CARITAU JAKARTA – Komnas HAM menemukan unsur serupa perbudakan atau perbudakan modern pada kasus Kerangkeng Manusia di rumah Terbit Rencana Perangin-angin, Bupati Langkat, Sumatera Utara.
“Istilah perbudakan modern itu memang lekat dengan istilah perbudakan atau dalam instrumen hak asasi manusia saat ini juga dikembangkan istilah yang disebut praktik serupa perbudakan. Kami menemukan praktik serupa perbudakan ini,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, di Jakarta, Sabtu (5/3/2022).
Baca Juga: Tidak Ada TPS Khusus, Komnas HAM: Banyak Pemilik Suara Kehilangan Hak Pilih di Pemilu 2024
Menurut Choirul Anam, temuan diperoleh Komnas HAM saat melakukan investigasi setelah memperoleh sejumlah informasi soal dugaan adanya perbudakan modern dalam kerangkeng manusia Langkat.
Komnas HAM menduga praktik serupa perbudakan berdasarkan dua indikator. Pertama, orang dalam kerangkeng tidak lagi memiliki kemerdekaan untuk menentukan dirinya sendiri.
“Jadi dia tidak punya ownership terhadap dirinya sendiri,” ucap Anam.
Kedua, ]adanya kontrol eksternal atau control dari luar tubuh para penghuni kerangkeng yang jauh lebih kuat.
Hal itu terlihat dari adanya penganiayaan jika para penghuni kerangkeng tidak menjalani perintah atau tugas.
“Pada praktiknya, jika para penghuni kerangkeng itu tidak melakukan pekerjaan sesuai yang diperintahkan, maka konsukensinya akan mendapatkan pukulan hingga perlakuan kejam lain,” tegasnya
Komnas HAM semakin yakin setelah ada surat pernyataan yang ditandatangani keluarga salah satu penghuni kerangkeng bahwa para penghuni tidak memiliki kemerdekaan atas dirinya.
"Termasuk adanya surat pernyataan…, mereka kehilangan banyak ha,l enggak bisa menentukan dirinya sendiri, enggak suka pekerjaan ini tapi dia tidak bisa melawan,” jelasnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu pada 29 Januari 2022 mengatakan, pihak keluarga diminta untuk menandatangani surat perjanjian saat memasukkan anggota keluarga mereka ke kerangkeng itu.
Salah satu poin dalam surat perjanjian, keluarga tak boleh menjemput penghuni selama batas waktu yang ditentukan. Selain itu pihak keluarga juga tak akan menuntut jika anggota keluarga mereka sakit atau meninggal dunia.
"Surat bermaterai itu ditandatangani oleh pengurus sel dan pihak keluarga penghuni kerangkeng," pungkasnya. (GIBS)
Baca Juga: Anies Baswedan Hadiri Silaturahmi dengan Warga Langkat
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024