CARITAU JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari membeberkan tiga aspek di balik aturan soal larangan bagi mantan narapidana (napi) yang ingin mencalonkan diri sebagai caleg di kontestasi pemilu 2024 mendatang.
"Pertama aspek fosofis, kedua aspek hukum yuridis dan ketiga aspek sosiologis," kata Hasyim dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Dialog Interaktif yang disiarkan di YouTube Bawaslu, Selasa (20/9/2022).
Baca Juga: Soroti Klaim Kemenangan Pilpres Oleh Kubu Tertentu, TPN: Jangan Mau Ditipu
Secara filosofi aturan larangan mantan napi tidak bisa maju menjadi caleg, menurut Hasyim, dibuat dalam rangka menghimpun aspirasi masyarakat yang menginginkan wakil rakyat yang bersih atau tidak terlibat dalam kasus pidana, khususnya tindak pidana korupsi.
"Kita ingin pemimpin yang dapat diteladani, karena kepemimpinan yang sesungguhnya adalah keteladanan," jelas Hasyim.
Karena itu, kata Hasyim, jangan sampai caleg yang ingin mencalonkan diri kembali tidak bisa menjadi teladan bagi rakyat. Apalagi, janji-janji yang diumbar ke rakyat berbeda dengan tingkah lakunya.
Oleh sebab itu, menurut Hasyim, dalam kontestasi persaingan calon legislatif yang akan datang diperlukan sebuah kepercayaan dalam memilih calon pemimpin-pemimpin yang sesuai antara program dan karakter personalnya.
"Kalau ada pemimpin ngomong ini itu ini itu, tapi kelakuannya tidak seperti yang diomongkan, orang sudah tidak percaya," ujarnya.
Hasyim menuturkan, bahwa saat ini rakyat sangat mengharapkan pemimpin maupun wakil rakyat yang dapat dipercaya karena kepercayaan menurutnya menjadi hal yang sangat penting bagi para pemilih.
"Oleh karena itu, karakter orang yang bersih, yang tidak pernah terlibat pidana menjadi penting," katanya.
Karena itu secara aspek filosofi, karakter orang yang bersih dan tidak pernah terlibat pelanggaran pidana khususnya korupsi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk ke depannya.
Tap MPR Penyelenggara Negara Bersih dan Bebas KKN
Kemudian mengenai aspek yuridis, Hasyim menyebut TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan bebas KKN masih berlaku hingga saat ini.
"Ada Undang-Undang tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN, masih belaku gak? masih berlaku," jelas Hasyim.
Lebih dalam Hasyim menjelaskan, bahwa hal itu yang dimaksud dengan penafsiran yuridis. Yakni penafsiran secara sistematis yang tidak hanya bertumpu pada pemilu tapi juga ikut membaca berbagai macam aturan yang berkaitan dengan mengisi jabatan bernegara.
"Kalo kita baca literatur lalu kemudian kita baca konstitusi kita, yang namanya pemerintahan adalah relasi antara eksekutif dan legislatif. Kalo eksekutif ya presiden dan legislatifnya DPR. Capres dituntut bersih maka kita bisa memaknai mestinya calon anggota DPR juga bersih supaya kemudian pemerintah di atasnya juga bersih," tegas Hasyim.
Menang Pilkada Ditetapkan Tersangka
Sementara berbicara soal aspek sosiologis, Hasyim mencontohkan berdasarkan pengalaman pileg sebelumnya bahwa pada pemilihan kepala daerah pada 2018 ada dua calon yang telah ditetapkan tersangka kasus korupsi. Dan hal ini menjadi problem baru bagi KPU.
Sebab, kata Hasyim, dari pihak partai politik dan masyarakat sipil banyak bertanya bagaimana nasib dari calon tersebut, yang menang dalam pilkada tetapi telah ditetapkan sebagai tersangka.
Berkaca dari problem itu, kata Hasyim, akhirnya KPU memutuskan untuk membuat aturan baru mengenai larangan mantan napi koruptor untuk mencalonkan diri di pilkada maupun caleg.
"KPU merumuskan norma dalam PKPU Undang-Undang pencalonan itu bahwa orang yang pernah kena pidana itu gak boleh nyalon," katanya.
"Apalagi kalau kita baca Undang-Undang tipikor, salah satu tindak pidana korupsi itu ada penyalahgunaan wewenang, ada unsur itunya," sambungnya.
Maka dari itu, KPU berharap di Pemilu 2024 tidak ada napi koruptor yang ikut dalam kontestasi. Menurut dia, jika ada mantan napi koruptor yang ikut dalam perhelatan, tujuan dari pilkada tidak akan tercapai.
"Kalau yang terpilih adalah orang yang sudah kena persoalan hukum. Jawabannya jelas tujuan pilkadanya tidak tercapai. Secara sosiologis seperti itu," tandas Hasyim. (GIB)
Baca Juga: Bisa Menang Pilpres 2024 Satu Putaran, KPU Sebut Tiga Syarat Mutlak Ini Harus Terpenuhi
ketua kpu ungkap alasan larangan mantan koruptor nyaleg di 2024 eks korupter dilarang nyaleg pemilu 2024
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...