan, adapun amar putusan dalam Perkara Nomor 85/PUU-X/2017 ini juga baru berlaku setelah KPU RI resmi menerbitkan aturan baru. Disisi lain, Patra mempertanyakan sikap KPU RI soal putusan MK terkait batas usia Capres dan Cawapres yang belum direvisi dan ditindaklnjuri namun berkas Gibran diterima.
"Begini ya, sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan (notoire de feiten) bahwa KPU sebelumnya selalu mengubah Peraturan KPU setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi. Ini dalam hukum, disebut asas pelaksanaan putusan," pungkas Patra.
"Dari 2 contoh tersebut, dapat disimpulkan Putusan MK tidak berlaku secara serta merta sebagai pedoman KPU dalam menyelenggara kan Pemilu. 'Mengapa terjadi perbedaan soal perlakuan terhadap Gibran? Apa karena dia anak Presiden?" tandas Patra. (GIB/DID)
Baca Juga: Jubir AMIN Minta Relawan Perketat Pengawasan TPS
kpu dilaporkan dkpp tpdi loloskan gibran rakabuning raka cawapres pilpres 2024 pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...