CARITAU JAKARTA - Harga minyak ditutup turun pada akhir perdagangan Jumat (1/4/2022) atau Sabtu pagi WIB, setelah anggota Badan Energi Internasional (IEA) setuju untuk bergabung dalam aksi pelepasan cadangan minyak AS terbesar yang pernah ada.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni turun 32 sen atau 0,3%, menjadi USD 104,39 per barel di London ICE Futures Exchange.
Baca Juga: Wamendag Jerry Dorong Ekspor Indonesia Melalui Ritel Rusia
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei kehilangan USD 1,01 dolar AS atau 1,0%, menjadi ditutup di USD 99,27 per barel di New York Mercantile Exchange.
Baik kontrak acuan harga minyak mentah Brent maupun minyak AS anjlok sekitar 13% dalam penurunan mingguan terbesar mereka dalam dua tahun setelah Presiden AS Joe Biden mengumumkan pelepasan cadangan minyak daruratnya pada Kamis (31/3/2022).
Biden mengumumkan pelepasan 1 juta barel per hari (bph) minyak mentah selama enam bulan mulai Mei, yang pada 180 juta barel merupakan pelepasan terbesar dari Cadangan Minyak Strategis (SPR) AS.
Negara-negara anggota Badan Energi Internasional pada Jumat (1/4/2022) tidak menyetujui volume atau komitmen masing-masing negara pada pertemuan darurat mereka, kata Direktur Divisi Urusan Unternasional di Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, Hidechika Koizumi. Dia menambahkan bahwa detail tambahan dapat diketahui "dalam minggu depan atau lebih."
OPEC+, yang mencakup Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, pada Kamis (31/3/2022) tetap dengan rencana peningkatan 432.000 barel per hari ke target produksi Mei mereka meskipun ada tekanan Barat untuk menambahkan lebih banyak.
Perusahaan-perusahaan energi AS pekan lalu menambahkan rig minyak dan gas alam untuk minggu kedua berturut-turut tetapi pertumbuhan jumlah rig tetap lambat, karena pengebor terus mengembalikan uang tunai kepada pemegang saham dari harga minyak mentah yang tinggi daripada meningkatkan produksi.
"Banjir barel AS yang membayangi tidak mengubah fakta bahwa pasar akan berjuang untuk menemukan pasokan yang cukup dalam beberapa bulan mendatang," kata analis PVM, Stephen Brennock.
"Rilis AS tidak ada artinya jika dibandingkan dengan ekspektasi bahwa 3 juta barel per hari minyak Rusia akan ditutup karena sanksi menggigit dan para pembeli menolak pembelian."
Dalam sinyal bearish untuk permintaan, pusat komersial China di Shanghai terhenti pada Jumat (1/4/2022) setelah pemerintah mengunci sebagian besar dari 26 juta penduduk kota itu, yang bertujuan untuk menghentikan penyebaran COVID-19.
JPMorgan mengatakan dalam sebuah catatan bahwa mereka telah mempertahankan perkiraan harganya tidak berubah pada USD 114 per barel untuk kuartal kedua dan 101 dolar AS per barel pada paruh kedua tahun ini.
“Yang terpenting, kami menyadari bahwa pelepasan persediaan minyak bukanlah sumber pasokan yang terus-menerus, dan jika rata-rata barel Rusia yang terdampar lebih dari 1 juta barel per hari tahun depan, ini akan membuat 2023 dalam defisit yang dalam, membuat perkiraan harga USD 98 per barel kami untuk tahun ini terlalu rendah," kata bank, seperti dilansir dari Antara. (IRW)
Baca Juga: Harga Minyak Naik 1,5% dalam Sepekan, Dipicu Sanksi Lanjutan Uni Eropa atas Rusia
Denny JA Hibahkan Dana Abadi untuk Festival Tahuna...
Tokoh Literasi Bachtiar AK Sebut Inovasi Smart Sch...
Mencetak Dai Pengusaha, Sekda Marullah Buka Pelati...
Gibran Pimpin Apel Siaga Masa Tenang Pilkada 2024
Pilkada Semakin Dekat, Pj Teguh Ajak Warga Jakarta...