CARITAU JAKARTA – Sengkarut gelombang pengungsi Rohingya ke Indonesia tak hanya perkara Hak Asasi Manusia, karena juga dibayangi dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking.
Seperti diberitakan caritau.com, Polda Aceh mengungkapkan jika perairan Aceh merupakan satu pintu masuk bagi imigran Rohingya ke Indonesia. Para imigran tersebut menjadikan laut Aceh sebagai jalur pemyelamatan diri.
Dirreskrimum Polda Aceh Kombes Ade Harianto menerangkan, berdasarkan data sejak 2015 hingga 2023, para imigran tersebut telah mendarat di tujuh wilayah di Aceh.
“Sejak 2015 ada tujuh wilayah yang sudah pernah terdampar imigran Rohingya, yaitu Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa dan Tamiang," kata Ade.
Pada Kamis (7/12/2023), Polres Pidie bahkan mengungkap adanya agen penyelundup etnis Rohingya yang mendapatkan keuntungan hingga Rp3,3 miliar dari imigran yang dibawa ke perairan pantai Kabupaten Pidie.
“Mereka mengambil keuntungan dari setiap penumpang kapal dengan beban nominal berbeda-beda yang harus dibayar.” kata Kapolres Pidie, AKBP Imam Asfali.
Imam merinci, bayaran yang harus dilunaskan para pengungsi tersebut bervariasi, yaitu anak-anak sebesar 50.000 Taka atau sekitar Rp7 juta dan orang dewasa sebesar 100.000 Taka atau Rp14 juta.
“Jika ditotalkan agen meraup keuntungan dari hasil kejahatan praktik penyelundupan tersebut bila dihitung kurs Indonesia sebesar Rp3,3 miliar,” ujarnya.
Terbongkarnya mafia setelah Polres Pidie menangkap Husson Muktar (70), pria kelahiran Sokoreya Bangladesh yang tinggal di Corg Bazer, Moloi Para Word, Bangladesh dan telah mempunyai card UNHCR No B0201762.
Husson diduga memfasilitasi kapal kayu untuk mengangangkut rombongan imigran Rohingya dari perairan Bangladesh Myanmar masuk ke perairan wilayah Indonesia.
Husson melakukan perbuatan ini bekerjasama dengan beberapa orang, di antaranya Zahangir, Saber dan tiga lainnya yang tidak diketahui. Mereka melarikan diri saat kapal yang mengangkut pengungsi Rohingya hendak mendarat di pesisir pantai Gampong Blang Raya, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie.
“Agen Zahangir, Saber, Husson Muktar dan 3 lainnya yang tidak diketahui tersebut ikut turun dari kapal dan melarikan diri ke arah hutan,” katanya dikutip dari Antara.
Sementara Husson, lanjut Kapolres, tidak berhasil lolos dari kejaran masyarakat karena kondisi sudah tua sehingga tenaga untuk lari sudah tidak kuat. Akhirnya ia ditangkap warga dan dikumpulkan di pinggir pantai bersama dengan rombongan etnis Rohingya.
Saat itu, Husson berkamuflase sebagai rombongan imigran etnis Rohingya yang terdampar, padahal ia merupakan jaringan penyelundupan imigran gelap ke Indonesia.
“Pelaku tersebut disangkakan dengan Pasal 120 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian dan Pasal 55 Ayat (1) Ke I KUHPidana paling singkat 5 tahun dan paling lama lima belas tahun,” demikian AKBP Imam Asfali.
Sebelumnya juga diberitakan, pada Selasa (14/11/2023), sebanyak 196 imigran etnis Rohingya terdampar di pantai Kemukiman Kalee, Gampong Batee, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh.
Namun enam orang di antaranya kabur dan melarikan diri dari rombongan. Enam orang itu kemudian disinyalir merupakan penyelundup pada pengungsi tersebut, dan kini satu orang telah ditangkap.
Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna H Laoly mengatakan akan mewaspadai adanya dugaan pelanggaran HAM terkait banyaknya pengungsi dari Rohingya ke Indonesia.
Meski banyak pengungsi ditolak warga setempat, pihaknya tetap akan bertindak bila ditemukan pelanggaran HAM seperti sindikat penyelundupan imigran.
"Memang ini adalah sindikat, sudah (ada yang) ditangkap polisi. Namun, kita harapkan juga bahwa ini akan bisa kita hindarkan di kemudian hari, karena mereka juga adalah korban-korban dari mafia-mafia yang membawa mereka," kata Yasonna di sela peringatan Hari HAM se-Dunia ke-75, di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/12/2023) malam.
Menurut Yasonna, ada pengungsi-pengungsi yang menjual harta bendanya dan kemudian datang ke sini dengan ditawarkan iming-iming kehidupan yang lebih layak.
“Tapi sekarang kita lihat reaksi sosial dari masyarakat kita (yang menolak). Perbedaan kultur, perbedaan budaya selalu terjadi,” jelasnya.
Yasonna mengakui, kedatangan pengungsi telah meresahkan sejumlah warga setempat, khususnya di Aceh dan Sumatera Utara. Sehingga pihaknya akan mencari jalan terbaik bersama instansi terkait untuk menyelesaikan persoalan tersebut dengan tetap memperhatikan aspek HAM.
“Dampak sosial, kita tidak mengikuti… Meratifikasi konvensi. Tapi, saya kira Indonesia sudah cukup banyak melakukan hal yang baik dalam menampung pengungsi. Di kita ini sekarang ada 15 ribuan, hampir 13 ribuan lebih pengungsi, ada Afghanistan, Iran, yang terakhir Rohingya," jelasnya.
Di Medan, Yasonna melanjutkan, beberapa waktu lalu ada (pengungsi Rohingya) yang sampai membakar diri, sehingga ada kepala daerah yang tidak mau lagi menerima mereka. Ia berharap, pemda dan pemerintah pusat, juga UNHCR bersama mencari solusi yang tepat.
Sementara, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro juga mengatakan pihaknya akan bekerja sama membantu pengungsi Rohingya yang terindikasi menjadi korban pelanggaran HAM.
“Komnas HAM juga sudah melakukan pemantauan ke Aceh dan melakukan koordinasi dengan kementerian lembaga, termasuk Kemenkumham. Ke depan, kita akan terus berkoordinasi untuk memastikan para pengungsi yang ada, dan korban perdagangan manusia dan korban konflik akan mendapatkan perlindungan," ujar Atnike.
Apakah di Indonesia atau mungkin penempatan permanen apabila bisa dilakukan.
“Tentu kita harus mendorong penyelesaian akar masalah dan saya pikir Indonesia dengan menjadi Anggota Dewan HAM (PBB) juga dapat mendorong upaya penyelesaian pengungsi Rohingya melalui diplomasi di PBB,” tambahnya.
Saat ini, Indonesia berada di posisi yang dilematis terkait pengungsi Rohingya. Menyelamatkan pengungsi atas dasar nilai kemanusiaan tentu menjadi sebuah hal yang baik, tapi di sisi lainnya Pemerintah RI juga harus mampu menjaga keamanan warga Indonesia secara umum dan warga Aceh atau daerah lain yang menjadi tujuan pengungsi khususnya sebagai prioritas.
Kelindan dugaan sindikat TPPO dalam gelombang pengungsian etnis Rohingya ke Indonesia jika tidak ditangani dengan serius dapat menjadi masalah baru yang membahayakan.
Sejauh ini, sikap Pemerintah RI dengan tegas menyatakan, akan menindak jaringan pelaku TPPO yang terbukti terlibat dalam gelombang pengungsian etnis Rohingya. Selain itu, pemerintah juga menjamin bantuan kemanusiaan untuk pengungsi dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat lokal.
“Terdapat dugaan kuat keterlibatan jaringan tindak pidana perdagangan orang TPPO dalam arus pengungsian ini. Pemerintah akan menindak tegas pelaku TPPO dan bantuan kemanusiaan, sementara kepada pengungsi akan diberikan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal,” ujar Presiden Jokowi pada Jumat (8/12/2023) dikutip dari kanal YouTube, Sekretariat Presiden.
Presiden Jokowi menggarisbawahi tiga aspek penting dalam penanganan masalah Rohingya: mementingkan keamanan dengan memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO), tapi juga memberikan bantuan kemanusiaan terhadap Rohingya di tengah penolakan warga lokal. (IRFAN NASUTION)
Baca Juga: Pemeriksaan Kesehatan Pengungsi Rohingya
Baca Juga: Langkah Kemanusiaan Rohingya Dibayangi Gelombang Penolakan (Bag 1)
Fauzi Bowo Ingin Jakarta Dipimpin oleh Orang yang...
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024